Pembangunan Portal Data Nasional Terkendala Instansi Pemerintah yang "Posesif"
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyampaikan, portal layanan digital nasional atau GovTech tidak mudah diwujudkan karena sejumlah kementerian dan lembaga enggan membagikan data yang mereka miliki.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·3 menit baca
.
JAKARTA, KOMPAS – Rencana pemerintah membuat satu data Indonesia menghadapi jalan terjal karena terdapat sejumlah kementerian dan lembaga yang enggan membagikan data. Padahal, data gabungan dari setiap instansi pemerintah dibutuhkan untuk membuat layanan digital terpadu.
Kendala untuk mewujudkan layanan digital terpadu itu terungkap dalam pertemuan antara Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Abdullah Azwar Anas dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa di Jakarta, Kamis (4/1/2024). Pertemuan digelar dalam rangka koordinasi menjelang peluncuran portal layanan digital nasional, yang dikenal dengan nama Government Technology (GovTech).
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Abdullah Azwar Anas mengatakan, pemerintah sudah berbagi tugas dalam menjalankan amanat Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 82 Tahun 2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bertanggung jawab membangun rencana tampilan portal layanan digital nasional, Kementerian PPN/Bappenas bertugas memfasilitasi pertukaran data antarkementerian dan lembaga, serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengurusi transformasi identitas digital dan integrasi data kepegawaian.
Abdullah Azwar Anas
Menurut Anas, pemerintah memasang target jangka pendek adalah meluncurkan sembilan layanan digital prioritas pemerintah. Kesembilan layanan prioritas itu adalah transformasi identitas digital, platform pertukaran data, dan pembayaran digital. Fokus prioritas lainnya adalah pelayanan publik portal satu data, portal administrasi pemerintahan, pembuatan surat izin mengemudi secara daring, bantuan sosial di Kementerian Sosial, sistem layanan kesehatan di Kementerian Kesehatan, serta sistem layanan pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Dalam waktu dekat portal nasional sebagai layanan terintegrasi ini akan diluncurkan oleh pemerintah.
Menurut Suharso, pembuatan portal layanan digital nasional tak mudah diwujudkan karena terdapat sejumlah kementerian dan lembaga ”posesif”, enggan membagikan datanya untuk diakses sebagai layanan terintegrasi.
”Pertama, data tidak cepat. Kalaupun ada data, tidak di-share. Saya usul agar kementerian yang datanya dikekepi(disimpan sendiri) diundang saja. Datanya ada, tetapi mereka kekepi. Posesifnya tinggi sekali,” ujar Suharso.
Pembuatan portal layanan digital nasional tak mudah diwujudkan karena terdapat sejumlah kementerian dan lembaga ”posesif ”, enggan membagikan datanya untuk diakses sebagai layanan terintegrasi.
Suharso sudah meminta data kepada sejumlah kementerian dan lembaga untuk diverifikasi. Namun, belum semua mau menyampaikan informasi yang dibutuhkan.
Ia juga menyebutkan, saat ini hanya 30 persen dari kemampuan maksimal 40.000 terabita dalam pusat data nasional yang sudah termanfaatkan dengan baik. ”Kendala bukan di pusat data, tapi kementerian, kembaga, dan (pemerintah) daerah yang masih rendah memanfaatkanya,” ujar Suharso.
Oleh karena itu, ia berharap dengan adanya ketetapan sembilan layanan digital prioritas, instansi terkait dapat membuka data yang termasuk prioritas pemerintah.
Aplikasi
Berdasarkan pemaparan Suharso, saat ini terdapat 27.400 aplikasi dengan 27.400 database yang tidak terintegrasi. Selain itu, tidak ada sumber data yang menjadi referensi utama bagi kementerian, lembaga, dan daerah karena masing-masing mempunyai data sendiri yang disusun dengan metodologi berbeda.
Penerapan Kebijakan di lapangan juga sering jadi polemik. Terkait bantuan sosial, misalnya, masih ada masyarakat yang menerima meskipun tidak termasuk dalam kategori miskin, tidak mampu, dan/atau penyandang masalah kesejahteraan sosial.
”Kalau sudah terbiasa menerima, begitu bantuan sosial dicabut dia marah. Ada juga yang sudah melapor tidak termasuk masyarakat miskin, tetapi tetap menerima (bantuan) karena datanya tidak berubah selama bertahun-tahun,” kata Suharso.
Menurut Anas, masih ada perbedaan paradigma dalam memandang pertukaran data ini. Selain itu terdapat kekhawatiran pertukaran data ini tidak aman, rentan, dan dapat menunjukkan masalah di masa lalu. Padahal, sebenarnya, data tetap berada di kementerian dan lembaga terkait. ”Saat ini pemerintah membangun sistem ’connecting door’ otomatis agar data tersebut saling terhubung sehingga layanan publik baik,” ujarnya.
Ia berharap, dengan adanya portal layanan digital nasional, tata kelola data semakin baik, kepercayaan terhadap keamanan data semakin tinggi, dan masyarakat dapat menikmati layanan dari data yang saling tertukar dengan baik itu.