Ihwal Kasus Setya Novanto, Presiden: Untuk Kepentingan Apa Diramaikan?
”Pak Setya Novanto juga sudah dihukum, divonis dihukum berat, 15 tahun. Terus untuk apa diramaikan itu? Kepentingan apa?” kata Presiden Jokowi mempertanyakan informasi adanya intervensi dalam kasus KTP-el.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, NINA SUSILO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo buka suara menanggapi dugaan intervensi dalam penanganan perkara korupsi pengadaan proyek kartu tanda penduduk elektronik atau KTP-el yang melibatkan bekas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto. Presiden mempertanyakan, ada kepentingan apa di balik maraknya pembahasan informasi yang disampaikan oleh mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo tersebut. Sebab, Novanto juga sudah menjalani proses hukum sejak kasusnya ditangani pada 2017.
Presiden menuturkan, ia meminta Novanto yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek KTP-el pada November 2017 untuk mengikuti proses hukum yang ada. ”Pertama, coba dilihat. Dilihat di berita-berita tahun 2017, di bulan November. Saya sampaikan saat itu, ’Pak Novanto, Pak Setya Novanto, ikuti proses hukum yang ada.’ Jelas. Berita itu ada semuanya,” kata Presiden Jokowi saat menjawab pertanyaan awak media di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Senin (4/12/2023).
Selain itu, proses hukum sudah berjalan. ”Pak Setya Novanto juga sudah dihukum, divonis dihukum berat, 15 tahun. Terus untuk apa diramaikan itu? Kepentingan apa diramaikan itu? Untuk kepentingan apa?” kata Presiden mempertanyakan.
Novanto memang sudah menjalani proses hukum sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el. Bekas Ketua Umum Partai Golkar itu juga sudah divonis 15 tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan korupsi oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 14 April 2018. Tak hanya itu, majelis hakim juga mencabut hak politik Novanto selama lima tahun.
Presiden mempersilakan semua pihak untuk memastikan ada atau tidaknya pertemuan dengan Agus Rahardjo. ”Saya suruh cek, saya sehari itu berapa puluh pertemuan. Saya suruh cek di Setneg (Sekretariat Negara). Enggak ada. Agenda yang di Setneg, enggak ada. Tolong dicek, dicek lagi aja,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno merasa tidak ingat ada pertemuan antara Presiden Jokowi dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo. Hal yang diketahui Pratikno adalah Presiden Jokowi mendukung berjalannya proses hukum terhadap Ketua DPR Setya Novanto.
Pak Setya Novanto juga sudah dihukum, divonis dihukum berat, 15 tahun. Terus untuk apa diramaikan itu? Kepentingan apa diramaikan itu? Untuk kepentingan apa?
”Perihal pernyataan Pak Agus Rahardjo, mantan Ketua KPK, tentang pertemuan dengan Bapak Presiden Jokowi perihal kasus hukum Pak Setnov (Setya Novanto), saya sama sekali tidak merasa/tidak ingat ada pertemuan tersebut,” kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno secara tertulis melalui aplikasi Whatsapp kepada Kompas, Sabtu (3/12/2023) malam.
Informasi mengenai adanya intervensi Presiden dalam penanganan kasus korupsi KTP-el mengemuka setelah mantan Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkannya dalam acara bincang-bincang Rosi di Kompas TV, Kamis (30/1/2023) malam. Saat dikonfirmasi Kompas pada Jumat (1/12/2023), Agus membenarkan bahwa ia pernah dipanggil Presiden saat KPK menangani perkara korupsi KTP-el.
Namun, saat itu Agus tidak menceritakan kepada siapa pun ihwal permintaan Presiden untuk menghentikan penanganan perkara KTP-el. Para penyidik KPK juga tetap bekerja untuk mengusut perkara korupsi yang kemudian diketahui merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.
Informasi itu pun membuat sejumlah kalangan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertimbangkan untuk menggunakan hak mereka, salah satunya interpelasi. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Nashir Djamil, mengungkapkan peluang parlemen menggunakan hak interpelasi jika ingin mengetahui lebih lanjut soal dugaan intervensi Presiden terhadap pimpinan KPK seperti yang disampaikan Agus Rahardjo.
Namun, Presiden enggan menanggapi wacana penggunaan hak interpelasi oleh anggota DPR itu. ”Enggak mau menanggapi,” jawab Presiden singkat.