Menjadi personel atau purnawirawan Satuan Kapal Selam atau Korps Hiu Kencana merupakan kebanggaan di TNI Angkatan Laut terutama kekhususan dan amat strategis dalam keberhasilan operasi militer.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
Kembali, meski sejenak, ke Sarang Hiu di Surabaya, Jawa Timur, menjadi kegembiraan besar bagi kalangan perwira tinggi purnawirawan TNI Angkatan Laut dari Paguyuban Hiu Kencana, Senin (18/9/2023). Sarang Hiu bukan habitat spesies cucut, melainkan markas unit personel Satuan Kapal Selam di Komando Armada 2 (dahulu Komando Armada RI Kawasan Timur).
Ketua Paguyuban Hiu Kencana Laksamana Muda (Purn) Didi Setiadi mengoordinasi rekan-rekannya dan kalangan jurnalis untuk press tour peringatan hari ulang tahun ke-64 Korps Hiu Kencana atau Satuan Kapal Selam. Mereka mengunjungi Komando Operasi Kapal Selam (Koopkasel), Satkasel, dan PT PAL yang berada di area AL dalam wilayah administrasi Kelurahan Ujung, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya.
”Kami ini generasi pertama pengawak kapal selam kelas Whiskey yang sudah tidak dioperasikan lagi. Senang sekali bisa kembali dan bertemu dengan adik-adik Korps Hiu Kencana,” ujar Didi, Kepala Pelaksana Harian Press Tour. Di Koopkasel, paguyuban diterima dengan begitu hangat oleh Komandan Koopkasel Laksamana Pertama Indra Agus Wijaya. Di Koopkasel, paguyuban mendapat penjelasan rencana pengembangan, penguatan, dan pemajuan unit tempur amat strategis itu.
Menurut Indra, pembentukan Koopkasel merupakan upaya TNI AL mereorganisasi Satkasel sekaligus sebagai respons atas insiden patroli abadi pada 21 April 2021 yang menewaskan 53 kru KRI Nanggala-402 di Laut Bali. Saat itu, Nanggala merupakan satu dari dua kapal selam tersisa yang dimiliki oleh AL selain KRI Cakra-401.
TNI meningkatkan kekuatan Satkasel dengan pembelian atau pengadaan baru. Selain Cakra, tiga kapal selam lainnya dan relatif baru ialah KRI Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404, dan KRI Alugoro-405. Satkasel juga akan menerima beberapa submarine rescue vehicle system (SRVS) dan kapal induk peluncur dari Kementerian Pertahanan. SRVS ialah kapal selam khusus operasi pencarian dan pertolongan (SAR) sekaligus evakuasi awak kapal selam tempur yang tenggelam.
Sebagai catatan, sebelum Koopkasel berdiri, Satkasel berada dalam kendali operasi Panglima Koarmada 2 atau dahulu Panglima Koarmatim. Markas unit berada di dalam Koarmada 2 yang berbagi perairan dengan deretan KRI permukaan, dermaga PT PAL, dan Pelabuhan Tanjung Perak. Dari sisi operasi, Panglima tidak selalu dari Satkasel.
”Padahal, operasi kapal selam berbeda dengan kapal permukaan,” kata Indra. Kapal selam adalah alat utama sistem persenjataan (alutsista) amat strategis dalam armada militer negara. Kapal selam berkeunggulan dalam aspek kerahasiaan operasi dan daya tempur serta daya hancur tinggi sehingga strategis mutlak. Untuk itu, pola operasi kapal selam tidak sama dengan kapal perang permukaan.
Indra mencontohkan, karena aspek kerahasiaan tinggi, pergerakan kapal selam tidak boleh selalu terpantau. Di kapal perang permukaan, lokasi unit hampir selalu dilaporkan dari anjungan kepada pusat komando dan pengendalian (puskodal). ”Kapal selam tidak bisa demikian, ada suatu waktu ketika menjalankan misi rahasia, kapal selam tidak melaporkan posisinya,” ujarnya.
Untuk itu, Satkasel perlu memiliki pangkalan utama untuk mendukung keberhasilan misi operasi. Pangkalan yang ada saat ini tidak ideal untuk operasi kapal selam melalui alur pelayaran barat Surabaya (APBS). Kapal selam seharusnya tidak menghabiskan waktu lama sejak bergerak dan menyelam lalu memulai perjalanan dan operasi. Di APBS terdapat kapal perang permukaan bahkan kapal niaga dan kapal penumpang. ”Betul, itu tidak ideal, seharusnya ada pangkalan khusus kapal selam,” kata Didi.
