Ketika Super Tucano Masuk ke Awan Tebal Pekat Berjarak 30 Meter...
Kecelakaan dua pesawat EMB 314 Super Tucano di Pasuruan disebut karena awan tebal. Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta pemeriksaan menyeluruh dilakukan untuk mencegah hal ini berulang.
Oleh
NINA SUSILO, NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·5 menit baca
Kecelakaan pesawat EMB 314 Super Tucano di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, terjadi setelah empat pesawat yang tengah melakukan terbang formasi masuk ke awan tebal. Setelah dilakukan prosedur dengan saling memisahkan diri, dua pesawat selamat, sementara dua lainnya mengalami kecelakaan.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama R Agung Sasongkojati dalam jumpa pers di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (17/11/2023). Pada kesempatan itu, Agung mengatakan, penerbangan yang kemudian berakhir dengan terjadinya kecelakaan tersebut pada awalnya diikuti empat pesawat dengan delapan anggota kru. Mereka disebut telah melakukan seluruh prosedur, mulai dari sebelum mesin dinyalakan hingga lepas landas pada pukul 10.51 hingga kontak pesawat hilang pada pukul 11.18.
Sebelum kecelakaan terjadi, kata Agung, keempat pesawat melakukan terbang formasi atau terbang menjadi satu kesatuan pesawat formasi. Dalam terbang formasi, jarak antarpesawat disebut cukup dekat. Ketika sedang menanjak (climbing) mereka sesekali menembus awan tipis.
”Namun, awan itu tiba-tiba menebal dengan pekat. Bahkan, pesawat yang dekat saja, yang jaraknya hanya sekitar 30 meter, itu tidak kelihatan karena sangat tebal. Dan (saat itu) para penerbang mengatakan blind. Blind atau buta, tidak terlihat. Itu adalah prosedur,” tutur Agung.
Menurut Agung, ketika pilot mengatakan blind, maka secara otomatis dan sesuai prosedur, setiap pesawat menjauhkan diri. Pada saat menjauhkan diri tersebut, terdengar suara emergency locator transmitter (ELT) atau bunyi ”ping”. Bunyi tersebut menandakan ada yang terjadi pada salah satu pesawat. Sejurus kemudian, muncul suara ELT yang kedua. Sementara dua pesawat dari empat pesawat yang lain selamat setelah prosedur melepaskan diri dilakukan sesaat setelah memasuki awan tebal.
Namun, awan itu tiba-tiba menebal dengan pekat. Bahkan, pesawat yang dekat saja, yang jaraknya hanya sekitar 30 meter, tidak kelihatan karena sangat tebal. Dan (saat itu) para penerbang mengatakan blind. Blind atau buta, tidak terlihat. Itu adalah prosedur.
Hingga saat ini, tim dari Pusat Kelaikan Keselamatan Terbang dan Kerja TNI AU bersama tim dari skuadron teknik Abdulrachman Saleh, Malang, telah mendapatkan beberapa data kedua pesawat yang mengalami kecelakaan serta mencatat berbagai informasi yang ada di lapangan. Selain itu, flight data recorder (FDR) pesawat yang merekam data penerbangan, data mesin, data komunikasi penerbang, serta video penerbangan sampai detik terakhir berfungsi juga telah didapatkan dan kini sudah berada di Lanud Abdulrachman Saleh, Malang.
”Untuk selanjutnya mengenai bangkai pesawat nanti direncanakan akan dibawa, tapi itu nanti. Yang penting adalah mengamankan informasi mengenai kecelakaan,” kata Agung.
Meski demikian, Agung belum bisa memastikan kapan investigasi kecelakaan tersebut akan berakhir. Sebab, investigasi untuk mengetahui penyebab kecelakaan tersebut tidak hanya melihat persoalan teknis saja, tetapi juga mencakup 5M, yakni man, machine, medium, mission, and management.
Untuk selanjutnya mengenai bangkai pesawat nanti direncanakan akan dibawa, tapi itu nanti. Yang penting adalah mengamankan informasi mengenai kecelakaan.
