Kawal Netralitas TNI, Muncul Usulan DPR Bentuk Panja Pengawasan
Usulan pembentukan Panja Pengawasan Netralitas TNI selama Pemilu 2024 oleh Komisi I DPR dinilai memungkinkan. Potensi pelanggaran netralitas terbuka karena banyak purnawirawan TNI yang bergabung dalam tim sukses capres.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA, NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam rapat kerja Komisi I DPR bersama Panglima Tentara Nasional Indonesia Laksamana Yudo Margono di Jakarta, Selasa (7/11/2023), TNI kembali diingatkan untuk menjaga netralitas pada Pemilu 2024. Dalam rapat tersebut juga muncul usulan pembentukan Panitia Kerja atau Panja Pengawasan Netralitas TNI.
Dalam rapat kerja tersebut hadir pula Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Agus Subiyanto, Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Fadjar Prasetyo, dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Muhammad Ali. Rapat tersebut membahas kesiapan TNI dalam mendukung pengamanan Pemilu 2024 dan rencana kontingensi dalam pengamanan Pemilu 2024 beserta dukungan anggaran.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Selain mendengarkan paparan Panglima TNI terkait kesiapan menghadapi Pemilu 2024, Komisi I DPR meminta Panglima TNI untuk terus menyosialisasikan komitmen netralitas dalam Pemilu 2024 agar dilaksanakan prajurit TNI di semua daerah. Sejumlah anggota Komisi I juga mengingatkan pentingnya netralitas TNI dalam Pemilu 2024.
Salah satunya dikemukakan anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Nurul Arifin. Nurul menuturkan, di tim sukses semua bakal calon presiden dan calon wakil presiden terdapat purnawirawan TNI. Jika ada purnawirawan TNI di setiap pasangan, ia mempertanyakan bagaimana TNI menjaga netralitas.
”Yang namanya jiwa korsa melekat pada TNI. Kalau di semua pasangan (capres-cawapres) terdapat purnawirawan, apakah bisa satu napas, kita harus netral dan tidak akan mengajak TNI aktif untuk berperan serta untuk pemenangan pilpres. Secara emosional seperti itu,” ujar Nurul.
Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Utut Adianto dalam kesempatan itu mengusulkan agar dibentuk Panja Netralitras TNI. Panja tersebut sekaligus untuk menjaga marwah DPR.
”Sembari di tengah kesibukan kita (anggota DPR) sebagai calon (anggota) legislatif, kita (anggota DPR) membuat pengawasan,” ujarnya.
Utut memahami bahwa Panglima TNI berkomitmen untuk menjaga netralitas. Namun, ia menilai yang paling sulit dari Panglima dan para kepala staf TNI jika kemudian ada perintah dari Presiden yang bertolak belakang. Tentara dididik untuk tegak lurus kepada atasan.
Terkait usulan pembentukan panja, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menuturkan, hal itu akan dibahas secara internal. Kebetulan ada panja lain yang sudah selesai masa kerjanya sehingga ruang untuk membentuk Panja Pengawasan Netralitas TNI di Pemilu 2024 sangat memungkinkan.
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, berterima kasih atas harapan Komisi I DPR bahwa TNI harus netral. Ia mengatakan, hal tersebut memang berat, tetapi tetap harus dijalankan.
”TNI selalu saya tekankan memang harus netral. Saya selalu sampaikan kepada jajaran TNI, kalau pemilu mau aman, damai, dan sejuk, kuncinya TNI-Polri harus netral dulu. Kalau sudah netral, mudah untuk mengendalikan ataupun menjaga keamanan maupun stabilitas keamanan selama pemilu,” kata Panglima TNI.
Panglima TNI juga memaparkan komitmen netralitas TNI dalam pemilu. TNI tidak akan memihak dan tidak memberi dukungan kepada partai politik mana pun beserta pasangan calon yang diusung. Selain itu, tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis.
TNI juga tidak memberikan fasilitas tempat atau sarana-prasarana milik TNI kepada pasangan calon dan partai politik untuk digunakan sebagai sarana kampanye. Keluarga TNI yang memiliki hak pilih juga dilarang memberi arahan dalam menentukan hak pilih.
Kemudian, TNI tidak boleh memberi tanggapan dan mengunggah apa pun perihal hasil perhitungan cepat sementara yang dikeluarkan lembaga survei. Pihaknya akan menindak tegas prajurit dan PNS TNI yang terbukti terlibat politik praktis, memihak, dan memberi dukungan partai politik serta pasangan calon yang diusung.