KPK Didorong Terbitkan Sprindik Baru untuk Kasus Mantan Wamenkumham
Karena putusan praperadilan tak bisa diajukan banding, KPK perlu terbitkan sprindik buat menyidik mantan Wamenkumham.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pihak mendorong agar Komisi Pemberantasan Korupsi memulai kembali penyidikan terhadap mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward OS Hiariej terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi. Dorongan itu berangkat dari putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyatakan bahwa penetapan tersangka oleh KPK terhadap Edward tidak sah karena alat bukti yang digunakan tidak sah.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka kasus penerimaan suap dan gratifikasi. Setelah gugatan praperadilannya dikabulkan oleh hakim, Edward dibebaskan dari segala sangkaan.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Diky Anandya, Rabu (31/1/2024), mengatakan, karena putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding, maka ICW mendorong agar KPK segera menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk dapat menetapkan kembali Edward atau Eddy sebagai tersangka.
ICW mendorong agar KPK segera menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk dapat menetapkan kembali Edward atau Eddy sebagai tersangka.
Hal tersebut dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2016. Perma menyebut bahwa sah atau tidaknya penetapan tersangka, tidak menggugurkan tindak pidana. Kewenangan penyidik untuk menetapkan kembali seseorang sebagai tersangka dengan sedikitnya dua alat bukti baru.
Selain perma, ada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XV/2017 yang juga memungkinkan penegak hukum menggunakan alat bukti yang pernah dipakai pada perkara sebelumnya dengan catatan alat bukti tersebut harus disempurnakan.
Norma tersebut pernah diterapkan KPK saat menangani bekas Ketua DPR Setya Novanto terkait dengan korupsi KTP elektronik. Saat itu, pada 2017, setelah Hakim Cepi Iskandar mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan Novanto dan menggugurkan status tersangka.
”Saat itu KPK menerbitkan sprindik baru untuk dapat menetapkan kembali Setya Novanto sebagai tersangka,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Hal senada disampaikan Ketua Pusat Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya, Malang, Fachrizal Afandi. Dihubungi dari Jakarta, Fachrizal mengatakan, jika KPK yakin bahwa Eddy bersalah, KPK bisa mengeluarkan sprindik baru. Secara prosedur, membuat sprindik baru dimungkinkan.
Namun, kata Fachrizal, melihat pengalaman-pengalaman sebelumnya, baik di kejaksaan, KPK, maupun kepolisian, saat kalah dalam praperadilan mereka biasanya mengeluarkan sprindik baru. Melakukan penyelidikan dan penyidikan lagi dari awal atas kasus yang sama dengan bukti berbeda karena bukti yang ada sudah dianggap tidak absah untuk penetapan tersangka.
Fachrizal mengaku belum membaca putusan praperadilan Eddy secara utuh. Namun, dengan membaca berita di media massa, hakim membatalkan penetapan tersangka oleh KPK, dasarnya bahwa penetapan tersangka itu tidak sah.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, juga mendesak KPK memulai kembali penyidikan secara benar. Langkah itu dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kesalahan KPK. MAKI menilai penetapan tersangka dan berita acara yang masih dalam tahap penyelidikan merupakan kesalahan KPK dari sisi asas formalitas.
”Artinya, jika penyidikan kembali dilakukan, akan ada penetapan tersangka kembali terhadap Eddy Hiariej. Meski, nantinya si tersangka bisa mengajukan praperadilan kembali,” ujarnya.
Boyamin Saiman juga mendesak KPK memulai kembali penyidikan secara benar.
MAKI juga berencana mencabut praperadilan yang mereka ajukan dengan termohon KPK. Menurut Boyamin, permohonan itu dicabut karena obyeknya sudah hilang setelah praperadilan. Sebelumnya, MAKI mengajukan gugatan lantaran KPK tidak segera menahan Eddy Hiariej. Adapun tersangka yang diduga memberi suap, Helmut Hermawan, telah ditahan.
”Karena tidak ada obyeknya, maka tidak ada relevansinya kalau saya teruskan,” ujar Boyamin yang menghormati putusan hakim PN Jaksel yang mengabulkan gugatan praperadilan Eddy.
Jika melihat pertimbangan hakim, katanya, wajar jika permohonan itu diterima karena menyangkut dasar berita acara yang masih tahap penyelidikan.