Evaluasi prosedur
Menurut Agung, FDR yang kini sudah didapatkan tim tersebut penting untuk memberikan penjelasan lebih jelas tentang peristiwa yang terjadi pada penerbangan empat pesawat EMB 314 Super Tucano tersebut. Dengan gambaran yang lebih detail, TNI AU dapat melakukan evaluasi dengan mengubah prosedur penerbangan, entah menambah atau malah mengurangi, semisal mengubah prosedur ketika pesawat masuk ke kondisi atau situasi berupa awan tebal. Hal itu penting karena pada kenyataannya dua pesawat EMB 314 Super Tucano dapat selamat karena melakukan prosedur dengan benar.
”Jadi tujuan dari investigasi adalah memperbaiki prosedur, menambah prosedur atau mengurangi hal-hal yang tujuannya untuk keselamatan penerbangan dan keselamatan misi,” kata Agung.
Dengan adanya kecelakaan tersebut, semua pesawat EMB 314 Super Tucano yang saat ini dioperasikan TNI AU untuk sementara tidak akan diterbangkan. Namun, Agung memastikan bahwa pesawat tersebut dirawat dengan baik.
Jadi tujuan dari investigasi adalah memperbaiki prosedur, menambah prosedur, atau mengurangi hal-hal yang tujuannya untuk keselamatan penerbangan dan keselamatan misi.
Menurut Agung, rata-rata usia pesawat modern adalah 30 tahun. Dengan usia pesawat EMB 314 Super Tucano yang berkisar 8-9 tahun, pesawat tersebut tergolong masih muda untuk usia rangka pesawatnya. Dari keterangan penerbang EMB 314 Super Tucano yang selamat, menurut Agung, dikatakan bahwa tidak ada satu penurunan yang signifikan ketika pesawat tersebut dioperasikan.
”Setelah saya tanya, pesawat ini masih berjalan sempurna seperti pesawat baru. Tidak ada penurunan kemampuan dari pesawat ini sampai saat ini,” ujar Agung.
Personel nonpenerbang
Agung menjelaskan, di antara empat prajurit yang tewas karena kecelakaan, terdapat seorang perwira yang bukan berkualifikasi sebagai penerbang, yakni Kolonel Adm Widiono Hadiwijaya yang kini berpangkat marsekal pertama (anumerta). Menurut Agung, keikutsertaan personel merupakan upaya agar personel yang bukan penerbang mengetahui operasionalisasi penerbang militer.
Untuk itu, dalam latihan sederhana yang tidak berbahaya, seperti terbang formasi, para personel nonpenerbang tersebut diajak untuk ikut terbang. Dengan merasakan sebuah penerbangan, diharapkan dukungan mereka semakin besar.
”Anggota Angkatan Udara selain kru adalah pendukung kami. Mestinya kami mendapat support yang lebih besar ketika mereka tahu bagaimana terbang,” tutur Agung.
Sementara itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta tidak ada lagi korban kecelakaan alutsista. Untuk itu, pemeriksaan dan penilaian ulang kelaikan alutsista perlu dilakukan.
Anggota Angkatan Udara selain kru adalah pendukung kami. Mestinya kami mendapat support yang lebih besar ketika mereka tahu bagaimana terbang.
”Kita harus selalu selalu memeriksa ya, kalau ada latihan, ada apa, itu harus sudah siap. Jangan sampai kemudian pesawatnya tidak baik atau cuacanya tidak baik sehingga bisa menimbulkan korban karena itu semua peralatan harus kembali dilakukan pemeriksaan, dilakukan penilaian-penilaian ulang, apakah masih laik untuk dipakai, termasuk pesawat,” tutur Wakil Presiden kepada wartawan, Jumat (17/11/2023), seusai Rapat Paripurna Majelis Ulama Indonesia di Jakarta.
Wapres Amin pun meminta pemantauan cuaca dilakukan lebih cermat. TNI perlu bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk menghindarkan kecelakaan terjadi akibat cuaca buruk. ”Kan, sering kali terjadi cuaca yang tidak baik, itu juga penting. Jadi, kerja sama dengan pihak BMKG dengan yang lain-lain itu saya kira, itu harapan saya,” kata Wapres Amin.
Kecelakaan dua pesawat EMB 314 Super Tucano di Pasuruan ini pun bukan pertama kalinya terjadi Indonesia. Pada 10 Februari 2016, satu unit EMB 314 Super Tucano dengan nomor ekor TT-3108 jatuh menimpa rumah warga di Kota Malang. Insiden ini menewaskan tiga orang, yaitu dua penerbang TNI AU dan seorang warga sipil.