Uji Batas Usia Capres-Cawapres Diharap Tidak untuk Mendukung atau Menggagalkan Calon Tertentu
Pengujian batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden diharapkan tidak untuk menggagalkan atau mendukung pencalonan seseorang pada Pemilihan Presiden 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Pengujian batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden diharapkan tidak untuk menggagalkan atau mendukung pencalonan seseorang pada Pemilihan Presiden 2024. Mahkamah Konstitusi atau MK pun diingatkan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR bahwa pembahasan mengenai usia calon presiden dan calon wakil presiden merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, bukan MK.
Hingga Rabu (23/8/2023), MK telah meregistrasi sembilan permohonan pengujian konstitusionalitas Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu. Masih ada setidaknya tiga permohonan baru yang didaftarkan pada 18 Agustus lalu yang hingga kini belum diregister dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi. Materi yang diuji tersebut berkaitan dengan persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) berusia paling rendah 40 tahun.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, mengatakan, semakin bertambahnya permohonan perkara pengujian batas usia minimal capres-cawapres menunjukkan ada intensi politik di balik pengujian materi tersebut. MK pun diminta berhati-hati agar tidak terseret pada kepentingan politik dari para pemohon.
”Kami meyakini MK bisa bersikap negarawan dalam memutus perkara itu. Jadi, MK jangan sampai nanti dilihat publik ikut menghalang-halangi seseorang untuk bisa maju kontestasi, atau justru memberikan legitimasi untuk mendukung seseorang maju dalam kontestasi,” ujar Nasir Djamil.
Baca juga: Soal Usia Capres-Cawapres, Putusan MK Diharapkan Tak Timbulkan Persoalan Baru
Jika melihat permohonan yang didaftarkan di MK, ada pemohon yang meminta syarat batas usia capres-cawapres diturunkan. Ada pula pemohon yang meminta syarat batas usia capres-cawapres dibatasi pada umur tertentu.
Nasir Djamil melihat, berbagai permohonan ini sekilas seperti ingin mendukung seseorang untuk dapat maju di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Di sisi lain, itu juga dilihat sebagai upaya salah satu kelompok untuk menggagalkan seseorang untuk dapat maju di kontestasi pilpres mendatang.
”Jadi, ini seperti ingin menggembosi dan meng-endorse calon tertentu. Niat-niatan seperti ini, kan, juga harus bisa dibaca oleh MK sebelum memutus perkara. Sehingga keputusan itu bisa diambil secara lebih bijaksana,” ucap anggota Komisi III DPR ini.
Baca juga: "Mengepung" MK demi Batas Usia Capres-Cawapres 35 Tahun
Ia pun menyayangkan permohonan itu justru diajukan ke MK. Sebab, menurut dia, permasalahan batas usia capres-cawapres tidak diatur dalam konstitusi, melainkan di Undang-Undang Pemilu. Untuk itu, seharusnya MK menolak permohonan itu dan menyerahkan kewenangan itu kepada DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang.
”Jadi, hal-hal yang teknis seperti itu, yang disebut dengan kebijakanopen legal policy, ya, di (DPR) sini tempatnya. Kenapa harus ke MK? Dalam pandangan saya, itu enggak bagus. Akhirnya MK menjadi satu tempat keranjang sampah, semua dibuang di situ,” kata Nasir Djamil.
Ditemui secara terpisah, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid sependapat dengan Nasir Djamil. Seharusnya, MK tegas menolak permohonan itu karena bukan merupakan kewenangan MK.
Ia mendorong MK dapat segera memutus permohonan tersebut sehingga tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan di publik. ”Saya dengar, MK sudah ada jadwalnya (memutus perkara). Mekanisme dan urutan jadwalnya,” kata Jazilul.
Wakil Ketua Umum PKB itu pun enggan berspekulasi jika akhirnya MK melonggarkan batas usia capres-cawapres menjadi kurang dari 40 tahun. ”Kalau urusan itu, PKB tidak azan dulu sebelum beduk dibunyikan. Setelah tok (ketuk palu) di MK, maka nanti kami baru kasih statement,” tuturnya.
Jazilul pun tidak mau mengomentari soal peluang Wali Kota Surakarta yang juga putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk menjadi pendamping bakal capres dari Partai Gerindra Prabowo Subianto ketika MK membolehkan usia kurang dari 40 tahun menjadi capres-cawapres.
Baca juga: Uji Materi Usia Cawapres Disebut untuk Gibran, Jokowi: Jangan Menduga-duga
Untuk diketahui, saat ini Gibran berusia 35 tahun. Adapun, Gerindra sudah berkoalisi dengan PKB dan PKB mematok harga mati kepada Gerindra agar Prabowo bisa maju bersama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2024. ”Jadi, kami belum akan menilai, memberi statement, sebelum konstitusi beri putusan. Tetapi, namanya politik, semua dihitung,” ucap Jazilul.
Minta kepastian
Partai Persatuan Pembangunan tak ingin berada pada posisi memihak, baik setuju maupun menolak, perihal persyaratan capres dan cawapres berusia minimal 35 atau 40 tahun yang tengah diuji materi atau judicial review ke MK. Meski demikian, PPP meminta MK dapat segera memberikan kepastian dan ketenangan kepada masyarakat sehingga dapat menekan timbulnya problematika baru jelang Pemilu 2024.
Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP Muhamad Mardiono menegaskan, partainya tetap pada sikap menaati apa pun putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, setiap putusan MK bersifat mengikat dan final yang harus ditaati oleh semua elemen masyarakat.
