Penyidik Kembali Periksa Firli Bahuri, Dokumen LHKPN Disita
Untuk kedua kalinya, Ketua KPK Firli Bahuri diperiksa penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya dalam kasus dugaan pemerasan terhadap bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA, AGUIDO ADRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Komisi Pemberantasan KorupsiFirli Bahuri kembali diperiksa penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya dalam kasus dugaan pemerasan terhadap bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Kamis (16/11/2023). Tak sebatas itu, dokumen laporan harta kekayaan penyelenggara negara Firli Bahuri disita penyidik.
Seusai diperiksa penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya di Gedung Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara RI, Firli kabur dari wartawan yang menanti untuk meminta penjelasannya.
Pemeriksaan terhadap Firli juga pernah dilakukan pada Selasa (24/10/2023) malam dalam kasus yang sama. Kala itu, Firli diperiksa selama sekitar tujuh jam.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak, Kamis, menuturkan, tim penyidik gabungan meminta keterangan Firli Bahuri sebagai saksi di ruang pemeriksaan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri. Dari pukul 10.00 hingga 13.45, tim penyidik memberikan setidaknya 15 pertanyaan kepada Firli.
”Kapasitasnya sebagai saksi untuk dimintai keterangan tambahan. Dimulainya penyidikan pada 9 November 2023 terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau gratifikasi atau penerima hadiah atau janji oleh pegawai negeri yang berhubungan dengan jabatannya sebagaimana dimaksud Pasal 12E atau 12B atau Pasal 11 juncto Pasal 65 KUHP,” ujar Ade.
Dari pemeriksaan itu, penyidik gabungan akan melakukan konsolidasi untuk analisis dan evaluasi guna menentukan langkah selanjutnya.
Tidak hanya agenda pemeriksaan, tim penyidik juga menyita dokumen laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) atas nama Firli Bahuri dalam kurun waktu 2019-2022. Penyitaan itu atas izin dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dokumen itu telah diserahkan Firli kepada penyidik.
LHKPN Firli menjadi salah satu instrumen untuk menemukan tersangka. Penemuan dan pemenuhan bukti-bukti itu seperti diatur dalam Pasal 184 KUHP. Dalam pasal itu ada lima alat bukti, seperti transaksi, keterangan ahli, surat petunjuk, ataupun keterangan terdakwa.
Menurut Ade, setidaknya diperlukan minimal dua alat bukti yang sah untuk menentukan tersangka. ”Untuk mencari bukti, membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan tersangkanya. Dari pemeriksaan saksi, kemudian uji laboratorium terhadap barang bukti elektronik,” ujar Ade.
Selain Firli, ada tiga saksi lain, seperti pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang juga dimintai keterangan. Hingga saat ini, kata Ade, penyidik telah memeriksa 91 saksi dan delapan ahli. Para ahli yang dimintai keterangan itu seperti ahli hukum acara, ahli mikroekspresi, ahli forensik digital, dan ahli multimedia.
Sementara itu, kuasa hukum Firli Bahuri, Iyan Iskandar, menuturkan, Firli diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Polda Metro Jaya. Pemeriksaan pada Kamis bersifat normatif. Firli juga telah menyerahkan dokumen LHKPN yang diminta penyidik Polda Metro Jaya.
Iyan mengatakan, pada 26 Oktober sudah dilakukan proses hukum penggeledahan di rumah pribadi Firli Bahuri. Namun, ia mengklaim tidak ada satu pun alat bukti yang ditemukan terkait hal yang dituduhkan kepada Firli. Kliennya kooperatif mengikuti semua proses hukum yang diminta Polda Metro. ”Terkait tuduhan pemerasan dan gratifikasi, klien kami (Firli) mengatakan, hal itu tidak benar dan cenderung fitnah,” ujar Iyan.
Iyan mengatakan, tuduhan-tuduhan terkait penerimaan uang dan pertemuan Firli dengan Syahrul Yasin Limpo tidak benar. ”Istilah pertemuan seolah ada permufakatan jahat. Jadi, tanggal 2 Maret 2022 itu, Pak Firli didatangi Pak Syahrul Yasin Limpo, ya. Kalau pertemuan, seolah ada setting-an atau permufakatan jahat,” ujarnya lagi.
Kedatangan Syahrul Yasin Limpo pada tanggal 2 Maret di hall bulu tangkis, menurut Iyan, inisiatif dari Syahrul yang mendatangi Firli. Namun, yang dibahas saat itu terkait dengan kelangkaan minyak goreng, bukan menyangkut kasus Kementerian Pertanian yang ditangani KPK.
Didesak mundur
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menilai, sebaiknya Firli Bahuri mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua KPK. Firli sudah berkali-kali tersangkut kasus etik dan sekarang sedang menjalani proses hukum meskipun statusnya masih terlapor atau saksi.
”Firli sudah tidak punya legitimasi moral sebagai seorang pimpinan KPK, sebuah lembaga yang selalu menyerukan nilai integritas bertugas untuk melakukan pemberantasan korupsi, baik penindakan, pencegahan, maupun pendidikan antikorupsi,” kata Zaenur.
Ia menekankan, KPK memerlukan keteladanan dan legitimasi moral ketika mempromosikan nilai-nilai antikorupsi kepada masyarakat atau penyelenggara negara. KPK sekarang menjadi kehilangan kewibawaan dan kepercayaan dari publik. Hal itu bisa berdampak pada efektivitas kerja KPK, khususnya pencegahan dan pendidikan antikorupsi.