MA Batalkan Penghitungan Keterwakilan Perempuan di Peraturan KPU
Pada 29 Agustus 2023, Mahkamah Agung membatalkan skema penghitungan 30 persen perempuan dalam pencalonan tiap dapil. Masyarakat sipil mendorong agar putusan MA dipublikasikan dan putusan itu segera diimplementasikan.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI, IQBAL BASYARI
·2 menit baca
KOMPAS/NIKOLAUS HARBOWO
Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mendesak KPU untuk segera merevisi Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 di kantor KPU, Jakarta, Sabtu (13/5/2023). Tuntutan ini bertujuan agar terwujud pemenuhan hak politik perempuan dan meminimalisasi terjadinya instabilitas politik yang berujung pada wacana penundaan Pemilu 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum dan partai-partai politik peserta pemilu diharapkan dapat segera mengimplementasikan putusan Mahkamah Agung yang membatalkan skema penghitungan keterwakilan 30 persen perempuan di tiap daerah pemilihan yang ada di Peraturan KPU. Untuk memudahkan hal tersebut, MA diharapkan untuk segera memublikasikan salinan putusan lengkap yang membatalkan salah satu pasal di PKPU No 10/2023.
”Kami berharap KPU bisa menindaklanjuti sesegera mungkin putusan MA dimaksud. Selain itu, kami juga berharap dapat secepat mungkin memperoleh salinan putusan,” ujar Titi Anggraini, pengajar hukum pemilu di Universitas Indonesia, Selasa (30/8/2023) malam.
Titi merupakan salah satu pemohon uji materi Pasal 8 Ayat (2) PKPU No 10/2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Selain Titi, pemohon uji materi lainnya adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Koalisi Perempuan Indonesia, Hadar Nafis Gumay, dan Wahidah Suaib.
Pada 29 Agustus 2023, MA mengabulkan seluruh permohonan pengujian Pasal 8 Ayat (2) PKPU No 10/2023 terkait cara penghitungan 30 persen perempuan dalam pencalonan di tiap dapil. Pasal tersebut mengatur, apabila penghitungan menghasilkan angka pecahan, bila dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50, dilakukan pembulatan ke bawah. Sebaliknya jika dua tempat desimal di belakang koma bernilai di atas 50, maka dilakukan pembulatan ke atas.
Pada 29 Agustus 2023, Mahkamah Agung mengabulkan seluruh permohonan pengujian Pasal 8 Ayat (2) PKPU No 10/2023 terkait cara penghitungan 30 persen perempuan dalam pencalonan di tiap daerah pemilihan.
MA membatalkan norma tersebut karena dinilai bertentangan dengan UU No 7/2017 tentang Pemilu. Dengan demikian, norma tersebut dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Adapun perkara tersebut diputus oleh majelis yang dipimpin oleh hakim agung Irfan Fachruddin serta hakim anggota Cerah Bangun dan Yodi Martono Wahyunadi.
Titi Anggraini mengaku dirinya mengapresiasi putusan MA tersebut meskipun putusan itu dijatuhkan lebih dari 30 hari kerja seperti yang diatur di dalam UU Pemilu. Ia berharap, salinan putusan lengkap dapat segera diakses baik oleh pemohon maupun publik yang ingin membaca detail putusan yang dimaksud.
KOMPAS/PRADIPTA PANDU
Ketua KPU Hasyim Asyari.
KPU akan mengecek penghitungan
Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, pihaknya akan mengecek terlebih dahulu terkait putusan soal keterwakilan 30 persen Perempuan. ”Itu cara hitungnya berarti dianggap salah. Nanti kita sesuaikan,” ujarnya.
Menurut Hasyim, di dalam daftar calon sementara, keterwakilan 30 persen perempuan untuk tiap daerah pemilihan sebenarnya sudah terpenuhi. ”Sesungguhnya kalau kita cek satu per satu setiap partai politik per dapil keterwakilan perempuan yang diusulkan itu sudah mencukupi. Melampaui 30 persen. Itu sudah diumumkan KPU dalam DCS (daftar calon sementara). Bisa kita cek masing-masing,” ujarnya.
Terkait dengan perubahan skema penghitungan tersebut akan memengaruhi DCS, Hasyim menegaskan, ”Kalau hitungannya sudah di atas 30 persen, semua sudah terpenuhi.”