Belum Dibahas Resmi, Sikap Fraksi di DPR pun Terbelah Tiga
Pemerintah berencana mempercepat Pilkada November 2024 jadi September 2024. Rencana itu baru dibahas bersama DPR secara tertutup dan belum resmi diajukan ke DPR. Buntutnya, suara dan sikap fraksi DPR pun terbelah tiga.
JAKARTA, KOMPAS - Fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat belum satu suara menanggapi rencana pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu tentang Pilkada 2024. Apalagi pembahasan resmi rencana perppu belum pernah dilakukan secara resmi oleh pemerintah bersama DPR. Akhirnya, suara dan sikap DPR pun terbelah tiga. Sebanyak tiga fraksi setuju, dua fraksi menolak, dan empat fraksi masih belum menentukan sikap.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Fraksi Partai Golkar setuju dengan rencana pemerintah menerbitkan perppu tentang Pilkada serentak 2024. Sementara fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menolak. Adapun fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Demokrat, serta Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih belum menentukan sikap.
Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, Golkar setuju dengan penerbitan perppu pilkada. Sebab keserentakan pelantikan kepala daerah merupakan hal yang penting untuk menyatukan manajemen politik, pemerintahan, dan pembangunan agar menciptakan sinergi dari pemerintah pusat hingga daerah.
"Dalam konteks itu, Golkar setuju dan mendukung rencana perppu pilkada, toh kami dulu pada saat mau mengusulkan revisi undang-undang pemilu, salah satu isunya kan soal keserentakan. Bagaimana keserentakan diatur di undang-undang agar ada sinergi pemerintahan," ujarnya di Jakarta, Rabu (30/8/2023).
Baca Juga: Perppu Segera Diterbitkan, Pilkada 2024 Maju ke September dari Sebelumnya November 2024
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota mengatur, Pilkada 2024 digelar pada November 2024. Pada awal 2022, pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan penyelenggara pemilu sepakat pemungutan suara Pilkada 2024 dilaksanakan pada 27 November 2024.
Namun, belakangan, pemerintah merencanakan untuk menerbitkan perppu pilkada yang salah satunya memuat perubahan jadwal hari pemungutan suara Pilkada 2024. Jadwal pilkada yang telah disepakati pada 27 November 2024 diusulkan maju dua bulan dan diselenggarakan dalam dua tahap, yakni pada 7 September dan 24 September 2024. Menurut rencana, Perppu Pilkada akan diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo pada September 2023.
"Menurut rencana, Perppu Pilkada akan diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo pada September 2023"
Menurut Doli, selama dua pekan terakhir santer wacana di masyarakat untuk mempercepat pilkada dari November ke September. Jika pemerintah memiliki pandangan yang sama dan menangkap aspirasi yang berkembang, maka jalan paling cepat melalui penerbitan perppu. Selain itu, isu yang direvisi tidak akan melebar seperti ketika melakukan revisi undang-undang.
Jika pilkada serentak 2024 dimajukan, lanjutnya, berarti tahapan pemilu pun akan lebih cepat. Oleh karenanya, pemerintah harus segera menerbitkan perppu sebelum tahapan pilkada dimulai November dimulai. "Kalau perppu sudah diterbitkan, kami di Komisi II DPR akan membahasnya bersama-sama untuk menerima atau menolak," katanya.
"Kalau perppu sudah diterbitkan, kami di Komisi II DPR akan membahasnya bersama-sama untuk menerima atau menolak"
Ketua Kelompok Fraksi PDI-P di Komisi II DPR Arif Wibowo mengatakan, Fraksi PDI-P setuju dengan rencana penerbitan perppu pilkada. Sebab UU 10/2016 memiliki kelemahan yang harus diperbaiki, salah satunya tidak mengatur keserentakan pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024. Oleh karena itu, perlu ada keserentakan pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024 yang selisih waktunya dengan pelantikan presiden terpilih tidak terlalu lama.
Jika pilkada dilaksanakan September dan ada gugatan perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi, pelantikan bisa dilakukan akhir 2024 atau paling lambat Januari 2025. Dengan demikian, selisih waktu pelantikan kepala daerah dengan presiden yang jadwalnya pada 20 Oktober 2024 tidak terlalu lama.
