AHY, Moeldoko, PDI-P, dan Demokrat di Istana
Istana menjadi panggung pertemuan mereka yang berseteru, AHY-Moeldoko dan PDI-P-Demokrat.
Presiden Joko Widodo pada Rabu (21/2/2024), yang dalam penanggalan Jawa adalah Rabu Pon, melantik Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, di Istana Negara, Jakarta. Pelantikan tersebut menandai masuknya Partai Demokrat dalam koalisi pemerintah. Pelantikan AHY tidak dihadiri oleh Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko.
Pelantikan AHY tak hanya memperkuat koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Upaya ini seperti mengakomodasi pihak-pihak yang selama ini berseteru, baik internal partai maupun antarpartai.
AHY menggantikan Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto yang digeser posisinya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Jabatan Menko Polhukam kosong sejak ditinggalkan Mahfud MD yang mundur untuk mendampingi calon presiden Ganjar Pranowo sebagai calon wakil presiden.
”Kalau kebutuhan memang mengharuskan, kenapa tidak? Semua yang kira-kira memang harus ketemu (dengan ketua umum partai politik), ya, bisa saja ketemu. Ini dalam proses diatur semuanya karena saya ingin jadi jembatan bagi semuanya,” ujar Presiden Jokowi seusai pelantikan di Istana Jakarta.
Baca juga: Jalan Terjal AHY Raih Kursi Menteri
Seusai pelantikan, AHY berjanji menjalankan amanat untuk mengerjakan tugas-tugasnya dengan sekuat tenaga. Walau ia menyadari masa jabatannya tak panjang karena hanya tersisa sekitar delapan bulan hingga bergantinya tampuk pemerintahan.
”Banyak yang belum menyadari, Demokrat selama 9 tahun 4 bulan ada di luar pemerintahan. Ini momentum bersejarah karena apa yang kami perjuangkan selama ini bisa direalisasikan jika Demokrat bergabung dengan pemerintahan secara langsung,” tutur AHY.
Ia menambahkan, Demokrat perlu beradaptasi kembali ketika bergabung dalam pemerintahan. Namun, tujuan utama partai politik tetap untuk berkontribusi seluas-luasnya melalui jalur pemerintahan dan legislatif.
Selain memberi angin segar bagi Demokrat, bergabungnya partai itu dalam kabinet membuka jalan pertemuan antara AHY dan Moeldoko. Keduanya pernah berseteru lantaran Moeldoko bersama kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat berupaya mengudeta kepemimpinan AHY di Partai Demokrat. Kedua kubu mengklaim sebagai kepemimpinan yang paling sah.
Upaya Moeldoko mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat dilakukan di saat dia mengemban jabatan sebagai Kepala Staf Kepresidenan di bawah Presiden Jokowi. Tak pelak, banyak kalangan di Demokrat yang menduga ada campur tangan Istana dalam upaya tersebut.
Namun, konflik mereda setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali kepengurusan Partai Demokrat versi KLB Demokrat pimpinan Moeldoko pada Oktober 2023. MA menilai dualisme kepengurusan adalah masalah internal partai yang perlu dituntaskan melalui mekanisme mahkamah partai.
Sejak itu, Moeldoko yang diangkat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat tak terlihat lagi ada tanda-tanda kembali menguasai Partai Demokrat. Terlebih KPU pun menganggap Partai Demokrat di bawah AHY yang berhak berkontestasi dalam Pemilu 2024.
Namun, saat pelantikan AHY sebagai Menteri ATR/Kepala BPN di Istana Negara siang tadi, Moeldoko tak terlihat hadir. Tentu saja selama sisa pemerintahan Presiden Jokowi, AHY sebagai menteri dan Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan kemungkinan pasti bertemu dalam forum resmi di Istana.
Baca juga: Euforia Partai Demokrat Kembali ke Kekuasaan
Meski demikian, pertemuan keduanya di Istana dianggap tak akan mengganggu jalannya pemerintahan. Moeldoko dan AHY memiliki porsi masing-masing di Istana.
”Beda ’kapling’. Walaupun mereka tak akur dan ada pada ’kolam’ yang sama, yaitu kolam Istana, mereka saat ini tahu sama tahu dan tak akan saling mengganggu. Tanda bahwa Jokowi mengakomodir kedua belah pihak yang berseteru,” tutur pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin.
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional, Firman Noor, menilai, Moeldoko tak dapat berjalan sendiri tanpa persetujuan Presiden Jokowi. Alhasil, Presiden akan mendamaikan sekaligus menjembatani hubungan antara AHY dan Moeldoko.
Strategi Presiden Jokowi ini bisa dibaca sebagai manuvernya untuk mengamankan kekuasaan agar menuntaskan masa jabatannya dengan aman. Alhasil, ia mengakomodasi banyak pihak, baik kawan maupun lawan, untuk bekerja bersama.
Apalagi, setelah dilantik, AHY memastikan Partai Demokrat tak akan berpartisipasi dalam penggalangan hak interplasi ataupun hak angket terkait kecurangan Pemilu 2024 di DPR.
Konflik berkelanjutan
Selain soal Moeldoko, dilantiknya AHY sebagai anggota kabinet Presiden Jokowi juga menandai bergabungnya Partai Demokrat ke koalisi pemerintahan yang pendukung utamanya adalah PDI Perjuangan.
