logo Kompas.id
Politik & HukumDi Sidang DKPP, KPU Nyatakan...
Iklan

Di Sidang DKPP, KPU Nyatakan Pendaftaran Gibran Sesuai Aturan

Tujuh pimpinan KPU diduga lakukan pelanggaran etika karena menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres. Dalam sidang di DKPP, KPU menyatakan, telah membuat kebijakan sesuai perundang-undangan.

Oleh
IQBAL BASYARI
· 3 menit baca
Ketua Majelis Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Heddy Lugito (tengah) memukul palu saat sidang putusan etik atas pernyataan Ketua KPU terkait sistem penyelenggaraan Pemilu 2024 di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta, Kamis (30/3/2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Ketua Majelis Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Heddy Lugito (tengah) memukul palu saat sidang putusan etik atas pernyataan Ketua KPU terkait sistem penyelenggaraan Pemilu 2024 di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta, Kamis (30/3/2023).

JAKARTA, KOMPAS — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik dengan teradu tujuh pimpinan Komisi Pemilihan Umum, di Kantor DKPP, Jakarta, Jumat (22/12/2023). Para pimpinan KPU diadukan melanggar kode etik karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden.

Atas aduan tersebut, KPU menegaskan penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden telah sesuai dengan perundang-undangan. Penerimaan pendaftaran saat tetap sah meskipun Peraturan KPU tentang pencalonan presiden dan wakil presiden belum direvisi karena putusan Mahkamah Konstitusi berlaku sejak diucapkan.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Ketujuh pimpinan KPU diadukan oleh Demas Brian Wicaksono (perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023), Iman Munandar B (perkara nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), PH Hariyanto (perkara Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (perkara nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023). Para pengadu mendalilkan KPU melanggar kode etik penyelenggara pemilu karena telah menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal cawapres pada 25 Oktober 2023.

Baca Juga: Ketua MK Diberhentikan, Gibran: Kita Hormati Keputusan

Belum merevisi PKPU

Menurut pengadu, tindakan KPU yang menerima pendaftaran hingga menetapkan Gibran sebagai cawapres tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebab, KPU belum merevisi Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Dengan demikian, pendaftaran Gibran seharusnya tidak diterima karena aturan di PKPU No 19/2023 masih mengatur syarat calon berusia minimal 40 tahun.

Suasana saat prosesi pendaftaran pasangan bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka melakukan pendaftaran Pemilihan Presiden 2024 di Ruang Sidang Utama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (25/10/2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Suasana saat prosesi pendaftaran pasangan bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka melakukan pendaftaran Pemilihan Presiden 2024 di Ruang Sidang Utama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (25/10/2023).

Salah satu kuasa hukum pengadu, Patra M Zein, mengatakan, KPU seharusnya mengubah PKPU No 19/2023 sebelum menerima pendaftaran Gibran. Menurut dia, putusan Mahkamah Konstitusi belum bisa dilaksanakan jika aturan pelaksana, yakni PKPU belum direvisi. Revisi PKPU yang dilakukan setelah penerimaan pendaftaran seharusnya baru bisa diberlakukan di Pemilu 2029.

Iklan

Selain itu, ia mencontohkan dua putusan MK yang dilaksanakan KPU setelah merevisi PKPU. Pada putusan MK mengenai penggunaan surat keterangan untuk mencoblos di Pemilu 2019, KPU merevisi PKPU baru melaksanakan putusan tersebut. Putusan lain ketika MK memutuskan pemilih yang belum masuk di daftar pemilih tetap bisa menggunakan hak pilihnya di pemilihan kepala daerah dengan menggunakan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).

Tindakan KPU menerima, memeriksa, dan menetapkan Gibran sebagai cawapres sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

”Kami mohon kepada majelis pemeriksa memberhentikan seluruh anggota KPU secara permanen karena kami tidak melihat kelayakan secara etik,” ujar Patra.

Anggota KPU, Mochammad Afifuddin, mengatakan, tindakan KPU menerima, memeriksa, dan menetapkan Gibran sebagai cawapres sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebab, putusan MK mulai berlaku setelah dibacakan. KPU juga sudah memberikan surat dinas kepada parpol untuk memedomani putusan MK tersebut. Selain itu, KPU juga merevisi PKPU 19/2023 menjadi PKPU 23/2023 sesuai prosedur.

Pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka saat menandatangani Deklarasi Kampanye Pemilu Damai Tahun 2024 di halaman Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, yang ikuti para pasangan capres dan cawapres peserta Pemilu 2024, Senin (27/11/2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka saat menandatangani Deklarasi Kampanye Pemilu Damai Tahun 2024 di halaman Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, yang ikuti para pasangan capres dan cawapres peserta Pemilu 2024, Senin (27/11/2023).

Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan, putusan MK bersifat final, yakni langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh. Oleh karena itu, langkah pertama yang dilakukan KPU adalah menyampaikan informasi tersebut kepada parpol. Sebab yang bisa mendaftarkan pasangan capres-cawapres adalah parpol.

”Putusan MK berlaku sejak diucapkan sehingga ada perubahan norma sejak putusan MK dibacakan, dan yang akan akan memenuhi persyaratan tersebut adalah parpol,” katanya.

Baca Juga: Pamor Mahkamah Konstitusi Dipertaruhkan

Langsung alami perubahan

Lebih jauh, KPU memahami jika ada perubahan norma di undang-undang karena ada putusan MK, maka salah satu konsekuensinya adalah norma sebagaimana yang dimuat di PKPU yang substansinya sama dengan norma yang ada di UU pemilu. Oleh karena itu, secara substantif begitu putusan MK yang membatalkan atau menyatakan tidak konstitusional norma yang ada di UU pemilu, maka pada saat itu juga secara substantif norma yang ada di PKPU juga mengalami perubahan.

Secara formal untuk menempuh hal itu dilakukan melalui perubahan tekstual PKPU. Adapun prosedur yang dilakukan melalui rapat konsultasi dengar pendapat dengan DPR dan Pemerintah. ”Namun pada pengucapan putusan MK, DPR sedang reses, tetapi KPU tetap berupaya menyampaikan surat permohonan konsultasi terhadap perubahan norma di PKPU,” tuturnya.

Ketua Majelis Pemeriksa Heddy Lugito mengatakan, sidang berikutnya diagendakan mendengarkan keterangan pihak terkait, keterangan saksi, dan pendalaman materi-materi persidangan. Waktu persidangan akan segera diberitahukan kepada seluruh pihak.

Editor:
MADINA NUSRAT
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000