Dewas Minta Firli Mundur dan Presiden Bisa Berhentikan secara Tidak Hormat
Dewas KPK menyatakan Firli terbukti bertemu eks Mentan Syahrul Yasin Limpo, beberapa kali. Dewas menyatakan hanya Presiden yang bisa berhentikan Firli secara tidak hormat. Karena itu, putusan Dewas diserahkan ke Presiden
JAKARTA, KOMPAS – Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK menjatuhkan sanksi berat kepada Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri. Firli diminta mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK. Putusan itu akan disampaikan Dewas KPK kepada Presiden. Sebab, pemberhentian tidak hormat hanya bisa dilakukan oleh Presiden.
Dalam sidang putusan yang digelar di Gedung Anti-Corruption Learning Center KPK, Jakarta, Rabu (27/12/2023), Dewas KPK menyatakan, Firli terbukti bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku KPK, salah satunya terbukti melakukan hubungan langsung ataupun tidak langsung terhadap pihak yang beperkara di KPK.
Ketua Dewas KPK sekaligus Ketua Majelis Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan, Firli telah terbukti bersalah dan meyakinkan melanggar kode etik dan pedoman perilaku sebagai insan KPK. Firli terbukti melanggar Pasal 4 Ayat (2) huruf a Pasal 4 Ayat (1) huruf j dan Pasal 8 huruf e Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK.
Firli telah terbukti bersalah dan meyakinkan melanggar kode etik dan pedoman perilaku sebagai insan KPK.
”Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa Firli Bahuri berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK,” kata Tumpak yang didampingi empat anggota Dewas KPK lainnya, yakni Albertina Ho, Syamsuddin Haris, Harjono, dan Indriyanto Seno Adji.
Adapun Firli selaku terperiksa tidak hadir dalam sidang pelanggaran etik tersebut.
Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Tumpak Hatorangan Panggabean saat menyampaikan keterangan pers, Jumat (22/12/2023), di Gedung KPK terkait sidang etik Firli Bahuri.
Sebelumnya, Firli dilaporkan bertemu dengan bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, saat dugaan korupsi di Kementerian Pertanian tengah diusut oleh KPK. Pertemuan itu dibuktikan dalam foto yang menunjukkan Firli yang sedang mengenakan pakaian olahraga bertemu dengan Syahrul.
Foto pertemuan itu juga menjadi salah satu bukti laporan pemerasan atau penerimaan gratifikasi yang diduga dilakukan oleh Firli, dan laporan itu hingga kini ditangani Polda Metro Jaya. Terkait laporan tersebut, Polda Metro Jaya telah menetapkan Firli sebagai tersangka.
Penetapan Firli sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya itu terjadi sekitar sebulan setelah Syahrul ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi di Kementerian Pertanian oleh KPK pada pertengahan Oktober 2023.
Baca Juga: KPK Bersih Harapan Semua
Firli tak mengaku bersalah
Saat membacakan pertimbangannya, Tumpak menyampaikan, hal yang memberatkan Firli dalam penjatuhan sanksi tersebut, yakni Firli tidak mengakui perbuatannya, tidak hadir dalam persidangan kode etik dan kode perilaku tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara sah dan patut serta terdapat kesan berusaha memperlambat jalannya persidangan. Sementara itu, tidak ada hal yang meringankan dalam mengambil keputusan etik tersebut.
”Sebagai Ketua KPK, Firli seharusnya menjadi contoh dan teladan dalam mengimplementasikan kode etik dan kode perilaku. Namun, terperiksa malah melakukan sebaliknya, dan sudah pernah dijatuhi sanksi,” kata Tumpak.
Bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri seusai pemeriksaan dan klarifikasi ke Dewan Pengawas KPK di Gedung Anti-Corruption Learning Center (ACLC) KPK, Jakarta, Selasa (5/12/2023).
Adapun sanksi yang pernah dijatuhkan kepada Firli, seperti disampaikan Tumpak, adalah terkait penggunaan fasilitas helikopter untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan, dan sebaliknya, serta dari Palembang ke Jakarta pada 20 dan 21 Juni 2020. Saat itu, Firli dinyatakan terbukti menggunakan fasilitas tersebut, dan dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis II. Perkara etik itu berangkat dari laporan bahwa ada dugaan Firli menikmati potongan harga cukup besar untuk sewa helikopter yang bisa memakan biaya ratusan juta rupiah, tetapi Firli hanya dikenai biaya Rp 28 juta.
Terkait dengan perkara etiknya kali ini, Dewas KPK juga menyatakan bahwa Firli terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan hubungan langsung ataupun tidak langsung dengan mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo yang pekaranya sedang ditangani KPK. Anggota Dewas KPK, Albertina Ho menyampaikan, Syahrul merupakan tersangka dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian. Selain itu, Firli terbukti tidak memberitahukan kepada sesama pimpinan mengenai pertemuan dengan Syahrul.
