Tuntutan hukuman mati atau penjara seumur hidup diperintahkan oleh Panglima TNI untuk tiga oknum anggota TNI yang menganiaya hingga membuat seorang warga, yaitu Imam, tewas.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, ATIEK ISHLAHIYAH, ZULKARNAINI
·3 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Julius Widjojono (dua dari kanan) di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, akhir Juli 2023.
JAKARTA, KOMPAS — Panglima TNI Laksamana Yudo Margono melalui Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Julius Widjojono menginstruksikan agar prajurit TNI yang diduga menjadi pelaku penganiayaan yang menewaskan seorang pemuda asal Aceh, Imam Masykur (25), dituntut hukuman mati atau penjara seumur hidup. Pelaku juga akan dipecat dari TNI.
Prajurit yang diduga terlibat dalam penganiayaan itu berjumlah tiga orang. Dua orang di antaranya masing-masing anggota satuan Direktorat Topografi TNI Angkatan Darat dan satuan Kodam Iskandar Muda, Aceh. Satu lagi adalah Praka RM, anggota Pasukan Pengamanan Presiden. Ketiganya kini ditahan di Polisi Militer Komando Daerah Militer (Pomdam) Jaya, Guntur, Jakarta Selatan.
Penganiayaan ini menambah panjang daftar kasus tindak pidana yang melibatkan oknum prajurit. Masyarakat sipil memandang proses hukum yang transparan dan akuntabel terhadap prajurit yang terjerat kasus pidana kian mendesak dilakukan. Hal ini juga bisa jadi momentum merevisi Undang-Undang Peradilan Militer.
Julius saat dihubungi dari Jakarta, Senin (28/8/2023), menyatakan, Panglima TNI turut prihatin dan berjanji mengawal kasus dugaan penganiayaan terhadap Imam yang dilakukan anggotanya. ”Instruksi Panglima TNI hukuman mati atau penjara seumur hidup. Karena termasuk tindak pidana berat, para pelaku sudah pasti dipecat dari TNI. Sebab, hal yang mereka lakukan adalah perencanaan pembunuhan,” ujarnya.
Berdasarkan keterangan dari Pomdam Jaya, ketiga prajurit itu mengaku sebagai anggota kepolisian saat menculik Imam. Saat itu Imam tengah menjaga toko kosmetik dan obat-obatan di Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (12/8/2023) sore.
KOMPAS
Peringatan HUT Ke-77 Paspampres dipimpin langsung Komandan Paspampres Marsekal Muda Wahyu Hidayat Sudjatmiko. Pasukan Pengamanan Presiden menggelar sejumlah atraksi pada puncak peringatan Hari Bhakti Ke-77 di Markas Paspampres, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (7/1/2023).
Kerabat korban memperoleh informasi bahwa Imam telah tewas pada Kamis (24/8/2023). Salah satu kerabat korban, Said Sulaiman, mengungkapkan, jenazah Imam berada di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat. Mereka kemudian mengambil jasad korban dan memakamkannya di kampung halamannya, Sabtu (26/8/2023).
Komandan Pomdam Jaya Kolonel CPM Irsyad Hamdie Bey Anwar mengungkapkan, saat Imam diculik, ada warga yang menyaksikan dan berusaha menolong. Namun, mereka tidak berani bertindak lebih lanjut karena mengira yang membawa Imam adalah polisi.
Menurut Irsyad, Praka RM dan rekannya menculik Imam dengan alasan Imam berdagang obat secara ilegal. Mereka berani menculik karena tahu Imam tidak akan melapor ke polisi. Namun, dari pemeriksaan sementara, para pelaku dan korban tak saling kenal.
Selama diculik, Irsyad membenarkan bahwa Imam dimintai uang Rp 50 juta oleh penculik. Namun, Imam tidak bisa menyanggupinya sehingga terus dipukuli. ”Jadi, sudah jelas, tersangka ingin memeras korban,” katanya.
Namun, diakui Said, keluarga korban memperoleh video yang merekam korban disiksa dari nomor Imam. Dalam video itu, Imam tidak berhenti menangis dan meminta keluarganya segera mengirimkan uang agar dia tidak lagi disiksa. Saat dihubungi, para pelaku meminta tebusan Rp 50 juta agar Imam selamat.
KOMPAS
Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta menggelar sidang perdana kasus dugaan tabrak lari yang menewaskan dua remaja di Nagreg, Jawa Barat, 8 Desember 2021.
Reformasi peradilan militer
Menurut Said, orangtua Imam di Aceh coba meminjam uang untuk menebus Imam. Namun, pihaknya tak menerima lagi telepon, baik dari Imam maupun penculiknya. Kejadian ini, kata Said, sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Dimas Bagus Arya Saputra, anggota dari Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan, mengatakan, pembunuhan berencana terhadap Imam menambah panjang daftar kekerasan oleh anggota TNI. Sebelumnya ada penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani di Papua, dan korupsi pembelian helikopter AW-101.
Dimas pun mendorong agar proses hukum terhadap ketiga prajurit dalam kasus ini diproses secara transparan dan akuntabel. Ia mengingatkan, peradilan militer tempat anggota TNI diadili belum memenuhi prinsip peradilan yang jujur dan adil serta mengedepankan transparansi. Peradilan militer cenderung dinilai sebagai sarana impunitas bagi anggota TNI yang terlibat kejahatan.
”Kami mendesak agar Presiden dan DPR segera mereformasi peradilan militer dengan cara membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang perubahan sistem peradilan militer atau mengajukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer,” kata Dimas.