Soal Pensiun, Sejumlah Jaksa Gugat Jaksa Agung ke PTUN
Sejumlah jaksa menggugat Jaksa Agung ke PTUN Jakarta karena mereka tak diaktifkan kembali sebagai jaksa. Gugatan diajukan karena MK telah memutus untuk menunda pemberlakuan aturan soal usia pensiun jaksa di UU Kejaksaan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah jaksa menggugat Jaksa Agung ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta karena mereka tidak diaktifkan kembali sebagai jaksa. Gugatan itu diajukan lantaran Mahkamah Konstitusi telah memutus untuk menunda pemberlakuan Pasal 40A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan selama lima tahun.
Mengenai gugatan tersebut, Kejaksaan Agung menyatakan telah memberi ruang untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Putusan MK yang menunda pemberlakuan Pasal 40A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan selama lima tahun itu tertuang dalam Putusan Nomor 70/PUU-XX/2022. Adapun Pasal 40A UU No 11/2021 mengatur pemberhentian jaksa yang berusia 60 tahun atau lebih tetap mengikuti ketentuan batas usia pensiun dalam UU No 16/2004.
Gugatan itu diajukan lantaran Mahkamah Konstitusi telah memutus untuk menunda pemberlakuan Pasal 40A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaanselama lima tahun.
Sebelumnya telah diberitakan bahwa setelah UU No 11/2021 diberlakukan mulai 31 Desember 2021, para jaksa yang genap berusia 60 tahun langsung diberhentikan dengan hormat. Dengan adanya pasal tersebut, setidaknya enam jaksa mengajukan uji materi ke MK. Dalam prosesnya, MK mengeluarkan putusan sela pada 10 Oktober 2022 untuk menunda sementara pemberlakuan undang-undang tersebut karena banyak jaksa yang tiba-tiba terdampak. Baru pada 20 Desember 2022, MK mengeluarkan putusan akhir untuk menunda pemberlakuan Pasal 40A UU 11/2021 selama lima tahun.
Kemudian, pada Maret 2023, Jaksa Agung mengeluarkan ketetapan yang pada intinya mengatur pengaktifan kembali 25 jaksa yang sudah dipensiunkan sejak 10 Oktober 2022 atau sejak putusan sela MK terbit. Sementara mereka yang dipensiunkan sejak 1 Januari 2022 sampai 10 Oktober 2022 tidak diaktifkan. Hal itulah yang kemudian digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta oleh sejumlah jaksa.
Perbedaan penafsiran
Kuasa hukum penggugat, Viktor Santoso Tandiasa, menyampaikan, pelaksanaan putusan MK untuk menunda pemberlakuan ketentuan usia pensiun jaksa selama lima tahun seharusnya dihitung sejak UU No 11/2021 tentang Kejaksaan diundangkan, yakni sejak 31 Desember 2021. Kenyataannya, jaksa yang diaktifkan kembali setelah dipensiunkan hanya berjumlah 25 orang. Mereka adalah jaksa yang dipensiunkan sesudah tanggal 10 Oktober 2022.
Sementara, lanjut Viktor, masih ada setidaknya 116 jaksa yang dipensiunkan antara 1 Januari 2022 dan 10 Oktober 2022 atau ketika MK mengeluarkan putusan sela. Perbedaan penafsiran terhadap putusan MK tersebut sudah disampaikan melalui surat kepada Jaksa Agung.
”Tapi Jaksa Agung tidak mau mengaktifkan (para jaksa yang dipensiunkan 1 Januari-10 Oktober 2022), makanya kami mengajukan gugatan ke PTUN,” kata Viktor, Jumat (20/10/2023).
Viktor mengatakan, Jaksa Agung digugat atas dua hal. Pertama, Jaksa Agung dianggap tidak cermat dan telah menimbulkan ketidakpastian hukum karena menerbitkan keputusan untuk mengaktifkan 25 jaksa yang sudah dipensiunkan. Kedua, Jaksa Agung dianggap tidak bertindak atau bersikap diam atas surat yang diajukan para pemohon terkait kejelasan proses pengaktifan kembali jaksa yang sudah dipensiunkan. Sikap diam tersebut dianggap telah masuk dalam perbuatan melanggar hukum.
Viktor mengatakan, pihaknya berharap PTUN mengabulkan gugatan mereka. Mereka berharap PTUN menjatuhkan sanksi berupa perintah agar Jaksa Agung mengaktifkan kembali jaksa yang dipensiunkan pada 1 Januari sampai 10 Oktober 2022.
Penyelesaian internal
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, pihaknya menghargai upaya hukum yang dilakukan penggugat sebagai hak warga negara. Menurut Ketut, terkait dengan pengaktifan kembali jaksa yang sudah diberhentikan dengan hormat atau dipensiunkan setelah UU No 11/2021 berlaku, pihaknya sudah melakukan pemanggilan dan penyelesaian secara internal.
Ketut pun memastikan kejaksaan telah melaksanakan putusan MK untuk menunda pemberlakuan Pasal 40A selama lima tahun. ”Saya pikir ada baiknya mereka memang diberi keleluasaan selama lima tahun sampai 62 tahun. Jadi, lima tahun ini kita dikasih waktu untuk pensiun 62 tahun. Setelah itu, ya, 60 tahun selesai,” katanya.
Menurut Ketut, terkait dengan pengaktifan kembali jaksa yang sudah diberhentikan dengan hormat atau dipensiunkan setelah UU No 11/2021 berlaku, pihaknya sudah melakukan pemanggilan dan penyelesaian secara internal.
Soal perbedaan penafsiran tentang tanggal pengaktifan kembali jaksa yang sebelumnya sudah dipensiunkan, lanjutnya, kejaksaan berpegang pada pengucapan putusan MK yang memerintahkan untuk menunda pemberlakuan Pasal 40A. Dengan demikian, ketika putusan itu diucapkan terdapat jaksa yang sudah berusia 60 tahun ke atas, maka mereka mesti mengikuti ketentuan dalam UU No 11/2021.
Mengenai polemik tersebut, Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjutak mengatakan sudah menerima laporan tentang jaksa yang dipensiunkan berdasarkan UU No 11/2021 tersebut. Ketika MK akhirnya mengeluarkan putusan akhir, Komisi Kejaksaan juga telah meminta penjelasan dari Kejaksaan Agung soal penafsiran dan pelaksanaan dari putusan tersebut.
”Jadi, bagi mereka yang masuk usia pensiun di antara UU No 11/2021 dan putusan MK (putusan sela), maka yang berlaku adalah UU tersebut. Kalau dilaksanakan di luar amar putusan MK, justru akan menimbulkan masalah baru,” ujar Barita.
Menurut dia, kejaksaan telah melaksanakan putusan MK tersebut. Dengan adanya gugatan di PTUN, kini semua pihak masih menunggu proses tersebut berjalan hingga akhirnya diputuskan. Komisi Kejaksaan masih dalam posisi menunggu serta memastikan agar kejaksaan menaati peraturan perundang-undangan, termasuk melaksanakan putusan pengadilan.