Menteri Cuti Nyapres, KSP Memastikan Pemerintahan Tetap Berjalan
Kebijakan cuti bagi para menteri yang berkontestasi dalam Pemilihan Presiden dipastikan KSP tak akan mengganggu jalannya pemerintahan. Namun, soliditas kabinet nantinya diperkirakan bakal menghadapi tantangan.
Oleh
NINA SUSILO, CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, MAWAR KUSUMA WULAN KUNCORO MANIK
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kewajiban cuti bagi para menteri yang menjadi calon di Pemilihan Presiden 2024 dinilai tak akan mengganggu. Pemerintahan diyakini tetap berjalan dan arahan Presiden juga bisa didistribusikan dengan baik.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memastikan kementerian dan jalannya pemerintahan tak terganggu kendati jika nanti ada menteri yang cuti saat Pilprea 2024. ”Kan, ada wakil menteri. Kalaupun enggak ada wakil menteri, secara teknokratis, jabatan-jabatan profesional sekretaris jenderal ke bawah sudah punya landasan untuk bekerja,” tuturnya, Rabu (6/9/2023), di sela-sela penyelenggaraan KTT Ke 43 ASEAN di Jakarta Convention Center, Jakarta.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kementerian tetap bisa menjalankan tugas-tugas pemerintahan kendati menterinya cuti. KSP, kata Moeldoko, juga akan mencermati efektivitas kerja kementerian/lembaga dari hari ke hari. Jika ada kemandekan, lanjutnya, KSP akan turun tangan langsung.
Adapun terkait kebijakan Presiden yang biasanya menjadi tugas para menteri dan kepala lembaga untuk mendistribusikan pada jajaran di kementerian/lembaga, hal itu bisa digantikan oleh wakil menteri atau sekretaris jenderal. Biasanya kebijakan ini disampaikan dalam arahan Presiden di sidang-sidang kabinet. Jika menteri berhalangan hadir, tugasnya bisa digantikan wakil menteri ataupun sekretaris jenderal.
Aturan yang memungkinkan menteri tidak harus mengundurkan diri saat berkontestasi dalam Pilpres, menurut ahli hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, ada kelebihan dan kekurangan.
Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi No 68/PUU-XX/2022, KPU mempersiapkan rancangan peraturan KPU terkait pencalonan peserta pemilu presiden dan wakil presiden. Pada Pilpres 2019 menteri atau pejabat setingkat menteri harus mengundurkan diri saat menjadi capres-cawapres. Namun, untuk Pemilu 2024, menteri dan pejabat setingkat menteri cukup mengajukan cuti sepanjang mendapatkan izin dari Presiden.
Pengawasan jauhkan menteri dari fasilitas
Adanya penyelenggara negara setingkat menteri dan pejabat setingkat menteri terlibat dalam kontestasi politik adalah hal biasa dalam sistem ketatanegaraan. Namun, aturan yang memungkinkan menteri tidak harus mengundurkan diri saat berkontestasi dalam Pilpres, menurut ahli hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, ada kelebihan dan kekurangan.
”Kelebihannya, dia tidak disibukkan dengan urusan-urusan administrasi yang tentu saja akan mengganggu proses penyelenggaraan pemerintahan. Namun, di sisi yang lain, ada kelemahan tradisi di dalam praktik politik kita bahwa sering kali digunakan fasilitas-fasilitas dan program-program negara untuk kepentingan politik,” ujarnya.
Penyalahgunaan fasilitas dan program negara ini mungkin terjadi ketika menteri mengunjungi atau melakukan kampanye di daerah tertentu. Penggunaan berbagai fasilitas dan program kementerian untuk kampanye ini dipastikan akan merugikan masyarakat karena program hanya ditumpangi kepentingan politik sesaat.
Menurut Feri, dibutuhkan sistem pengawasan untuk menjauhkan sang menteri dari penggunaan fasilitas yang tidak patut. ”Program kementerian yang sejalan harinya dengan kunjungan menteri (saat kampanye), maka itu harus dianggap program yang tidak sah, tidak boleh diterima di laporan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan juga harus dipertanggungjawabkan oleh sang menteri itu sendiri,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Para Syndicate Ari Nurcahyo menilai aturan ini akan menjadi tantangan bagi Presiden Jokowi untuk menjaga soliditas atau kekompakan para menteri yang bermuara pada terjaganya tingkat kepuasan publik. Terjaganya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah ini penting karena berkaitan dengan kepentingan elektoral dalam meneruskan warisan program pemerintahan Jokowi.
