Kita masih berharap 53 awak dan personel KRI Nanggala ditemukan selamat. Kita menghargai uluran tangan untuk membantu pencarian yang disampaikan negara sahabat, seperti Australia, Malaysia, dan Singapura.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara, Indonesia termasuk yang berpikiran visioner dalam pengembangan alat utama sistem persenjataan laut.
Kita sudah mengoperasikan 12 kapal selam Whiskey buatan Uni Soviet awal tahun 1960-an. Kapal selam memperkuat armada laut Indonesia saat itu, yang posturnya kokoh sebagaimana Angkatan Udara. Pergantian rezim membuat semua alat utama sistem persenjataan (alutsista) buatan Blok Timur dipensiunkan, termasuk kapal selam, salah satunya Pasopati yang kini menjadi ikon turisme di Surabaya, Jawa Timur.
Pada masa Orde Baru, tradisi kapal selam terus ada, tetapi hanya mewujud dalam dua kapal, yakni Cakra dan Nanggala. KRI Nanggala dengan nomor 402, Rabu (21/4/2021), dilaporkan hilang kontak saat akan melakukan uji penembakan torpedo di utara Pulau Bali. Kapal selam produksi pabrik HDW Jerman tahun 1979 ini diberi simbol Tipe 209/1300 dan banyak diekspor. Tipe ini digunakan oleh sejumlah negara yang mengoperasikan armada kapal selam berukuran kecil, seperti Argentina, Brasil, Korea Selatan, dan Indonesia. Jerman memutakhirkan 209 menjadi 212 sejak tahun 2003.
Dimakan umur, KRI Nanggala pernah menjalani program peremajaan di galangan DSME Korea Selatan, yang membuatnya memiliki berbagai kemampuan baru, mulai dari radar dan sonar, hingga kontrol senjata.
Indonesia menyadari kapal selam kian penting dan memesan lagi dari Korea Selatan yang punya pengalaman lebih banyak. Hasil pengadaan dengan alih teknologi ini, Indonesia mempunyai tambahan tiga kapal selam lagi. Kini, di kawasan Asia Tenggara, Indonesia bukan lagi satu-satunya operator kapal selam. Malaysia mengoperasikan kapal selam tipe Scorpene buatan Perancis. Singapura mengoperasikan kapal selam Sjoormen dan Vastergotland dari Swedia.
Kapal selam semakin diakui daya tangkalnya sebab lawan sulit memperkirakan serangan akan datang dari mana. Meskipun juga harus diakui, alutsista antikapal selam juga semakin canggih. Keberadaan kapal selam tidak lagi sepenuhnya imun dari deteksi sistem antikapal selam.
Di negara berkembang, kapal selam masih bersenjatakan torpedo dan rudal antikapal, seperti Exocet. Fungsi utama alutsista bawah laut ini kebanyakan untuk patroli penegakan kedaulatan, berbeda dengan kapal selam berpeluru kendali yang dioperasikan oleh kuasa utama (major power), yaitu kapal selam menjadi pilar dari sistem triad persenjataan nuklir, selain rudal pangkal darat dan rudal untuk pengebom.
Indonesia sebagai negara kepulauan sudah menjadi keniscayaan memanfaatkan kapal selam untuk mengamankan perairan dan menegakkan kedaulatan negaranya.
Hingga Kamis (22/4/2021) malam masih dilakukan pencarian untuk menemukan KRI Nanggala. Kita masih berharap 53 awak dan personel dalam kapal ini ditemukan selamat. Kita hargai uluran tangan untuk membantu pencarian yang disampaikan negara sahabat, seperti Australia, Malaysia, dan Singapura.