Presiden ke-6 RI sekaligus Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama lebih dari satu dekade ini mengalami pasang-surut hubungan dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Hubungan dua tokoh ini memanas setelah SBY yang menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) dalam Kabinet Gotong Royong Presiden Megawati mundur untuk berkontestasi dalam Pilpres 2004.
Dalam kontestasi tersebut, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla berhadapan dengan Megawati dan Hasyim Muzadi. SBY dan Jusuf Kalla berhasil mengalahkan rivalnya.
Persaingan ini masih berlanjut hingga Pemilu 2009 ketika Megawati bersama Prabowo Subianto bersaing dengan SBY dan Boediono. Hasilnya sama, SBY memenangkan pemilu tersebut. Alhasil, dua periode berturut-turut SBY menjadi Presiden Indonesia.
Perebutan kekuasaan itu lantas mengakibatkan panas-dingin hubungan Megawati dan SBY hingga kini. Ketika Presiden Jokowi berhasil meraih kemenangan sejak 2014, Demokrat pun menjadi oposisi.
Apalagi, pilihan Demokrat di luar pemerintahan Jokowi tentu saja bukan karena mereka murni ingin beroposisi. Dengan dukungan utama PDI-P, Presiden Jokowi tentu tak leluasa mengajak kader Partai Demokrat, di saat hubungan Megawati dengan SBY tak dapat dibilang baik-baik saja.
Saat ini, ketika Presiden Jokowi justru ”berseberangan” dengan Megawati dan PDI-P di Pilpres 2024, jalan Partai Demokrat masuk ke pemerintahan tentu saja lancar. Seperti diketahui, Presiden Jokowi mendukung pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Prabowo adalah Ketua Umum Partai Gerindra, sementara Gibran adalah putra sulung Jokowi.
Presiden Jokowi justru tak mendukung pasangan capres-cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang diusung oleh PDI-P.
Meski demikian, pelantikan AHY hari ini, selain menandai cairnya Kabinet Indonesia Maju, sekaligus menegaskan hubungan Presiden Jokowi dengan Megawati memang panas seusai Pilpres 2024.
”Kalau Demokrat masuk pemerintahan, PDI-P dianggap di luar (kelompok) meski ada di kabinet. Ini menegaskan bahwa perlawanan Jokowi kepada Megawati secara terang-terangan,” ujar Ujang.
Baca juga: Beri Kursi Menteri ke AHY, Jokowi Butuh Demokrat di Akhir Masa Jabatan
Naiknya AHY sebagai Menteri ATR/BPN menuntaskan ”puasa” Partai Demokrat dari kursi kekuasaan. Keputusan Jokowi ini merupakan kompensasi bagi Demokrat setelah cukup berkeringat memenangkan pasangan calon nomor urut 2. Komitmen serius ditunjukkan juga oleh SBY yang rela turun gunung.
”Jokowi ingin melebarkan hubungan ke pihak-pihak yang selama ini belum disentuh, terutama Demokrat yang masih belum utuh mendukung Jokowi. Dukungan ini penting untuk memperkokoh manuver-manuver ke depan,” kata Firman.
Berbeda dengan Hadi, AHY dianggap lebih menguntungkan karena memiliki basis masa politik. Sebab, AHY memiliki partai dan basis dukungan.
Membendung hak angket
Langkah Jokowi dinilai untuk membangun kekuatan di parlemen, termasuk membendung keinginan partai-partai pendukung Ganjar Pranowo untuk menggulirkan hak angket. Upaya itu bisa dicegah dengan menambah kekuatan koalisi pemerintahan Jokowi.
AHY mengatakan, Partai Demokrat tak akan terjebak dalam isu-isu yang mengganggu pemerintah. Ia bersama Partai Demokrat akan disipilin sesuai kebijakan partai dan mengawal pemerintahan Presiden Jokowi hingga tuntas.
”Walau sekarang masih penghitungan sementara, bisa terbaca siapa yang jadi pemenang pemilu. Walau kita menghormati (proses) dengan tuntas secara formal dan jelas, kita harus melihat ke depan. Saya tak mau terjebak karut-marut dalam isu semacam itu karena banyak pekerjaan yang harus dilakukan,” tutur AHY.
”Tambahan Demokrat menjadi penting dengan dilantiknya AHY. Senang tak senang, (Demokrat) akan habis-habisan bela Jokowi dan pasti akan tolak hak angket itu,” kata Ujang.
Sebelumnya, Ganjar menilai ada kecurangan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Ia mendorong partai politik pengusungnya, PDI-P dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), mengusulkan hak angket di DPR untuk menyelidiki dugaan ini. Hal ini menjadi upaya untuk meminta pertanggungjawaban Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu terhadap penyelenggaraan Pilpres 2024 yang sarat kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif.
”Jika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tak siap dengan hak angket, saya mendorong penggunaan hak interpelasi DPR untuk mengkritisi kecurangan pada Pilpres 2024,” kata Ganjar (Kompas.id, 19/2/2024).
Baca juga: Ganjar Dorong DPR Gunakan Hak Angket Dugaan Kecurangan Pilpres