Menurutnya, kegentingan memaksa untuk menerbitkan perppu merupakan fatsun subjektif dari presiden. Sebab pengaturan ini ini terkait dengan penyusunan sistem pemerintahan dan tata kelola pemerintahan yang berbasis negara kesatuan. Oleh karenanya, perppu mendesak diterbitkan agar kepala daerah tidak terus menerus diisi oleh penjabat. "Tidak boleh pemerintahan diisi oleh penjabat terus menerus," tutur Arif.
Dua rezim berbeda
Ketua Kelompok Fraksi PPP di Komisi II DPR Arsul Sani mengatakan, Fraksi PPP setuju dengan rencana pemerintah menerbitkan perppu pilkada. Sama seperti Golkar dan PDI-P, PPP juga memberi perhatian pada keserentakan permulaan pemerintahan mulai tingkat pusat hingga daerah. Kepala daerah hasil Pilkada 2024 juga tidak akan mengalami dua rezim pemerintahan yang berbeda di waktu yang relatif sama.
"Dulu kan sebelum muncul ide pilkada serentak, ada gubernur, bupati, dan wali kota yang presidennya berbeda-beda. Padahal peran presiden sebagai kepala pemerintahan menentukan arah pembangunan di daerah," katanya.
"Dulu kan sebelum muncul ide pilkada serentak, ada gubernur, bupati, dan wali kota yang presidennya berbeda-beda. Padahal peran presiden sebagai kepala pemerintahan menentukan arah pembangunan di daerah"
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman menegaskan, sejauh ini fraksinya tidak setuju dengan wacana Perppu Pilkada. Menurut dia, KPU tetap saja mengacu pada jadwal pilkada yang telah diatur dalam UU Pilkada. Dalam UU itu, jadwal pilkada sudah diatur sedemikian rupa agar tidak terlalu beririsan dengan tahapan pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres).
“Enggaklah. Susahlah (memajukan jadwal pilkada). Kasih napas dululah habis pileg dan pilpres. Biar waktunya lebih enak,” ujarnya.
Jika jadwal pilkada dimajukan, menurut Habiburokhman, itu justru akan merusak ritme kerja semua pihak, baik partai politik sebagai peserta pemilu, maupun para penyelenggara pemilu. “Jadi, ikuti saja aturan yang sudah ada,” ucapnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PKB Yanuar Prihatin mengatakan, keserentakan pelantikan tidak harus sampai mengubah jadwal pilkada. Pemerintah bisa membuat aturan tersendiri agar pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 bisa dilakukan secara serentak. "Bila ada keinginan untuk menetapkan perlunya pelantikan serentak bagi kepala daerah terpilih, maka variabel ini tidak harus dikaitkan dengan jadwal pilkada," katanya.
Baca Juga: Perppu Disepakati untuk Mengubah UU Pemilu
Oleh karena itu, PKB tidak setuju dengan perubahan jadwal pilkada karena berpotensi menimbulkan kegaduhan baru. Perubahan jadwal juga bisa mendorong munculnya ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dan pembuat undang-undang karena tak konsisten dengan keputusan yang sudah diambil. Apabila ada alasan keamanan, pelaksanaan pilkada bisa dibagi menjadi dua tahap namun tetap pada November sesuai UU Pilkada.
Menyusun ulang perencanaan
Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno mengatakan, PAN belum menentukan sikapnya terhadap rencana perppu pilkada. Pihaknya ingin melihat terlebih dahulu isi perppu, termasuk melihat kesiapan penyelenggara pemilu dan parpol. Sebab pelaksanaan pemilu lima kotak pada Februari membutuhkan energi yang besar, bahkan ada kemungkinan pilpres dua putaran sehingga irisan tahapan dengan pilkada akan sangat banyak.
"Parpol tentu harus menyusun ulang perencanaan persiapan pilkada yang dimajukan dua bulan karena percepatan pilkada juga membutuhkan akselerasi persiapan," tuturnya.
"Parpol tentu harus menyusun ulang perencanaan persiapan pilkada yang dimajukan dua bulan karena percepatan pilkada juga membutuhkan akselerasi persiapan"
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN, Guspardi Gaus, menambahkan, substansi menerbitkan perppu harus dikaji lebih detail. Sebab ada banyak opsi untuk mencapai keserentakan pelantikan tanpa harus melalui perubahan undang-undang. Keserentakan pelantikan juga bisa dilakukan melalui koordinasi dengan Mahkamah Konstitusi agar sengketa hasil pilkada tidak berlarut.