Dengan memberikan ruang sama dalam hal keleluasaan melakukan kerja politik di parpol masing-masing atau menjadi kandidat capres-cawapres, para menteri juga diharapkan tahu diri dengan tetap menjaga fokus pada kinerja pemerintah. Hal ini menjadi pertaruhan politik, apalagi tantangan ke depan tidak mudah.
”Jadi, secara politik pertaruhannya begini, pada konteks hari ini, Presiden Jokowi berkepentingan menjaga kinerja pemerintah tetap optimal. Sebab, dengan kinerja kabinet optimal maka bisa memelihara tingkat kepuasan publik kepada Presiden Jokowi. Dengan kepuasan publik terjaga, Presiden berharap nanti (terjaga pula) persepsi (dan) harapan publik terhadap upaya melanjutkan legacy Jokowi,” katanya.
Artinya, menurut Ari, terdapat korelasi antara kepentingan politik menjaga keseimbangan di kabinet dan menjaga tingkat penerimaan publik terhadap Presiden Jokowi agar tetap tinggi. Presiden Jokowi harus memastikan, dengan tim kabinetnya sekarang, agar nanti dapat mendarat dengan mulus pada akhir masa pemerintahannya di Oktober 2024.
”Ini pilihan tidak mudah. Namun, Presiden Jokowi punya modal kuat karena memiliki tingkat kepuasan publik tinggi. Dan, Presiden Jokowi juga punya modal politik kuat karena memang mengontrol betul, punya kontrol kuat, terhadap para menterinya. Presiden Jokowi juga harus menciptakan kondisi bahwa loyalitas para menteri dari partai dan (menteri) yang akan berkontestasi itu tetap penuh sampai Oktober 2024,” ujarnya.
Presiden Jokowi harus memastikan, dengan tim kabinetnya sekarang, agar nanti dapat mendarat dengan mulus pada akhir masa pemerintahannya di Oktober 2024.
Soliditas kabinet bakal hadapi tantangan
Menurut Ari, meskipun memberikan ruang bagi menterinya untuk berkontestasi dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, Presiden Jokowi mempunyai tekanan-tekanan dengan sumber daya politik yang sekarang dia kuasai. Ari pun menyebut Jokowi yang tengah mengayun dua kaki, antara bakal capres yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ganjar Pranowo, dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang diusung sebagai bakal capres dari Partai Gerindra.
”Upaya Jokowi yang sebenarnya mengayun dua kaki, antara Ganjar dan Prabowo, itu saya lihat juga bagian dari pesan bahwa Presiden bersikap netral dan memberi ruang yang sama kepada siapa pun yang berkontestasi yang mungkin nanti akan berhadap-hadapan,” katanya.
Persoalannya, Ari melanjutkan, nantinya para menteri yang akan berkontestasi tersebut berada dalam perkubuan politik berbeda. ”Nah, dengan adanya perbedaan perkubuan politik dengan menjaga soliditas kinerja itu apa pengikatnya? Jokowi menggunakan sebagai pengikatnya adalah loyalitas kepada presiden karena presiden mengontrol penuh, punya kontrol penuh dan pengaruh kuat terhadap semua menterinya, baik itu menteri partai atau nonpartai, baik yang mau maju atau tidak maju kontestasi politik,” katanya.
Berkaitan dengan pengganti sementara menteri yang akan cuti, Ari menuturkan di beberapa kementerian yang menterinya berasal dari parpol atau dimungkinkan akan ikut berkontestasi sudah memiliki jabatan wakil menteri. Posisi wakil menteri selain untuk mengelola urusan yang cukup banyak di suatu kementerian, menurut Ari, juga dipersiapkan oleh Presiden Jokowi untuk menambal kekosongan ketika nanti menteri bersangkutan cuti dengan alasan kebutuhan politik.