Kemenhan Dapat Tambahan Pinjaman Luar Negeri Rp 61,7 Triliun untuk Belanja Alutsista
Penambahan 4 miliar dollar AS atau sekitar Rp 61,7 triliun dinilai tiba-tiba dan dilakukan saat Menhan Prabowo Subianto maju di Pilpres 2024 sehingga bisa menuai kecurigaan publik bahwa uang untuk pemenangan pemilu.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Alokasi belanja alat utama sistem persenjataan atau alutsista yang berasal dari pinjaman luar negeri ditambah hingga mencapai lebih dari 4 miliar dollar AS atau sekitar Rp 61,7 triliun. Penambahan dinilai tiba-tiba dan dilakukan ketika Menteri Pertahanan Prabowo Subianto maju di Pemilihan Presiden 2024 sehingga bisa menuai kecurigaan publik bahwa uang akan digunakan untuk kepentingan pemenangan pemilu.
Pada Selasa (28/11/2023) sore, Prabowo Subianto, Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat tertutup di Istana Kepresidenan Bogor. Dalam rapat yang dipimpin Presiden Joko Widodo itu dibahas soal anggaran untuk pembangunan sistem pertahanan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Sri Mulyani di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (29/11/2023), menjelaskan, pertemuan tersebut membahas belanja alutsista yang menggunakan pinjaman luar negeri.
Alokasi untuk sektor pertahanan keamanan ini terdiri dari dua sumber, yakni APBN dan pinjaman luar negeri. Alokasi belanja sektor pertahanan keamanan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun anggaran 2024 yang dibagikan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu pagi, senilai Rp 331,9 triliun. Sumber lainnya adalah pinjaman luar negeri.
”Untuk (periode) tahun 2020-2024, waktu itu, sudah disetujui Bapak Presiden (alokasi) 20,75 miliar dollar AS. Nah, kemarin, karena ada beberapa perubahan, maka alokasi untuk 2024 menjadi 25 miliar dollar AS. Itu yang kemarin disepakati,” tuturnya kepada wartawan.
Kendati periode rencana strategis (renstra) 2020-2024 mendapat kenaikan alokasi pinjaman luar negeri, alokasi sampai akhir 2034 sesungguhnya tidak berubah. Secara keseluruhan, alokasi belanja alutsista dari pinjaman luar negeri di periode 2020-2034 akan tetap seperti yang pernah diputuskan Presiden Jokowi, yakni 55 miliar dollar AS.
Menurut Sri Mulyani, kenaikan alokasi ini karena adanya kebutuhan sesuai kondisi dan peningkatan dinamika geopolitik dan geosekuriti. Di sisi lain, katanya, hal ini masih sesuai dengan perencanaan dan penganggaran jangka menengah dan panjang.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menilai alokasi ini tidak perlu dipermasalahkan sepanjang sudah diputuskan dalam rapat.
”Ya pasti sudah dihitung, waktu dan jumlahnya pasti sudah dihitung. Kan ada menteri keuangan yang paham itu,” ujarnya.
Dia juga mengaku alutsista yang akan dibeli sudah dibahas.
Peneliti Senior Imparsial, Al Araf, mempertanyakan kenaikan alokasi belanja alutsista dari pinjaman luar negeri yang tiba-tiba dan akan direalisasikan dalam waktu singkat, di pengujung masa kerja Kabinet Indonesia Maju. ”Satu tahun tidak akan memadai untuk memproses belanja alutsista baru. Kalaupun mungkin, hanya untuk membayar alutsista yang sudah dibeli sebelumnya. Apalagi, menteri pertahanannya sudah sibuk dengan agenda kampanye,” tuturnya.
Bila pemerintah serius untuk menaikkan alokasi belanja alutsista di 2024, diperlukan sosok baru sebagai Menhan yang mampu fokus bekerja.
Prabowo Subianto saat ini sudah ditetapkan sebagai calon presiden yang akan bertarung di Pemilu 2024 ini. Saat ini, Prabowo bersama para capres lain juga menjalankan masa kampanye selama tiga bulan.
”Ini anomali. Kalau menteri (pertahanan) fokus bekerja, kenaikan anggaran sebenarnya normal saja. Namun, kenaikan alokasi menjelang pemilu dan menteri bersangkutan ikut dalam kontestasi. Wajar saja jika masyarakat curiga bahwa alokasi akan digunakan untuk kepentingan pemenangan pemilu,” kata Araf.
Lebih lagi, katanya, transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan alutsista di Indonesia sangat buruk. Rencana membeli pesawat tempur pun akhirnya diisi dengan pengadaan pesawat tempur bekas, yakni Mirage 2000-5 bekas pakai Qatar.