Cegah Pelanggaran HAM, MK Tunda Aturan Batas Usia Pensiun Jaksa
MK menyatakan menunda pemberlakuan Pasal 40A UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan. Ini untuk mencegah semakin banyaknya jaksa yang terdampak dengan ketentuan tersebut sebelum uji materi UU Kejaksaan selesai.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Hakim Konstitusi yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengikuti sidang putusan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap UUD 1945 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (20/7/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Mahmakah Konstitusi menunda pemberlakuan aturan mengenai batas usia pensiun jaksa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan. Selain mencegah semakin banyaknya jaksa yang terdampak dengan dengan ketentuan tersebut sebelum uji materi selesai, putusan sela juga dijatuhkan untuk memberikan perlindungan hukum serta mencegah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
”Mengabulkan permohonan provisi para pemohon dan menyatakan menunda berlakunya Pasal 40A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia berlaku sejak putusan ini diucapkan,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam sidang putusan sela uji materi UU Kejaksaan, Selasa (11/10/2022).
Sidang putusan sela pengujian UU Kejaksaan itu dipimpin langsung oleh Anwar Usman dengan hakim anggota Aswanto, Suhartoyo, Saldi Isra, Arief Hidayat, Daniel Yusmic P Foekh, Enny Nurbaningsih, Manahan MP Sitompul, dan Wahiduddin Adams.
Uji materi UU No 11/2021 dilayangkan sejumlah mantan jaksa dan jaksa, yakni Irnensif, Zulhadi Savitri Noor, Wilmar Ambarita, Renny Ariyanny, Indrayati Siagian, dan Fahriani Suyuthi. Mereka menguji konstitusionalitas Pasal 12 Huruf c dan Pasal 40A UU No 11/2021. Pasal 12 Huruf c mengatur usia pensiun jaksa menjadi 60 tahun. Padahal dalam UU Kejaksaan sebelumya (UU Nomor 16 Tahun 2004) diatur jaksa pensiun di usia 62 tahun. Adapun Pasal 40A UU 11/2021 mengatur, pada saat UU ini mulai berlaku, pemberhentian jaksa yang berusia 60 tahun atau lebih tetap mengikuti ketentuan batas usia pensiun dalam UU No 16/2004.
Pegawai Kejaksaan Agung bersiap mengikuti Upacara Bendera dalam Rangka Hari Bhakti Adhyaksa Ke-55 di Lapangan Upacara Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (22/7/2015). Upacara itu dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo dan dihadiri sejumlah menteri Kabinet Kerja.
Dalam dalilnya, pemohon Irnensif, Zulhadi, dan Wilmar merasa dirugikan secara konstitusi karena tidak mendapatkan masa persiapan pensiun karena diberhentikan dengan hormat saat keduanya genap berusia 60 tahun pada Maret dan April 2022 lalu. Hal ini telah menghambat para pemohon dalam berkarir dan kenaikan pangkat.
Adapun Renny dan Indrayati terancam mengalami hal serupa, karena keduanya akan genap berusia 60 tahun pada 24 Oktober dan 24 November tahun ini. Sedangkan Fahriani masih memiliki waktu yang lebih panjang karena usianya baru genap 60 tahun pada 16 April 2024.
”Berlakunya norma a quo telah menghambat karier dan prestasi kenaikan jabatan bagi Pemohon I (Irnensif), Pemohon II (Zulhadi), Pemohon III (Wilmar),” kata kuasa hukum pemohon uji materi, Viktor Santoso Tandiasa, dalam permohonannya.
Putusan sela diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum pada para pemohon serta mencegah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia saat suatu norma hukum diterapkan sementara pemeriksaan atas pokok permohonan masih berjalan.
Anggota hakim, Suhartoyo, menjelaskan, dalam pertimbangan hukum MK, pelaksanaan Pasal 40A UU Kejaksaan yang telah berjalan sepanjang tahun 2022 berpotensi menimbulkan pelanggaran atas jaminan perlakuan yang sama di hadapan hukum dan jaminan kepastian hukum yang adil. Hal itu dijamin dalam dalam Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. Selain itu, hak konstitusional para pemohon tersebut terancam tidak dapat dipulihkan kembali.
”Untuk itu, menurut mahkamah, putusan sela diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum pada para pemohon serta mencegah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia saat suatu norma hukum diterapkan sementara pemeriksaan atas pokok permohonan masih berjalan padahal hak-hak konstitusional pemohon yang dirugikan akan sulit dipulihkan dalam putusan akhir,” ucap Suhartoyo
Putusan sela ini, lanjut Suhartoyo, juga penting diberikan karena norma yang menjadi dasar pemberhentian itu sedang dalam proses pemeriksaan dalam pengujian undang-undang di MK. Putusan sela ini juga untuk mencegah semakin banyaknya jaksa yang terdampak dengan ketentuan tersebut sebelum uji materi selesai.
Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak, secara terpisah, mengatakan, putusan sela beserta pertimbangan hukumnya patut dihargai. Namun, pihaknya masih menunggu putusan akhir dari MK terkait uji materi Pasal 40A UU Kejaksaan.
Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak tiba di Gedung Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (28/7/2020).
”Putusan ini adalah putusan provisi atau putusan sela, kita tunggu putusan akhirnya karena putusan akhirlah yang memiliki kekuatan hukum tetap untuk dilaksanakan,” katanya.
Barita menambahkan, para jaksa yang adalah aparatur negara sebenarnya patuh pada aturan yang berlaku sehingga mereka siap menerima putusan akhir yang diputuskan MK nanti. ”Pro dan kontra soal isu ini sudah lama, tetapi pada prinsipnya jaksa mengikuti saja putusan MK sebagai lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia,” katanya.