Jadi Penentu Pemilu 2024, Para Kontestan Diingatkan Libatkan Anak Muda
Meski jadi penentu, anak muda belum diperhatikan suaranya oleh kontestan Pemilu 2024. Untuk itu, kepentingan anak muda perlu dimasukkan dalam program politik para kandidat.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
Suara anak muda di Pemilu 2024 akan menentukan tetapi sayangnya mereka masih diperhitungkan sebatas sebagai pemilih.
Hingga kini belum semua anak muda memenuhi wajib belajar 12 tahun dengan berbagai masalah yang melatar belakanginya.
Untuk memperkuat SDM Indonesia ke depan, capres Ganjar Pranowo sampaikan gagasanya untuk sekolah gratis. Capres-cawapres Anies-Muhaimin juga menjawab keresahan anak muda, seperti lapangan pekerjaan.
JAKARTA, KOMPAS — Pemilihmuda menjadi penentu dalam pemilu karena jumlahnya yang sangat signifikan. Untuk itu, para kontestan Pemilu 2024 diingatkan agar lebih melibatkan mereka sebagai aktor kunci, bukan justru sekadar menjadikannya sebagai komoditas politik belaka.
Peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiatri, saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (28/10/2023), mengatakan, anak muda memiliki posisi yang sangat penting dalam pemilu karena menjadi kelompok penentu dalam perolehan suara Pemilihan Presiden 2024. Ia menyebutkan, setidaknya ada lebih dari 50 persen anak muda yang kelak akan menjadi pemilih dalam pemilu.
”Itu artinya memenangkan suara pemilih muda akan mampu memenangi pemilu,” ujar Aisyah.
Oleh karena itu, tak heran setiap kandidat kemudian menggaung-gaungkan pentingnya pemuda dalam berpolitik, khususnya untuk ikut memilih dalam pemilu. Namun sayangnya, lanjut Aisyah, sejauh ini perhatian partai dan kandidat masih lebih pada melibatkan pemuda sebagai pemilih untuk pemenangan pemilu.
Para kontestan, lanjutnya, belum secara serius mendorong anak muda masuk sebagai aktor kunci dalam pemilu, misalnya sebagai kandidat pemilihan legislatif (pileg), dan memasukkan agenda serta kepentingan anak muda secara lebih nyata dalam program politik para kandidat.
”Program berperspektif kepentingan anak muda menjadi sangat penting karena anak muda saat ini masih menghadapi banyak persoalan,” ucap Aisyah.
Ia menyebut, data Badan Pusat Statistik (BPS) dari sensus pada 2020, misalnya, menunjukkan beberapa persoalan. Pertama, rata-rata lama usia sekolah hanya 10,78 tahun yang artinya banyak anak muda tidak memenuhi wajib belajar 12 tahun dan tidak lulus SMA.
Kedua, lebih dari 20 persen anak muda disabilitas tidak bersekolah. Ketiga, lebih dari 18 juta anak muda tidak punya asuransi kesehatan. Keempat, 36 persen anak muda hidup dalam kemiskinan.
”Masalah ini seharusnya yang dibawa oleh para kandidat sebagai dasar membuat program. Mereka harus membuat program-program yang real mampu menyelesaikan soal, tidak sekadar jargon politik saja,” tegas Aisyah.
Bakal capresGanjar Pranowo, kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), saat ditemui di Sekolah Partai DPP PDI-P di Lenteng Agung, Jakarta, Sabtu, menegaskan pentingnya gagasan keberpihakan kepada anak muda. Sebab, mereka berperan aktif dalam mewujudkan Indonesia Emas pada tahun 2045.
Ganjar mengungkapkan sejumlah gagasannya yang dianggap mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) ke depan, yakni sekolah gratis. Di sini, menurutnya, negara harus hadir untuk memastikan seluruh masyarakat Indonesia dapat mengakses pendidikan. Apalagi Indonesia memiliki urgensi untuk membentuk generasi penerus yang produktif, berjejaring kuat, dan memahami dunia digital.
”Kalau SDM, terutama dari kalangan muda, lebih bagus, bangsa ini bisa lebih siap menghadapi dan menjawab tantangan ke depan. Dan bangsa ini juga akan mendapat bonus demografi yang bagus pula,” ujar Ganjar.
Seiring dengan itu, ia juga menjanjikan penciptaan lapangan kerja bagi mereka. Namun, anak muda tetap perlu dipersiapkan menjadi pelaku ekonomi kreatif. Untuk mencapai ke sana, mereka harus terus mendapat pendampingan. Regulasinya pun harus mengakomodir kreativitas anak muda, seperti otomotif, desain, seni, e-sport, dan entrepreneur.
Secara terpisah, Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya berpandangan pasangan capres-cawapres, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, juga fokus memperhatikan anak muda. Untuk bisa mendekati mereka, penting menyampaikan solusi yang mampu menjawab keresahan-keresahannya secara personal, seperti lapangan pekerjaan dan perubahan iklim.
”Yang paling penting adalah ketika mereka resah tentang lapangan pekerjaan, misalnya, agenda konkretnya apa? Ini yang paling penting. Maka dibutuhkan pemimpin yang mampu berdialog dalam konteks itu dan membuat agenda-agenda bersama. Tidak semata bergimik-gimik ria,” tutur Willy.
Willy berharap seluruh kontestan tidak menjadikan anak muda sebagai obyek, tetapi subyek. Mereka harus dilibatkan untuk membuat agenda-agenda besar bagi bangsa ke depan.
Willy berharap seluruh kontestan tidak menjadikan anak muda sebagai obyek, tetapi subyek. Mereka harus dilibatkan untuk membuat agenda-agenda besar bagi bangsa ke depan. Namun, jika melihatnya sebatas obyek, alhasil kehadiran mereka hanya dibutuhkan sebatas komoditas politik belaka. Visi-misi yang disampaikan para kontestan pun hanya akan menjadi janji-janji kosong.
”So, it’s not only about numbers, baik jumlah (yang besar dari kalangan muda) maupun usia (muda). Jangan kita semata-mata berbicara kuantitatif. Pemilu itu harus terjadi dialog untuk menyusun agenda bersama,” kata Willy.