”Bagi kami, terkait keputusan (MK) kami akan taat asas. Jadi, kami (posisinya) tidak akan ada keberpihakan apakah uji materi di MK harus ditolak atau diterima, sebab itu adalah hak mutlak bagi MK untuk memutuskannya,” kata Mardiono dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Bagi kami, terkait keputusan (MK) kami akan taat asas. Jadi, kami (posisinya) tidak akan ada keberpihakan apakah uji materi di MK harus ditolak atau diterima, sebab itu adalah hak mutlak bagi MK untuk memutuskannya.
Saat ini, MK sedang diminta untuk menguji konstitusionalitas norma batas minimal usia capres dan cawapres yang diatur di dalam Pasal 169 Huruf q UU Pemilu. Pasal itu mengatur syarat capres dan cawapres berusia minimal 40 tahun. Para pemohon meminta batas minimal usia capres dan cawapres diturunkan menjadi 35 tahun.
Pada prinsipnya, lanjut Mardiono, MK merupakan lembaga yang disediakan negara untuk menguji sebuah undang-undang. Maka, tidak masalah apabila ada gugatan selama yang mengajukan gugatan memiliki legal standing. ”Karena undang-undang ini bukanlah sesuatu yang menjadi sakral, atau harga mati. Sepanjang memang itu memiliki legal standing, ya, itu, kan sah-sah saja,” katanya.
Oleh karena itu, gugatan batas usia capres dan cawapres dianggap Mardiono sebagai hak warga negara untuk mengutarakan pendapatnya. Meski demikian, untuk menghindari problematika ke depan, ia minta MK dapat memutuskan perkara ini sesegera mungkin. Ia beralasan, waktu pendaftaran capres dan cawapres oleh Komisi Pemilihan Umum juga tinggal dua bulan lagi dan masyarakat menunggu kepastian melalui putusan MK terkait hal tersebut.
”MK segera menjawab dengan keputusan agar rakyat kemudian lebih memiliki ketenangan dan kepastian. Ada hak masyarakat untuk mendapat kepastian dari gugatan yang sudah diajukan ini. Sehingga, dengan MK segera memutuskan gugatan usia capres dan cawapres, tidak akan menimbulkan polemik,” ujar Mardiono.
Mardiono meyakini, MK akan melakukan kajian secara menyeluruh sebelum mengambil keputusan. Dalam pertimbangannya, MK pasti akan memperhitungkan manfaat atau kemudaratan bagi bangsa ketika memutuskan terkait batasan usia capres dan cawapres.
”Jadi (usia 40 tahun) banyak menganggap itu sudah dewasa dan memiliki kematangan secara emosional. Namun ini dalam proses uji materi, jadi MK pasti memiliki pertimbangan lain dalam memutuskan perkara tersebut,” tambah Mardiono.
Tidak relevan
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto menilai gugatan ke MK terkait aturan tentang batasan usia capres dan cawapres tidak relevan. Sebab, syarat batasan usia capres itu merupakan open legal policy yang dimiliki DPR. Konstitusi pun tidak mengatur secara eksplisit masalah usia calon.
Hasto menuturkan, berdasarkan kajian yang dilakukan PDI-P dan dari para ahli hukum tata negara, terkait dengan usia ini bukanlah kewenangan dari MK. Jika gugatan tentang syarat batasan usia ini dianggap sebagai kewenangan MK, dikhawatirkan akan muncul banyak gugatan karena sengketanya itu kewenangan MK.
”Ini dapat menjadi suatu persoalan baru yang memunculkan berbagai problematika. Padahal yang harus dikaji adalah apakah materi muatan itu bertentangan dengan konstitusi. Kewenangan MK, kan, menguji apakah suatu UU bertentangan dengan konstitusi,” kata Hasto.
Semua pihak bisa mengikuti aturan hukum yang ada sehingga proses demokrasi pemilu yang dilaksanakan setiap lima tahun dapat berjalan dengan baik. Apalagi, pemilu tinggal enam bulan lagi sehingga aturan hukum yang saat ini ada harus dipatuhi.
”(Hal) Yang kami lihat itu keputusan DPR. Konstitusi menyatakan syarat menjadi capres dan cawapres adalah sehat jasmani dan rohani. Ketika usia masih sehat. Usia 40 tahun tapi tidak sehat jasmani dan rohani, ya, konstitusi menyatakan tidak. Ketika usia 65 tahun masih sehat jasmani rohani atau usia 80 tahun masih sehat jasmani rohani itu sama konstitusi diizinkan,” ujar Hasto.
Menunggu putusan MK
Secara terpisah, sebelumnya, dalam Kopi Darat Nasional Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang digelar di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Selasa (22/8/2023) malam, PSI belum juga memutuskan dukungan terhadap salah satu bakal calon presiden. PSI masih menanti siapa sosok bakal calon wakil presiden yang akan digandeng oleh bakal calon presiden nanti. PSI pun masih menanti putusan MK terkait batas usia capres dan cawapres.
Gibran enggan berkomentar terkait dorongan PSI agar dirinya maju menjadi cawapres. Gibran merasa umurnya saat ini belum mencukupi persyaratan sebagai bakal cawapres. ”Kan (uji materi di MK) belum tentu gol juga,” ujarnya.
Gibran merasa pengalamannya di politik masih kurang sehingga masih harus banyak belajar lagi. Ia pun terbuka terhadap setiap kritik dari berbagai pihak sebagai bahan evaluasi bagi dirinya. ”Dan saya, kan, juga baru dua tahun masuk di dunia politik, masih baru sekali, masih banyak harus belajar,” katanya.
Ia justru khawatir jika maju dalam kontestasi pilpres, tidak ada yang memilihnya. ”Ya, kita tunggu saja keputusannya darijudicial review-nya (MK) seperti apa,” tutur Gibran.