Hakim Kabulkan Gugatan Praperadilan Helmut Hermawan, Penyuap Eddy Hiariej
Dalam pertimbangan hakim praperadilan, penetapan tersangka Helmut tidak sah karena tidak mencukupi dua alat bukti.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej dinyatakan tidak sah sebagai tersangka dan tidak mempunyai kekuatan hukum dalam kasus dugaan penerimaan suap, kini giliran Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan yang juga dinyatakan tidak sah sebagai tersangka pemberi suap terhadap mantan Wamenkumham tersebut.
Hakim tunggal Tumpanuli Marbun, Selasa (27/2/2024), di Jakarta, mengabulkan permohonan peradilan yang diajukan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan terkait dengan penetapan tersangka kasus dugaan suap kepada mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej. Hakim menilai, langkah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Helmut Hermawan sebagai tersangka tidak sah.
Sidang praperadilan dengan agenda pembacaan putusan dimulai pukul 15.00 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pihak pemohon dihadiri kuasa hukum Helmut, yakni Resmen Kadapi, dan pihak termohon, yakni KPK, yang dihadiri oleh tim Biro Hukum KPK.
”Menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon yang dilakukan oleh termohon sebagaimana tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum. Oleh karenanya, penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar hakim tunggal Tumpanuli Marbun.
Dalam pertimbangannya, hakim Tumpanuli menilai, penetapan tersangka Helmut tidak sah karena tidak mencukupi dua alat bukti. Penetapan tersangka juga dilakukan KPK bersamaan dengan terbitnya surat perintah penyidikan, lalu dilanjutkan dengan pencarian alat bukti.
Tindakan KPK menetapkan Helmut sebagai tersangka saat baru mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) Nomor Sprin.Dik/146/DIK.00/01/11/2023 tanggal 24 November 2023 bertentangan dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang KPK.
Tindakan KPK itu bertentangan dengan KUHAP dan Undang-Undang KPK itu sendiri. Tindakan ini berpotensi terjadi penyalahgunaan wewenang.
”Tindakan KPK itu bertentangan dengan KUHAP dan Undang-Undang KPK itu sendiri. Tindakan ini berpotensi terjadi penyalahgunaan wewenang,” kata hakim Tumpanuli.
Menurut hakim Tumpanuli, sesuai hukum acara, penyidikan dilakukan terlebih dahulu, kemudian dilakukan penetapan tersangka. Bukan sebaliknya, yakni penetapan tersangka lebih dahulu baru dilanjutkan mengumpulkan dua alat bukti.
Pertimbangan lain dari hakim Tumpanuli dalam mengabulkan gugatan praperadilan Helmut karena saling terkait dengan status Eddy yang juga dikabulkan permohonan praperadilan di PN Jakarta Selatan pada 30 Januari 2024. Dalam kasus suap, pemberi dan penerima suap harus selalu sejalan dan berkaitan.
Sesuai hukum acara, penyidikan dilakukan terlebih dahulu, kemudian dilakukan penetapan tersangka. Bukan sebaliknya, yakni penetapan tersangka lebih dahulu baru dilanjutkan mengumpulkan dua alat bukti.
Sebelumnya, penetapan tersangka terhadap Eddy dinilai hakim tunggal Estiono tidak memenuhi minimum alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan Pasal 184 Ayat (1) KUHAP. Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan keterangan para saksi saat penyelidikan.
Padahal, penyelidikan dalam kasus tersebut belum bernilai pro justitia. Karena itu, hakim menyimpulkan, langkah KPK selaku termohon menetapkan Eddy sebagai tersangka tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum (Kompas.id, 30/1/2024).
Keluarkan surat penghentian penyidikan
Seusai sidang, pengacara Helmut, Resmen Kadapi, mengatakan, dengan putusan hakim tersebut, maka Helmut bebas dari segala sangkaan yang ditetapkan KPK. Langkah berikutnya yang akan dilakukan, kuasa hukum akan melihat lebih dulu perkembangan yang terjadi di luar. Meski demikian, ia berharap KPK bisa mengeluarkan surat penghentian penyidikan.
Apalagi, saat ini kondisi Helmut sedang dibantarkan ke Rumah Sakit (RS) Polri Kramatjati untuk menjalani perawatan setelah terjatuh di rumah tahanan KPK. Menurut Resmen, pihaknya telah mengajukan permohonan agar segala kegiatan yang berhubungan dengan proses penyidikan terhadap Helmut dapat dihentikan. Sementara itu, tim Biro Hukum KPK langsung meninggalkan lokasi begitu sidang selesai.
Sebelumnya, KPK mengungkapkan bahwa bekas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward OS Hiariej atau Eddy Hiariej diduga menerima suap dan gratifikasi hingga Rp 8 miliar dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. Suap dan gratifikasi tersebut diterima Eddy terkait dengan sengketa status kepemilikan perusahaan, penghentian proses hukum di Bareskrim Polri, pembukaan blokir di sistem administrasi badan hukum, dan pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia.