Aparat Didesak Terbuka Tangani Proses Hukum Pembunuhan Pemuda Bireuen
Kasus pembunuhan Imam sungguh sadis karena sebelum meninggal korban mengalami siksaan. Bahkan, pelaku merekam proses penyiksaan dan mengirimkan video itu kepada keluarga korban.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Aparat penegak hukum diminta terbuka mengungkap motif hingga identitas komplotan pembunuh Imam Masykur, warga Bireuen, Aceh, yang diduga melibatkan anggota TNI. Tujuannya, agar ke depan tidak ada kesimpangsiuran informasi dan mencegah hal serupa terulang kembali.
Imam Masykur (25) tewas setelah disiksa sejumlah orang, yang salah satunya diduga anggota Pasukan Pengamanan Presiden atau Paspampres. Imam dibawa paksa dari sebuah toko kosmetik di Banten, Sabtu (12/8/2023).
Sebelum hilang tanpa jejak, Imam sempat menghubungi keluarganya untuk meminta dikirimi uang Rp 50 juta sebagai tebusan dirinya. Setelah berhari-hari tidak ada kabar, Imam disebut meninggal pada Kamis (24/8/2023).
Direktur Koalisi NGO HAM Aceh Khairil Arista, Senin (28/8/2023), menuturkan, TNI/Polri seharusnya segera menggelar perkara penetapan tersangka pelaku pembunuhan korban Imam. Hingga kini, mereka belum juga menyampaikan hal itu secara resmi.
Khairil mengatakan, transparansi bertujuan agar publik mendapatkan informasi utuh tentang motif pembunuhan. Informasi yang beredar di publik dan media sosial masih simpang siur sehingga berpotensi menyesatkan. ”Karena itu, pihak TNI AD harus menyampaikan kepada publik secara utuh siapa saja pelaku dan motifnya,” kata Khairil.
Selain itu, ia menambahkan, kasus pembunuhan Imam adalah peristiwa sadis. Sebelum tewas, pelaku meminta tebusan, menyiksa korban, dan mengirimkan rekamannya kepada keluarga korban. ”Ini pembunuhan berencana. Sebelum dibunuh, korban diculik dan disiksa. Negara harus memastikan pelaku mendapatkan hukuman berat,” ujarnya.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Aceh Azharul Husna menuturkan, pembunuhan terhadap Imam merupakan pelanggaran HAM. Apalagi, pelaku diduga anggota TNI aktif yang bertugas di Paspampres.
”Paspampres merupakan unit di TNI. Maka, instansi itu perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh dalam lingkaran unit tersebut agar mencegah terjadinya tindakan serupa. Ini jelas-jelas pelanggaran yang amat serius,” ujarnya lagi.
Kontras Aceh juga menekankan pentingnya perlindungan dan pemulihan bagi keluarga korban. Dalam banyak kasus kekerasan yang melibatkan pelaku dari oknum aparat, posisi keluarga korban menjadi rentan terhadap intimidasi.
Oleh karena itu, kata Husna, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban perlu memperhatikan kasus ini dan memberikan perlindungan serta pemulihan kepada keluarga korban. Kejadian ini telah menyebabkan keluarga mengalami teror psikis.
Kontras Aceh juga prihatin atas banyaknya tindakan kekerasan yang dilakukan aparat terhadap warga sipil. Hal ini mengindikasikan, reformasi sektor keamanan masih jauh dari harapan. Tanpa ada perubahan nyata, impunitas akan terus berlanjut. Kasus serupa kemungkinan akan muncul kembali di masa depan.
”Kita sering mendengar berita tentang kekerasan yang dilakukan aparat negara. Upaya perubahan yang dilakukan oleh negara tampak terbatas pada retorika di institusi seperti kepolisian dan TNI, namun komitmen yang sebenarnya terlihat minim. Kami khawatir retorika ini hanya sekadar omong kosong,” tutupnya.
Sebelumnya, Komandan Polisi Militer Kodam Jaya/Jayakarta Kolonel Cpm Irsyad Hamdie Bey Anwar, Minggu, mengatakan, kasus pembunuhan tersebut sudah ditangani. Pelaku dan seorang rekannya sudah ditahan. Pihaknya masih terus menyelidiki dugaan adanya keterlibatan anggota Paspampres dalam tindak pidana penganiayaan tersebut.
”Kami sudah mengamankan pelaku. Satu pelaku saja yang dari Paspampres (Praka Riswandi),” katanya.
Terpisah, Komandan Pasukan Pengamanan Presiden Mayor Jenderal Rafael Granada Baay menyampaikan, kasus tersebut tengah ditangani Pomdam Jaya. Apabila terbukti anggota Paspampres melakukan tindak pidana seperti yang disangkakan, pelaku pasti akan diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.