PKS Tolak Percepatan Jadwal Pilkada, Delapan Fraksi Lain Setuju
Revisi UU Pilkada yang salah satunya akan mempercepat jadwal pilkada serentak nasional 2024 disetujui untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — DPR menyetujui revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah menjadi rancangan undang-undang inisiatif DPR. Persetujuan revisi untuk mempercepat jadwal pemilihan kepala daerah serentak nasional 2024 itu diwarnai penolakan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Adapun dua dari delapan fraksi lain, yakni Partai Demokrat dan Partai Kebangkitan Bangsa, menyetujui dengan catatan.
Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani di Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Dengan hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak revisi, maka rencana revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) tetap dilanjutkan. Setelah ditetapkan menjadi rancangan undang-undang (RUU) inisiatif DPR, DPR akan membahasnya dengan pemerintah sebelum kemudiah revisi undang-undang disahkan.
Sebelum disetujui menjadi RUU inisiatif DPR, revisi UU Pilkada itu dibahas oleh Badan Legislatif DPR. Melalui revisi, penyelenggaraan pilkada serentak nasional yang semula direncanakan digelar pada November 2024 dipercepat menjadi September 2024. Percepatan itu diklaim untuk menghindari kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025.
Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini, seusai rapat paripurna, menyampaikan, penolakannya karena pelantikan kepala daerah tetap bisa dilakukan pada Januari 2025 meski pilkada berlangsung pada November 2024. PKS juga tidak ingin membuat aturan yang terkesan main-main demi kepentingan kelompok tertentu. Sebab, hal itu akan mengurangi wibawa sekaligus nilai sakral dari undang-undang.
”Kalau pilkada bulan November, kan, masih bisa dilantik Januari (2025), siapa yang melarang? Kalau perubahan-perubahan tanpa alasan yang urgen dan signifikan, maka itu akan mengurangi wibawa sakralitas undang-undang,” tuturnya.
Adapun Partai Demokrat dalam catatannya menyebutkan, perubahan jadwal pilkada sebagaimana sempat dibahas dalam RUU Pilkada akan membawa sejumlah hal positif. Ini seperti memungkinkan kepala daerah untuk memulai masa jabatannya lebih cepat sehingga meningkatkan efektivitas pemerintahan dan waktu yang panjang guna menciptakan stabilitas.
Meski demikian, penyusunan RUU Pilkada mendatang perlu mencerminkan kepentingan publik yang sejalan dengan prinsip demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas. Karena itu, DPR butuh konsultasi dan sosialisasi dengan semua pihak, mulai dari masyarakat sipil, akademisi, hingga pemangku kepentingan lainnya.
Perubahan UU Pilkada juga perlu memperhatikan kualitas pemilu dan transparansi pilkada, termasuk pembaruan daftar pemilih tetap.
”Harus dilakukan secara cermat dan memastikan seluruh proses ini tidak akan mengganggu tahapan pemilu serta pilkada yang sudah disusun sehingga stabilitas pemerintahan tetap terjaga,” tulis catatan tersebut.
Traktat nuklir dan IKN
Selain RUU Pilkada, DPR juga menyepakati RUU Traktat Pelarangan Senjata Nuklir dan Komisi II sebagai mitra kerja Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN). Puan Maharani menjelaskan, Pasal 42 Ayat (7) UU Nomor 21/2023 tentang IKN menyatakan, DPR melalui alat kelengkapan dewan yang membidangi pemerintahan mengadakan pengawasan, pemantauan, dan peninjauan atas penyelenggaraan pemerintahan Daerah Khusus IKN.
Adapun alat kelengkapan dewan yang membidangi pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah merupakan Komisi II DPR. Rapat pimpinan DPR dan fraksi-fraksi pada 8 November 2023 memutuskan Otorita IKN menjadi mitra kerja Komisi II DPR. ”Apakah penetapan Otorita IKN menjadi mitra kerja Komisi II bisa disetujui?” tanya Puan, yang langsung dijawab setuju oleh anggota DPR.
Terkait RUU Traktat Pelarangan Senjata, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan, RUU tersebut merupakan manifestasi dari alinea keempat UUD 1945 tentang komitmen Indonesia untuk mewujudkan perdamaian dunia. Indonesia akan semakin kuat posisi atau daya tawarnya untuk mendorong negara-negara di dunia mengerti bahaya penggunaan senjata nuklir. Apalagi, Indonesia kerap mengetuai agenda-agenda global.
”Pengesahannya akan memberikan landasan RI di dunia untuk memajukan kepentingan politik luar negeri, khususnya pelucutan senjata nuklir dan pengembangan energi nuklir untuk tujuan damai,” kata Yasonna.