Dewas KPK kemudian merinci bahwa pertemuan Firli dengan Syahrul terjadi tiga kali.
Pertemuan tiga kali
Dewas KPK kemudian merinci bahwa pertemuan Firli dengan Syahrul terjadi tiga kali, masing-masing pada 12 Februari 2021 di rumah sewa di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan. Kemudian pertemuan kedua pada 23 Mei 2021 di rumah Firli di Bekasi, Jawa Barat. Pertemuan ketiga terjadi di GOR Tangki, Mangga Besar, Jakarta. Kemudian, Dewas juga mengungkap komunikasi Firli dengan Syahrul yakni pada 23 Mei 2021, Juni 2021, Oktober 2021, Desember 2021 dan Juni 2022.
Pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku lainnya, yakni ketidakjujuran Firli dalam pengisian Laporan Harta Penyelenggara Negara (LHKPN), dan penyewaan rumah di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan.
Indriyanto Seno Adji menambahkan, Firli tidak jujur mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari 2020-2022. Firli tidak melaporkan tujuh aset atas nama istrinya, Ardina Safitri dalam LHKPN. Aset-aset itu terdiri dari satu apartemen dan enam bidang tanah. Dewas juga menyatakan Firli tidak melaporkan kepemilikan uang asing dalam bentuk tunai. Uang itu berjumlah sekitar Rp 7,8 miliar.
Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Tumpak Hatorangan Panggabean (tengah) memberikan penjelasan kepada wartawan terkait kesimpulan Dewas untuk melanjutkan kasus Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri ke persidangan kode etik, Jumat (8/12/2023) di Jakarta.
Selain itu, Firli juga tidak melaporkan pembayaran sewa rumah di Jalan Kertanegara Nomor 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Rumah itu telah disewa selama tiga tahun dengan biaya Rp 645 juta per tahun. Harjono mengatakan, Firli menyewa rumah tersebut untuk tempat singgah dirinya dan juga anak serta keluarganya.
Dalam konferensi pers seusai sidang, Tumpak menegaskan, sanksi berat dengan meminta Firli mengundurkan diri dari Pimpinan KPK sudah sesuai dengan aturan, yakni Pasal 10 Ayat (4) huruf b Peraturan Dewan Pengawas No 3/2021. Ketika dijatuhi sanksi berat hanya ada dua opsi sanksi yang dijatuhkan, yakni berupa pemotongan penghasilan sebanyak 40 persen selama satu tahun atau meminta yang bersangkutan mengundurkan diri.
Menurut Tumpak, pemberhentian tidak hormat hanya bisa dilakukan oleh Presiden. Karena itu, hasil putusan sidang etik juga akan dikirimkan kepada Presiden sebagai rekomendasi.
Baca Juga: Firli Kembali Ajukan Surat Pengunduran Diri
Pemberhentian tidak hormat oleh Presiden
Menurut Tumpak, pemberhentian tidak hormat hanya bisa dilakukan oleh Presiden. Karena itu, hasil putusan sidang etik juga akan dikirimkan kepada Presiden sebagai rekomendasi terkait Firli Bahuri. ”Kenapa kami tidak bisa jatuhkan sanksi tidak hormat dan sebagainya, karena bukan kami yang menjatuhkan pemberhentian itu harus Presiden, dan memang begitu undang-undangnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Firli sudah mengirimkan surat permohonan pemberhentian dari jabatan sebagai ketua KPK yang pada pekan lalu tidak dapat diproses pihak Istana. Penyebabnya, Firli mengajukan pemberhentian, sedangkan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) hanya mengenal pengunduran diri.
Oleh karena itu, Firli kembali mengajukan surat pengunduran diri yang baru kepada Presiden awal pekan ini. Namun, Sekretariat Negara belum dapat memastikan kapan keputusan presiden terkait permohonan itu dapat diterbitkan karena Presiden Jokowi tengah berada di luar Jakarta hingga beberapa hari ke depan (Kompas, 27/12/2023).
Boyamin Saiman Ketua Masyarakat Antikorupsi Indonesia
Secara terpisah, salah satu pelapor, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, putusan etik dengan sanksi berat ini harus menjadi perhatian bagi insan KPK agar tidak melanggar kode etik dan perilaku KPK. Insan KPK harus patuh untuk tidak melakukan pertemuan-pertemuan dengan pihak yang tengah beperkara di KPK.
”Mudah-mudahan KPK ke depan akan lebih baik dan persepsi antikorupsi kita akan naik dari tahun ke tahun,” kata Boyamin.
Boyamin menyayangkan, dalam putusan etik itu Dewas tidak mencantumkan rekomendasi pemberhentian tidak hormat Firli Bahuri kepada Presiden. Ia berharap, Presiden dapat memutuskan pemberhentian tidak hormat kepada Firli karena sudah terbukti melanggar kode etik dan kode perilaku KPK.