Beralasan Hanya Punya Waktu Dua Hari, Hakim Tunda Vonis Rafael Alun
Sidang putusan Rafael Alun Trisambodo ditunda hingga Senin (8/1/2024). Majelis hakim menundanya karena hanya memiliki waktu dua hari untuk membaca berkas dari penuntut umum dan penasihat hukum dalam menyusun putusan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
Terdakwa kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Rafael Alun Trisambodo, menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/1/2024). Majelis hakim menunda putusan terhadap mantan bekas dirjen pajak itu karena belum merampungkan berkas putusan.
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim yang diketuai Suparman Nyompa menunda sidang pembacaan putusan bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, terdakwa penerimaan gratifikasi Rp 18,9 miliar dari wajib pajak dalam sidang yang digelar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (4/1/2024). Mereka beralasan karena hanya memiliki waktu dua hari untuk menyusun putusan.
Sidang awalnya direncanakan dimulai pukul 13.00 WIB, tetapi ditunda hingga pukul 14.30 WIB. Sekitar setengah jam kemudian, Rafael memasuki ruang sidang. Penasihat hukum Rafael dan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menunggu di ruang sidang sejak pagi.
Ketua majelis hakim Suparman Nyompa membuka sidang dengan mengatakan bahwa mereka sudah bekerja maksimal, tetapi belum selesai menyusun putusan. “Karena waktu kami ternyata tidak cukup dua hari ya. Kami kan hanya mendapat waktu dua hari membaca berkas dari penuntut umum, dari penasihat hukum,” kata Suparman.
Ia menjelaskan, majelis hakim harus membaca dan mempelajari semua berkas untuk menyusun putusan. Karena itu, majelis hakim harus menunda pembacaan putusan pada Senin (8/1/2024) karena membutuhkan waktu untuk menguraikan semua fakta yang diajukan kedua belah pihak.
Suparman mengaku tidak mampu menyelesaikan putusan tersebut meskipun sudah berusaha. Sebab, ruang lingkup materi perkara Rafael cukup luas. Selain itu, ia mengaku harus menangani perkara perdata dengan tergugat Presiden. Namun, Suparman tidak menjelaskan perkara perdata tersebut lebih lanjut.
Di akhir sidang, Suparman mempersilakan Rafael kembali ke tahanan. Ia juga memohon maaf kepada pengunjung sidang yang sudah menunggu dari pagi.
Seusai sidang ditutup, Rafael langsung meninggalkan ruang sidang tanpa mau menjawab pertanyaan wartawan. Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) KPK Wawan Yunarwanto mengatakan, pihaknya sudah berpikir mengapa majelis hakim menunda sidang putusan hanya dua hari sejak sidang duplik karena normalnya sidang ditunda selama tujuh hari. Namun, ternyata majelis hakim belum siap.
Suparman mengaku tidak mampu menyelesaikan putusan tersebut meskipun sudah berusaha. Sebab, ruang lingkup materi perkara Rafael cukup luas.
Dituntut 14 tahun penjara
Sebelumnya, JPU KPK menuntut Rafael hukuman penjara selama 14 tahun. Rafael diduga menerima gratifikasi Rp 18,9 miliar dari wajib pajak sejak menjabat pemeriksa pajak 2001 hingga Kepala Bagian Umum Kanwil Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Selatan, pada 2023. JPU meyakini gratifikasi yang diterima Rafael nilainya lebih dari jumlah yang tercatat karena Rafael melakukan tindak pidana pencucian uang hingga Rp 106 miliar.
Selain hukuman pidana penjara, Rafael juga dituntut pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan. JPU juga menuntut Rafel dengan pidana tambahan, yaitu membayar uang pengganti sebesar Rp 18,9 miliar. Apabila Rafael tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika Rafael tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dijatuhi pidana penjara selama 3 tahun.