"Kalau memang diperlukan perubahan, saya setuju. Tetapi kalau bisa dilakukan melalui UU 10/2016 tidak masalah," ujarnya.
Ketua Kelompok Fraksi Partai Nasdem di Komisi II DPR Aminurokhman mengatakan, fraksinya belum menentukan sikap terkait wacana penerbitan perppu pilkada. Nasdem masih ingin mendengarkan secara utuh argumentasi dari pemerintah terkait wacana penerbitan perppu tersebut.
“Kalau ada pertimbangan lain, ya kami akan dalami dulu, argumennya rasional atau tidak. Kalau argumentasinya rasional, tentu dipertimbangkan oleh pimpinan (fraksi). Saya yakin pemerintah akan menyampaikan pertimbangan-pertimbangan dan kajian-kajian mendasar,” tuturnya.
Aminurokhman berpandangan, sebenarnya tidak ada alasan mendesak terkait penerbitan Perppu Pilkada. Karena itu, ia berharap, pelaksanaan pilkada tetap mengacu pada UU yang ada. Percepatan pilkada yang berselisih dua bulan juga dinilai tidak terlalu signifikan terhadap keserentakan terciptanya pemerintahan dari pusat hingga daerah.
Yang penting tidak ada kekosongan pejabat yang punya otoritas pengambil kebijakan karena pemerintahan ini, kan terus menjalankan fungsi pelayanan publik.
Justru yang perlu dipikirkan adalah keserentakan pelantikan para kepala daerah terpilih. Namun, hal tersebut tidak perlu sampai menerbitkan perppu pilkada, melainkan cukup diatur melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri. Untuk mengantisipasi ketidakserentakan dalam pelantikan, pemerintah bisa mengantisipasinya dengan penunjukan penjabat kepala daerah.
“Jadi, menurut saya, selisih sekian bulan tidak signifikan. Kemarin, ada pengisian penjabat selama satu tahun saja aman, masak untuk sebulan atau dua bulan saja tidak ada. Logikanya, kan begitu. Yang penting tidak ada kekosongan pejabat yang punya otoritas pengambil kebijakan karena pemerintahan ini, kan terus menjalankan fungsi pelayanan publik,” kata Aminurokhman.
Rapat ambil keputusan
Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan, Fraksi Partai Demokrat belum menentukan sikap atas rencana penerbitan perppu pilkada. Pihaknya masih melakukan rapat untuk mengambil keputusan yang terbaik. Demokrat justru mempertanyakan urgensi mengubah jadwal pilkada November 2024 di tengah tahapan yang akan dimulai pada Januari mendatang.
Pertanyaan besar kami, apa urgensinya perppu pilkada?
"Pertanyaan besar kami, apa urgensinya perppu pilkada? Kan selama ini UU Pilkada sudah lama, apa waktu menentukan waktu pilkada di November tidak dipikirkan selisih waktunya dengan Pemilu. Terlebih tidak ada situasi mendesak yang sampai harus menerbitkan perppu," ujarnya.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera mengatakan, PKS ingin melihat isi perppu sebelum menentukan sikap. Sebab hingga saat ini pemerintah belum mengajukan pembahasan secara resmi mengenai substansi perppu pilkada. "Secara pribadi saya setuju, tetapi partai belum bersikap," katanya.
Baca Juga: KPU Minta Pemerintah Jamin Anggaran Jika Pilkada 2024 Dipercepat
Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana mengatakan, perppu seharusnya juga mengatur batas waktu penyelesaian sengketa pilkada di MK. Hal itu diperlukan untuk memastikan keserentakan pelantikan, mengingat saat ini tidak diatur batas waktu penyelesaiannya. Jika pemerintah tidak ikut mengatur di perppu, akan ada sejumlah daerah yang pelantikannya tidak bersamaan karena sengketa yang berlarut.
Di sisi lain, pembahasan mestinya melibatkan aparat keamanan. Sebab mereka yang paling memahami situasi keamanan di daerah, termasuk bisa menjadi acuan untuk membagi pelaksanaan pilkada dalam dua tahap. "Data dari pihak keamanan mestinya juga jadi acuan untuk menentukan daerah mana saja yang melaksanakan pilkada tahap pertama dan kedua," ujar Aditya.