Irjen Napoleon Bonaparte dihukum demosi 3 tahun 4 bulan. Hukuman ini dinilai sebagai putusan yang tidak elok. Sebab, peraturan polri mengatur pemberhentian dengan tidak hormat untuk anggota yang melakukan pidana.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dijatuhi sanksi oleh Polri berupa demosi selama 3 tahun 4 bulan. Terpidana kasus penerimaan suap untuk penghapusan daftar pencarian orang atas terpidana cessie Bank Bali, Joko S Tjandra, ini pun menerima keputusan tersebut.
Dalam kasus suap ini, Napoleon dijatuhi pidana 4 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Maret 2021. Putusan tersebut lebih tinggi dari tuntutan penuntut umum, yakni 3 tahun penjara. Terhadap putusan tersebut, Napoleon melakukan upaya banding hingga kasasi, tetapi semuanya ditolak. Sejak 17 April 2023, Napoleon telah menjalani program pembebasan bersyarat.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan, Selasa (29/8/2023), menyampaikan bahwa pada Senin (28/8/2023) diadakan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Napoleon. Sidang dilangsungkan di ruang sidang Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Gedung Transnational Crime Center (TNCC) Mabes Polri.
Senin (28/8/2023) diadakan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Napoleon.
Perangkat sidang KKEP adalah Komisaris Jenderal Ahmad Dofiri sebagai ketua komisi, Irjen Imam Widodo selaku wakil ketua komisi, dengan didampingi Irjen Syahardiantono, Irjen Hendro Pandowo, serta Irjen Hary Sudwijanto.
Di dalam sidang tersebut terdapat lima saksi yang dihadirkan secara langsung, yakni Komisaris SMN, Komisaris AAA, Inspektur Dua AAGPA, Brigadir JF, serta Pembina MST. Tiga saksi memberikan keterangan melalui konferensi video, yakni Brigjen (Pol) TAD, Komisaris Besar Bimo, serta saksi bernama JST. Selain itu, terdapat dua saksi yang dibacakan keterangannya, yakni Brigjen (Pol) NSW dan TS.
Sidang KKEP tersebut mengadili perbuatan Napoleon yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait penerbitan penghapusan informasi pencarian buronan di kalangan kepolisian antarnegara (Interpol Red Notice) atas nama Joko Tjandra. Atas perbuatannya itu, Napoleon dipidana penjara 4 tahun.
Atas dasar itu, sidang KKEP mempertimbangkan Pasal 13 Ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri juncto Pasal 7 Ayat (1) huruf b, Pasal 7 Ayat (1) huruf c, Pasal 13 Ayat (1) huruf e, dan Pasal 13 Ayat (2) huruf a Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Ahmad mengatakan, keputusan sidang KKEP adalah menyatakan perilaku pelanggar sebagai perbuatan tercela. Selain itu, mewajibkan pelanggar untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan secara tertulis kepada pimpinan Polri serta pihak yang dirugikan.
”Sanksi administratif berupa mutasi bersifat demosi selama 3 tahun 4 bulan, terhitung semenjak dimutasikan ke Itwasum (Inspektorat Pengawasan Umum) Polri,” kata Ahmad.
Menurut Ahmad, Napoleon menerima putusan sidang KKEP tersebut dan menyatakan tidak akan mengajukan banding.
Sidang formalitas
Secara terpisah, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai, sanksi demosi 3 tahun 4 bulan tersebut menunjukkan bahwa sidang KKEP hanya formalitas. Melalui putusan itu, publik lagi-lagi diberi suguhan berupa penegakan hukum terhadap aparat pelanggar hukum yang tidak elok.
Menurut Bambang, Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Kode Etik Polri serta PP Nomor 1 Tahun 2003 secara jelas mengatur bahwa sanksi administrasi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada personel kepolisian yang melakukan pelanggaran pidana dan sudah berketetapan hukum dan atas pertimbangan atasan. Demikian pula, dalil tentang atas pertimbangan atasan tersebut seharusnya juga memiliki standar etik dan moral yang tinggi, bukan subyektivitas atasan.
Bambang Rukminto menilai, sanksi demosi 3 tahun 4 bulan tersebut menunjukkan bahwa sidang KKEP hanya formalitas.
Di sisi lain, lanjut Bambang, pelaku pelanggaran, yakni Napoleon, sudah menjalankan hukuman pidana penjara selama 3 tahun. Jadi, sebenarnya tak ada alasan hanya memberikan sanksi administrasi berupa demosi.
Tidak bisa berharap banyak
Bambang mengatakan, selama 3 tahun lebih dipenjara, Napoleon tetap mendapatkan gaji secara cuma-cuma tanpa kerja, dan gaji itu berasal dari uang rakyat. Padahal, secara peraturan kepegawaian, Napoleon telah meninggalkan tugas kedinasan karena berada dalam penjara.
”Hasil sidang KKEP tersebut juga menunjukkan bagaimana permisifnya kepolisian sebagai lembaga penegak hukum kepada personelnya, terutama elite kepolisian, yang melakukan pelanggaran hukum,” kata Bambang.
Dari peristiwa ini, menurut Bambang, publik tidak bisa berharap banyak kepada kepolisian untuk bisa benar-benar menjadi penegak hukum yang tegak lurus pada hukum. Bambang pun mengaku tidak yakin Kapolri akan menggunakan kewenangannya untuk melakukan peninjauan kembali terhadap putusan sidang KKEP tersebut sesuai Pasal 83 Perpol Nomor 7 Tahun 2022.
”Mengingat pelanggar akan memasuki masa pensiun 2 bulan lagi,” ujar Bambang.