Kejagung Masih Kembangkan Kasus Korupsi Jalur Kereta Besitang-Langsa
Terjadi pengalihan jalur dari perencanaan awal serta tak ada penetapan trase jalur kereta oleh Kementerian Perhubungan.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung masih terus mengembangkan penanganan dugaan korupsi pembangunan jalur kereta Besitang, Sumatera Utara-Langsa, Aceh, tahun 2017-2023. Kasus ini menimbulkan kerugian negara hingga Rp 1,3 triliun.
Tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ini. Sebanyak lima orang di antaranya dari Balai Teknik Perkeretaapian Medan, dan dua orang lainnya dari pihak swasta.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana, Kamis (8/2/2024), mengatakan, belum ada tersangka baru dalam kasus korupsi pembangunan jalur kereta Besitang-Langsa. “Belum Mas, kalau ada pasti kami rilis. Masih terus kami kembangkan,” ujarnya melalui Whatsapp.
Tujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka masing-masing Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan 2017-2018 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran berinisial AGP, Pejabat Pembuat Komitmen AAS dan HH, dan Ketua Kelompok Kerja Pengadaan Konstruksi 2017 RMY. Selain itu, tersangka dari pihak swasta ada AG selaku Direktur PT DYG dan FG selaku pemilik PT TPMJ.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan enam orang sebagai terangka kasus dugaan korupsi jalur kereta tersebut. Kasus terjadi karena pemindahan jalur tanpa adanya kajian terlebih dahulu. Akibatnya, negara pun dirugikan. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Kuntadi, Jumat (19/2/2024) lalu, menyebutkan, dalam kasus ini tak tertutup kemungkinan tersangka bertambah (Kompas, 20/1/2024)
Tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ini. Sebanyak 5 orang di antaranya dari Balai Teknik Perkeretaapian Medan dan 2 orang lainnya dari pihak swasta.
Satu saksi diperiksa lagi
Selasa (6/2/2024) lalu, Kejagung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus memeriksa satu saksi. Saksi yang dimaksud VM Kepala Seksi Jembatan Wilayah 2 Direktorat Jenderal Perkeretaapian tahun 2018.
Menurut Ketut, pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara yang dimaksud.
Proyek-proyek ini bisa dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, proyek strategis nasional (PSN). Memang banyak sekali korupsi di proyek strategis nasional, kenapa? Karena ada target waktu yang tidak realistis, yakni dipaksakan dalam jangka waktu tertentu.
Kasus korupsi Besitang-Langsa berawal dari proyek pembangunan jalur kereta. Namun, penentuan jalur tidak dilakukan berdasarkan kajian kelayakan. Selain itu, terjadi pengalihan jalur dari perencanaan awal serta tidak ada penetapan trase jalur kereta oleh Kementerian Perhubungan.
Proyek tersebut juga dipecah menjadi beberapa paket pekerjaan agar pelaksanaan lelang dapat dikendalikan. Artinya, pemenang lelang dapat diatur.
Dihubungi secara terpisah, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman mengatakan, ada beberapa kasus terkait proyek jalur kereta api, misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi menangani di Jawa Tengah, sedangkan Kejagung di Besitang-Langsa. Ada juga yang berada di Sulawesi.
”Proyek-proyek ini bisa dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, proyek strategis nasional (PSN). Memang banyak sekali korupsi di proyek strategis nasional, kenapa? Karena ada target waktu yang tidak realistis, yakni dipaksakan dalam jangka waktu tertentu,” ujarnya.
Kedua, menurut Zaenur, PSN ditetapkan secara sepihak oleh pemerintah pusat tanpa ada partisipasi dari masyarakat ataupun pemerintah daerah dilihat dari sisi kebutuhan.
Karena tidak sesuai kebutuhan, PSN itu kemudian berasal dari kepentingan elite pemodal ataupun birokarasi dan politik sehingga banyak terjadi persekongkolan jahat, tidak melalui feasibility study, dan mengakibatkan kerugian dan kegagalan.
Mengenai modelnya, Zaenur menjelaskan bahwa korupsi selalu melibatkan aktor penyelenggara negara dan pemodal. Selalu ada kelompok pengusaha yang punya jalur ke politisi dan mereka sepertinya berjejaring.
”Semacam dikapling-kapling untuk pembagian, siapa mengerjakan apa? Jadi penting bagi penegak hukum untuk melakukan pengawasan, memberi perhatian lebih pada proyek-proyek PSN,” tuturnya.
Oleh karena itu, penegak hukum harus bisa memetakan aktor dalam PSN dan melihat adanya persekongkolan jahat. Ini tak hanya di bidang perkeretaapian, tetapi juga di PSN lainnya yang sangat rawan terhadap korupsi.
”Juga tidak lepas dari konflik dengan masyarakat. Dan, belum tentu proyek itu dibutuhkan oleh masyarakat untuk kebutuhan pembangunan ekonomi. Banyak yang diduga proyek diadakan untuk elite pemodal,” pungkasnya.