TNI AL terus mengkaji sejumlah lokasi yang cocok untuk pembangunan pangkalan kapal selam, misalnya Ambon di Maluku, Situbondo di Jatim bagian timur, dan Lampung di Pulau Sumatera. Paguyuban mengapresiasi TNI AL untuk pembenahan Satkasel. Paguyuban berharap Koopkasel menjadi armada sendiri dan dipimpin panglima, bukan komandan berpangkat laksamana muda. Yang terutama, menjamin keselamatan dan keamanan operasi kapal selam.
Kapal selam tidak bisa demikian, ada suatu waktu ketika menjalankan misi rahasia, kapal selam tidak melaporkan posisinya.
Dari Koopkasel, rombongan melanjutkan tur ke Satkasel. Di Sarang Hiu, mereka akan bertemu personel alias adik-adik yang saat ini mengawaki Cakra, Nagapasa, Ardadedali, dan Alugoro. Kebetulan, keempat kapal selam itu sedang sandar di dermaga Satkasel untuk pemeliharaan dan atau pengisian daya. Rombongan kemudian memasuki Alugoro dan diterima dengan hangat oleh Komandan Letnan Kolonel Laut (P) Topan Agung Yuwono serta kru.
Memasuki kapal selam yang dibeli pada 2021 senilai Rp 4,679 triliun itu, para purnawirawan seolah kembali ke masa mengoperasikan kelas Whiskey yang notabene bernama sama dengan penerusnya dari kelas Chang Bogo, antara lain Tjakra, Nanggala, Alugoro. Satu unit, yakni Pasopati, diabadikan sebagai Monumen Kapal Selam di tepi Kali Mas, Surabaya. Satu unit kelas Chang Bogo, yakni Nanggala, patroli abadi di kedalaman Laut Bali bersama arwah anumerta 53 krunya.
”Alugoro yang ini sejuk, tidak kayak yang kelas Whiskey, panas, he-he-he,” kata Laksamana Pertama (Purn) Suryo Djati mengenang.
Laksamana Muda (Purn) Moelyanto menyusuri lorong dalam dan mencoba membandingkan interior kapal selam. Interior tidak berubah signifikan. Alugoro terbagi menjadi lima ruang dari untuk senjata, kabin kru, kendali operasi, sampai untuk mesin. ”Yang membedakan, peralatan dan sistem saat ini yang tercanggih dan termutakhir,” ujarnya.
Ada sejumlah materi pembicaraan yang menarik didiskusikan antara paguyuban dan kru, tetapi sifatnya sensitif atau rahasia. Untuk perangkat termasuk persenjataan, di era teknologi informasi saat ini, suatu kapal selam nyaris terungkap seluruh aspeknya. ”Yang rahasia adalah operasi dan pola komunikasi,” kata Topan diamini paguyuban.
Di sisi lain dan amat penting, hidup di kapal selam jelas berbeda dengan di kapal permukaan. Di kedalaman perairan, tekanan begitu hebat. Untuk itu, personel kapal selam hanya untuk yang terpilih dan terlatih alias elite. Tidak berlebihan jika awak kapal selam mengikhtiarkan semboyan Wira Ananta Rudira atau Tabah sampai Akhir.
Moto itu dinyatakan oleh mendiang Laksamana Pertama (Purn) Raden Pandji Poernomo, bapak Satkasel, dan ditetapkan sebagai semboyan Korps Hiu Kencana sejak 16 Maret 1961. Tabah berarti tidak akan takut karena berani, tidak akan menyerah karena ulet, tidak akan terburu-buru karena sabar, tidak akan kehilangan karena tenang, tidak akan mundur karena teguh dan sumpah pengabdian tersebut harus sampai akhir.
Ketua Forum Komunikasi Putra Putri Hiu Kencana RP Raditya Poernomo, putra mendiang Raden Panji Poernomo, mengatakan, Korps Hiu Kencana memiliki sifat kekhususan dalam operasi militer, yakni pengintaian, pendaratan senyap, penyerangan, wolfpack, penerobosan daerah ranjau, patroli, penahan serangan bom laut, dan perlindungan terhadap armada permukaan.