Dituntut Keterbukaan KPK untuk Tepis Ketidakpastian Kasus Kementan
KPK tak juga umumkan tersangka korupsi di Kementan. Hal ini menimbulkan ketidakpastian. Apalagi, pimpinan KPK juga dilaporkan ke kepolisian untuk penanganan perkara itu .
JAKARTA, KOMPAS — Setelah kembali ke Indonesia, Menteri PertanianSyahrul Yasin Limpo mengajukan pengunduran diri sebagai menteri kepada Menteri Sekretariat Negara Pratikno, Kamis (5/10/2023), dengan alasan agar ia bisa menghadapi proses hukum dengan serius.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah rumah dinas menteri yang ditempati Syahrul, kantor Kementan, dan rumah pribadi Syahrul di Makassar, Sulawesi Selatan, guna kepentingan penyidikan dugaan korupsi di Kementerian Pertanian. Namun, hingga kini KPK belum mengumumkan tersangka dan kronologi dalam kasus ini.
Tanpa adanya keterbukaan, masyarakat akan sulit mengawasi penanganan perkara. Tak tertutup kemungkinan ada sejumlah pihak yang terlibat, selain Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD telah menyebutkan bahwa Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjadi tersangka dalam kasus ini.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, mengatakan, KPK perlu menyampaikan kronologi kasus ini dengan jelas mulai dari kapan perkara ini diterima laporannya, waktu penyelidikan hingga penyidikan, siapa saja tersangkanya, alat bukti yang dikumpulkan, dan bagaimana kasus pidananya.
”Saat ini justru menimbulkan situasi ketidakpastian. SYL (Syahrul) belum diumumkan sebagai tersangka, tetapi Mahfud mengumumkan SYL sebagai tersangka,” kata Zaenur.
KPK telah mengungkap ada tiga kluster perkara dalam dugaan korupsi di Kementan. Tiga kluster itu terkait dugaan pemerasan dalam jabatan, penerimaan gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang. Namun, hingga kini KPK belum juga menjelaskan kronologi perkara dan pihak-pihak yang terlibat pada tiap-tiap perkara tersebut.
Dari penggeledahan yang dilakukan di rumah dinas dan pribadi Syahrul, termasuk kantor Kementan, KPK menyita sejumlah dokumen, alat elektronik, uang tunai puluhan miliar rupiah, 12 pucuk senjata api, dan mobil Audi A6.
Di tengah penyidikan itu, Syahrul mengajukan pengunduran diri sebagai menteri pada Kamis, tepat sehari setelah ia teridentifikasi berada di Singapura dan dilanjutkan perjalanan kembali ke Indonesia. Sebelumnya, Syahrul sempat tak diketahui keberadaannya setelah ia melakukan perjalanan di Eropa pada akhir September lalu. Presiden Joko Widodo sampai melimpahkan tugas Mentan kepada Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnur Qolbi.
Dengan didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, sesama kader di Partai Nasdem, Syahrul menyerahkan surat pengunduran dirinya kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Jakarta. Syahrul menyampaikan bahwa pengunduran diri itu diajukan karena ada proses hukum yang harus ia hadapi secara serius. Ia pun membantah anggapan bahwa ia menghilang.
”Masa hilang. Ini saya ada di sini,” tambahnya.
Atas nama DPP saya menyampaikan, segera menghadap Presiden, sampaikan surat pengunduran diri sebagai Menteri Pertanian.
Sebelum menyerahkan surat pengunduran diri itu, Syahrul terlebih dahulu bertemu dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di Nasdem Tower, Jakarta. Seusai pertemuan itu, Surya mengungkapkan bahwa ia meminta Syahrul mundur dari jabatannya sebagai Mentan terkait permasalahan hukum yang menimpanya. Surya Paloh mengaku kecewa atas kasus yang menimpa salah satu pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Nasdem tersebut.
”Atas nama DPP (Partai Nasdem) saya menyampaikan, segera menghadap Presiden, sampaikan surat pengunduran diri sebagai Menteri Pertanian. Agar apa? Agar memberikan penghormatan pada upaya penyelidikan yang sedang berlangsung pada dirinya,” kata Surya.
Dugaan pemerasan
Sementara itu, pimpinan KPK juga dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan dugaan melakukan pemerasan untuk penanganan perkara di Kementan tahun 2021. Terkait hal ini, Syahrul pun mengaku telah mendatangi Polda Metro Jaya memberikan keterangan.
Secara terpisah, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak menjelaskan bahwa laporan pemerasan yang diduga dilakukan pimpinan KPK itu diterima tim penyidik pada 12 Agustus lalu. Demi kepentingan efektivitas penyelidikan, pelapor aduan tersebut dirahasiakan. Sejauh ini sudah enam orang, seperti sopir, ajudan, termasuk Syahrul yang dimintai keterangan. Terkait materi pertanyaan, Ade belum bisa membuka karena masuk dalam penyelidikan.
Menanggapi laporan pemerasan itu, Ketua KPK Firli Bahuri membantah dirinya dan para pemimpin KPK lainnya melakukan pemerasan terkait penanganan perkara di Kementan tahun 2021. Ia mengklaim tak pernah melakukan komunikasi dengan pihak-pihak yang beperkara. Ia juga membantah informasi bahwa ia meminta dan menerima uang 1 miliar dollar AS.
Firli kemudian memastikan bahwa KPK akan menegakkan proses hukum dugaan korupsi di Kementan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. ”Forum ekspos dilaksanakan terbuka. Penyelidik, penyidik, pejabat di penuntutan, direktur penyelidikan, direktur penyidikan, direktur penuntutan hadir. Tidak ada intervensi memaksakan seseorang menjadi tersangka,” ujar Firli.
Zaenur mengatakan, di sini perlunya keterbukaan dari KPK untuk mengungkapkan tersangka dan kronologi perkara. Ia pun mendorong agar kepolisian bekerja secara profesional dan menjadikan kasus ini sebagai prioritas. Hal itu guna menjamin integritas dari proses penegakan hukum yang dilakukan KPK.