Kasus Tata Niaga Timah Diperkirakan Rugikan Negara Ratusan Triliun Rupiah
Selain dugaan pelanggaran hukum, kerugian timbul karena kerusakan lingkungan yang terjadi dalam jangka waktu lama.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 yang tengah disidik Kejaksaan Agung diduga merugikan negara hingga ratusan triliunan rupiah. Kerugian tersebut mencakup kerugian keuangan dan kerugian perekonomian negara akibat kerusakan lingkungan.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah, Senin (8/1/2024), menyampaikan, pihaknya menurunkan banyak personel untuk menyidik kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk. Kasus yang diduga terjadi pada kurun 2015-2022 tersebut diperkirakan merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Kerugian dalam kasus dugaan korupsi di IUP PT Timah Tbk tersebut mencakup kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. Selain karena dugaan pelanggaran hukum, kerugian timbul karena kerusakan lingkungan yang terjadi dalam jangka waktu cukup lama. Namun, Febrie menolak menyebut nominal perkiraan kerugian dan hanya mengatakan bahwa mencapai triliunan.
”Diperkirakan kalau biaya reklamasi (cek) itu besar sekali, lebih dari itulah,” ujar Febrie.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah
Kasus ini terkait dengan kerja sama antara PT Timah Tbk dan pihak swasta yang diduga dilakukan secara ilegal. Kerja sama tersebut menghasilkan timah yang diduga dibeli kembali oleh PT Timah Tbk secara melawan hukum sehingga menimbulkan kerugian negara. Untuk penghitungan kerugian negara, penyidik bekerja sama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Menurut Febrie, perhitungan kerugian negara tersebut sudah dimulai oleh BPKP. Namun, pihak yang harus menanggung kerugian hingga saat ini masih belum diketahui, yakni antara PT Timah Tbk atau pihak swasta. Untuk itu, pendalaman kasus melalui pemeriksaan saksi masih terus dilakukan.
Terkait kerugian negara dalam kasus tersebut, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan, indikasi kerugian tersebut mencapai puluhan triliun, bahkan ratusan triliun rupiah. Sebab, penyidik tidak hanya menghitung kerugian keuangan negara, tetapi juga perekonomian negara. ”Indikasinya ke sana. Kerugian perekonomiannya juga masuk, termasuk kerugian kerusakan alamnya,” ujar Kuntadi.
Kerugian perekonomian tersebut terjadi karena pada dasarnya kekayaan alam adalah milik negara. Ketika pengambilan kekayaan tersebut dilakukan secara tidak sah serta menimbulkan kerusakan alam, maka keduanya harus diperhitungkan sebagai kerugian negara. Kuntadi menolak menyebutkan jumlah lokasi atau wilayah yang IUP-nya bermasalah. Namun, ia memastikan bahwa itu terjadi di banyak lokasi.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, pada Senin (8/1), penyidik memeriksa delapan saksi dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk. Dari delapan saksi yang diperiksa, dua di antaranya merupakan mantan direksi PT Timah Tbk.
Saksi tersebut adalah EA, selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018; AP, selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk tahun 2020; EZS, selaku Staf Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk; dan AUB, selaku Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk/Kepala Divisi Keuangan PT Timah Tbk.
Empat saksi lainnya berasal dari pihak swasta, yakni MG, selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa; R, selaku pegawai PT Tinindo Inter Nusa, Kawasan Industri Ketapang; TA, selaku pemilik CV Venus Inti Permata; serta RI, selaku Direktur Utama PT Sariwiguna Binasentosa. ”Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut,” kata Ketut.