Penyelenggaraan pemilu serentak Indonesia di luar negeri tak luput dari potensi kerawanan. Hal ini bisa menjadi peringatan dini bagi KPU untuk membuat regulasi dan memastikan keberhasilan penyelenggaraan pemilu.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
KOMPAS/WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Afifuddin, dan anggota Bawaslu Herwyn JH Malonda (tengah, dari kiri ke kanan) saat peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu Serentak 2024, di Jakarta, Kamis (31/8/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu memetakan indikasi kerawanan saat penyelenggaraan pemilu serentak di luar negeri. Dari 128 negara perwakilan, terdapat 20 negara dengan tingkat kerawanan yang lebih tinggi. Negara tersebut dinilai rawan karena terdapat jumlah warga negara Indonesia atau WNI yang besar, migrasi pemilih yang banyak, dan tingkat pelanggaran yang tinggi.
Hal itu mengemuka dalam peluncuran ”Pemetaan Kerawanan Pemilu Serentak 2024” dengan isu strategis mengenai penyelenggaraan pemilu di luar negeri yang berlangsung secara hibrida di Jakarta, Kamis (31/8/2023). Agenda tersebut turut dihadiri oleh Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Afifuddin, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito, serta perwakilan pemerintah, partai politik, dan masyarakat lainnya.
Adapun 20 negara yang tergolong rawan itu secara berturut-turut adalah Malaysia, Amerika Serikat, Hong Kong, Jepang, Australia, Qatar, Taiwan, Belanda, Korea Selatan, Mesir, dan Singapura. Selain itu, Oman, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Brunei Darussalam, Abu Dhabi, Jerman, dan Filipina.
Anggota Bawaslu Herwyn JH Malonda menjelaskan, Malaysia merupakan negara paling rawan karena pemilihnya separuh dari total pemilih di luar negeri secara keseluruhan. Adapun total pemilih di luar negeri sebanyak 1.750.474 orang yang terdiri dari 751.260 laki-laki dan 999.214 perempuan. Dengan demikian, jumlah pemilih di Malaysia lebih dari 850.000 orang.
Herwyn menyebutkan, daerah dengan pemilih dalam jumlah banyak di Malaysia tersebar di Kuala Lumpur, Johor Baru, Kota Kinabalu, Kuching, Penang, dan Tawau. ”Banyak negara yang WNI-nya keluar masuk dengan tingkat yang tinggi, sementara tidak semua perpindahan penduduk itu terekam oleh lembaga negara. Ada juga paspor WNI yang sudah habis dan pergantian kewarganegaraan yang belum tercatat,” ujarnya.
Secara keseluruhan, pemetaan kerawanan penyelenggaraan pemilu dibagi menjadi tiga kelompok, yakni pada saat persiapan, pra-pemungutan, dan pemungutan suara. Setiap kelompok memiliki permasalahan yang berbeda-beda.
Celah-celah kerawanan saat Pemilu 2019 bisa terulang dalam Pemilu 2024. Salah satunya adalah pemilih luar negeri yang sudah mencoblos melalui surat pos, tetapi ikut memilih juga melalui tempat pemungutan suara (TPS) di Kedutaan Besar RI.
Belum ada aturan pelaksanaan yang rinci di luar negeri
Pada masa kampanye, misalnya, tidak terdapat aturan yang merinci pelaksanaannya di luar negeri. Syarat formil dan materiil yang dibutuhkan saat menegakkan pelanggaran hukum pemilu di luar negeri juga terbatas. Selain itu, metode pemungutan dengan pengiriman surat melalui pos juga berpotensi memicu duplikasi surat suara.
”Ada juga metode pemungutan dengan kotak suara keliling (KSK) yang kadang terkendala perizinan,” ucap Herwyn.
Rahmat Bagja menyebutkan, celah-celah kerawanan saat Pemilu 2019 bisa terulang di Pemilu 2024. Salah satunya adalah pemilih luar negeri yang sudah mencoblos melalui surat pos ikut memilih juga melalui tempat pemungutan suara (TPS) di Kedutaan Besar RI.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Shandi Nugroho (kiri) menjawab pertanyaan wartawan didampingi Ketua Hubungan Antar Lembaga Dewan Pers Totok Suryanto (kedua dari kanan) dan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja di acara Diskusi Media dan Aturan Pemberitaan Kampanye Pemilu di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Kondisi itu, lanjut dia, belum ada solusi hingga saat ini. Perihal waktu penerimaan dan pencoblosan dari surat pos perlu ditegaskan untuk menghindari duplikasi suara. Hal ini mengingat penyelenggaraan pemilu di luar negeri berlangsung lebih dulu daripada dalam negeri.
”Aturan kampanye di luar negeri juga harus diatur oleh KPU. Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) memperbolehkan peserta pemilu untuk kampanye di fasilitas pemerintah. Satu-satunya fasilitas pemerintah di luar negeri adalah gedung KBRI,” tutur Bagja.
Perihal waktu penerimaan dan pencoblosan dari surat pos perlu ditegaskan untuk menghindari duplikasi suara.
Putusan MK Nomor 65/PU-XXI/2023 mengizinkan peserta Pemilu 2024 untuk melaksanakan kegiatan kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan. Sementara aturan kampanye yang diatur dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu belum direvisi.
Menurut Afifuddin, penyelenggaraan pemilu di luar negeri tak lepas dari permasalahan. Ia mencontohkan kasus pada Pemilu 2019 di Kuala Lumpur, Malaysia, saat calon sudah dinyatakan terpilih, tetapi ditarik kembali karena ada puluhan ribu surat suara yang dikirimkan ke satu titik. ”Proses kampanye dan sosialisasi perlu diatur kembali. Contohnya adalah pertemuan-pertemuan luar negeri oleh peserta pemilu,” tuturnya.
KOMPAS/DENTY PIAWAI NASTITIE
WNI mengantre untuk ikut pemilu di KBRI Paris, Perancis, Sabtu (13/4/2019).
Meski begitu, berbagai kerawanan yang sudah dipetakan Bawaslu akan menjadi early warning bagi KPU. Ini untuk mewujudkan pemilu yang berintegritas dan berkualitas.
Sementara itu, Heddy Lugito berpandangan, pemilu merupakan sarana perebutan kekuasaan yang diperbolehkan undang-undang. Pelaksanaannya membutuhkan regulasi yang tegas dan bisa menjamin keberhasilan penyelenggaraan.