Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara atau KASN 2014-2019 Sofian Effendi melihat penghapusan KASN melalui revisi UU ASN lima bulan jelang Pemilu 2024 mengindikasikan nuansa politik yang kuat.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
KURNIA YUNITA RAHAYU
Suasana rapat pengambilan keputusan tingkat I terhadap RUU ASN di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/9/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara atau ASN menghapuskan keberadaan Komisi Aparatur Sipil Negara. Menjelang Pemilu 2024, peniadaan lembaga pengawas eksternal itu berpotensi memasifkan jual beli jabatan dan pelanggaran netralitas aparatur demi kepentingan elektoral pihak tertentu. Apalagi, pembentuk undang-undang memindahkan fungsi pengawasan ke kementerian sehingga fungsi tersebut akan dilakukan oleh sesama ASN.
Pemerintah dan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat membawa revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) ke Rapat Paripurna DPR untuk dimintakan persetujuan pengesahan menjadi undang-undang. Kesembilan fraksi partai politik (parpol) yang ada di DPR satu suara menyetujuinya.
Kesepakatan tersebut diambil dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/9/2023). Rapat dipimpin Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Junimart Girsang, dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa, dan dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Syamsurijal. Dari pemerintah, hadir di antaranya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) Abdullah Azwar Anas, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, serta Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia (dua dari kanan) didampingi Wakil Ketua Komisi II (kiri ke kanan) Syamsurizal, Junimart Girsang, dan Saan Mustopa memimpin rapat kerja dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/9/2023).
Ahmad Doli Kurnia Tandjung menjelaskan, pembahasan di Panja RUU ASN di antaranya menghasilkan aturan tentang penataan kelembagaan. Salah satunya menghapuskan lembaga pengawasan ASN, yakni Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Meski lembaganya dihapus dari UU, fungsi institusi tersebut tetap dipertahankan, hanya pelaksanaan tugasnya diserahkan ke Kemenpan dan RB.
”Lembaga itu tidak dibubarkan. Selama ini, kan, fungsi pelayanan ada di BKN, pembinaan ada di LAN, dan pengawasan ada di KASN. Tiga fungsi ini sebenarnya masih ada di dalam UU, tetapi memang lembaganya nanti fleksibel, bisa jadi dilebur,” kata Doli ditemui seusai rapat.
Dalam Pasal 26 draf RUU ASN hasil pembahasan panja tertanggal 25 September 2023 disebutkan bahwa kewenangan kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen ASN diserahkan pada kementerian dan/atau lembaga yang bertugas terkait dengan hal itu. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas tersebut diatur melalui peraturan presiden.
Padahal, UU No 5/2014 sebelum revisi mengatur pengawasan ASN sebagai kewenangan KASN. Dalam Pasal 27 UU No 5/2014 disebutkan, KASN merupakan lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan pegawai ASN yang profesional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa. Lembaga ini bertujuan menjamin terwujudnya sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN. Adapun tugasnya, mulai dari menjaga netralitas ASN, mengawasi dan membina profesi ASN, hingga melaporkan hasil pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan manajemen ASN ke presiden.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Anas (kanan) bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/9/2023).
Berdasarkan catatan Kemenpan dan RB, wacana untuk menghapuskan KASN sudah dikemukakan DPR sejak mengusulkan revisi UU ASN kepada presiden melalui surat No LG/4579/DPR RI/IV/2020. Dalam surat tersebut, DPR mengusulkan perubahan UU ASN yang meliputi lima kluster, di antaranya penghapusan KASN, penetapan kebutuhan pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), serta kesejahteraan PPPK. Pengurangan ASN akibat perampingan organisasi dan pengangkatan tenaga honorer juga termasuk dalam usulan. Setelah pemerintah dan DPR sepakat untuk membahas revisi UU ASN, kluster penghapusan KASN diubah menjadi penguatan pengawasan sistem merit.
Abdullah Azwar Anas membenarkan, setelah KASN dihapus dari UU, kebijakan mengenai pelaksanaan fungsi pengawasan sistem merit pada manajemen ASN akan dibuat oleh Kemenpan dan RB. Adapun eksekusinya akan dilakukan melalui salah satu deputi di Badan Kepegawaian Negara (BKN), yakni Deputi Pengawasan dan Pengendalian. ”Kebetulan BKN punya kantor-kantor regional di seluruh Indonesia. Kalau KASN, kan, tidak punya,” ujarnya.
Menurut Anas, langkah itu justru bisa memperkuat pengawasan sistem merit pada ASN. Sebab, tak hanya dilakukan oleh kedeputian yang memiliki jejaring dan infrastruktur di seluruh wilayah, pihaknya juga akan mengoptimalkan fungsi tersebut melalui peraturan presiden. Peraturan presiden dimaksud akan menjadi dasar dari pelaksanaan tugas lembaga yang dihapuskan di RUU ASN oleh kementerian.
Selain soal kelembagaan, revisi UU ASN juga memuat soal penataan kepegawaian. Hal itu salah satunya dengan memperpanjang masa pengangkatan tenaga honorer menjadi PPPK dari November 2023 ke Desember 2024. Dalam RUU ASN juga diatur bahwa pemerintah daerah tak boleh merekrut tenaga honorer sejak UU ini berlaku.
KOMPAS/PRIYAMBODO
Tes seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk Kementerian Hukum dan HAM di Stadion Lebak Bulus, Jakarta Selatan, beberapa waktu.
Nuansa politis
Guru Besar Ilmu Administrasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sofian Effendi melihat, penghapusan KASN melalui revisi UU ASN lima bulan jelang Pemilu 2024 mengindikasikan nuansa politik yang kuat. Tanpa KASN, potensi penyalahgunaan wewenang memanfaatkan ASN untuk kepentingan elektoral pihak tertentu semakin besar. Sebab, tidak ada lagi lembaga independen yang mengawasi netralitas ASN.
”Selama KASN ada saja netralitas ASN tidak bisa sepenuhnya terjamin, apa lagi kalau tidak ada,” kata Sofian yang juga menjabat Ketua KASN 2014-2019.
Selain soal netralitas, tambahnya, proses pengisian jabatan pimpinan tinggi di lembaga negara yang tak lagi diawasi KASN juga membuka potensi terjadinya jual beli jabatan secara masif. Sebab, pengisian jabatan yang tak diawasi pihak eksternal rentan dilakukan secara transaksional. Hal itu semakin berbahaya jika disertai dengan motif politis di tahun politik.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) 2014-2019 Sofian Effendi
Doli mengakui, potensi penyalahgunaan wewenang untuk menggerakkan ASN demi kepentingan elektoral di Pemilu 2024 memang ada. Akan tetapi, pengawasan terhadap hal tersebut terjamin dengan peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Selain itu, di keterbukaan informasi, semua pelanggaran relatif terpantau oleh masyarakat.