Jaksa penuntut umum menilai alasan para terdakwa kasus dugaan korupsi proyek menara BTS 4G bahwa pembangunan terhambat atau tidak selesai karena pandemi Covid-19 dan gangguan keamanan di Papua tidak dapat diterima.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate dituntut pidana 15 tahun penjara, bekas Direktur Utama Bakti Anang Achmad Latif 18 tahun penjara, dan tenaga ahli dari lembaga Human Development Universitas Indonesia Yohan Suryanto 6 tahun penjara.
Ketiganya dinilai telah terbukti secara bersama-sama melakukan perencanaan sampai pengerjaan pembangunan infrastruktur base transceiver station atau BTS 4G Bakti Kemenkominfo tahun 2020-2022 yang merugikan keuangan negara Rp 8,032 triliun.
Anang dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan membeli beberapa barang, yakni rumah, mobil dan sepeda motor.
Tuntutan terhadap Johnny, Anang, dan Yohan dibacakan secara bergantian oleh jaksa penuntut umum yang dipimpin Direktur Penuntutan Jampidsus Kejaksaan Agung Hendro Dewanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (25/10/2023). Sidang dipimpin Fahzal Hendri sebagai ketua majelis hakim dengan didampingi Rianto Adam Pontoh dan Sukartono sebagai anggota. Saat sidang, jaksa hanya membacakan analisis yuridis terhadap ketiga terdakwa secara sekaligus. Kemudian, jaksa langsung membacakan amar tuntutan bagi masing-masing terdakwa.
Terhadap Johnny, jaksa meminta majelis hakim agar menyatakan Johnny terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kesatu primer Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) .
”Menjatuhkan pidana pokok terhadap terdakwa Johnny Gerard Plate dengan pidana penjara selama 15 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan,” kata jaksa.
Jaksa juga menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana denda Rp 1 miliar subsider satu tahun penjara. Selain itu, jaksa juga menuntut agar Johnny membayar uang pengganti sebesar Rp 17,8 miliar subsider 7 tahun 6 bulan penjara.
Dalam analisis yuridis, jaksa menilai, alasan proyek pembangunan BTS 4G terhambat atau tidak selesai disebabkan pandemi Covid-19 dan keadaan kahar berupa gangguan keamanan di Papua tidak dapat diterima. Sebab, kontrak proyek ditandatangani ketika pandemi Covid-19 sudah terjadi sementara gangguan keamanan di Papua sudah menjadi pengetahuan umum.
Jaksa juga menilai terbukti adanya proses perencanaan yang tidak sesuai dengan ketentuan selama di persidangan. Hal itu, antara lain, berupa tidak adanya data pembanding dan harga pasar, pembuatan peraturan yang diberi tanggal mundur (backdate), dan proses tender yang tidak sesuai peraturan.
Johnny juga dinilai terbukti tidak menghentikan proyek meskipun waktu kontrak sudah habis. Selain itu, dia juga dinilai terbukti meminta uang kepada Anang sebagai insentif tambahan stafnya dan untuk disumbangkan sebesar Rp 500 juta per bulan selama 20 kali.
Terhadap Anang, selain tuntutan melakukan tindak pidana korupsi, jaksa juga menilai Anang telah melakukan pencucian uang. Anang dinilai menerima uang dengan total 5 miliar yang kemudian digunakan untuk membeli satu unit rumah di Kabupaten Bandung Barat, sebuah mobil, dan sebuah motor.
Jaksa menilai Anang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan kesatu primer Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan dakwaan kedua primer Pasal 3 Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
”Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anang Achmad Latif dengan pidana penjara selama 18 tahun,” kata jaksa.
Jaksa menuntut agar Anang dijatuhi pidana denda Rp 1 miliar subsider 12 bulan. Selain itu, jaksa juga menuntut agar Anang dijatuhi pidana tambahan untuk membayar uang pengganti Rp 5 miliar subsider 9 tahun penjara.
Adapun terhadap Yohan, jaksa menuntut majelis hakim agar menjatuhkan pidana penjara selama 6 tahun dan membayar denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Yohan. Selain itu, Yohan juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 399 juta subsider 3 tahun penjara.