Eks Dirut Transjakarta Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Bansos Beras
Tiga tersangka kasus dugaan korupsi penyaluran bansos beras diduga telah menikmati sekitar Rp 18,8 miliar hasil dugaan korupsi yang mereka lakukan. Salah satu tersangka yang tak ditahan adalah eks Dirut Transjakarta.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata (depan, kiri) dan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri (depan, kanan) dalam konferensi pers, Rabu (23/8/2023), di Jakarta, menjelaskan penahanan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial beras untuk keluarga penerima manfaat dan Program Keluarga Harapan Kementerian Sosial tahun 2020. Dugaan korupsi ini telah merugikan negara sekitar Rp 127,5 miliar.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menahan tiga dari enam tersangka kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial beras untuk keluarga penerima manfaat dan Program Keluarga Harapan Kementerian Sosial tahun 2020. Salah satu tersangka yang belum ditahan adalah Muhammad Kuncoro Wibowo, yang pernah menjadi Direktur Utama PT Transportasi Jakarta. Perbuatan para tersangka dianggap telah merugikan keuangan negara sekitar Rp 127,5 miliar.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, ada enam orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Mereka di antaranya Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) 2018-2021 dan eks Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Muhammad Kuncoro Wibowo, Direktur Komersial PT Bhanda Ghara Reksa 2018-2021 Budi Susanto, dan Vice President Operasional PT Bhanda Ghara Reksa 2018-2021 April Churniawan.
Tersangka lain adalah Direktur Utama Mitra Energi Persada Ivo Wongkaren, penasihat PT Primalayan Teknologi Persada Roni Ramdani, dan Direktur PT Envio Global Persada Richard Cahyanto.
”Sesuai dengan kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka IW (Ivo), tersangka RR (Roni), dan tersangka RC (Richard) untuk masing-masing selama 20 hari pertama, terhitung 23 Agustus 2023 sampai dengan 11 September 2023, di rumah tahanan KPK,” kata Alexander dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (23/8/2023) malam.
Alexander mengungkapkan, para tersangka telah merugikan negara Rp 127,5 miliar. Secara pribadi, Ivo, Roni, dan Richard telah menikmati sekitar Rp 18,8 miliar dari dugaan korupsi ini.
Sesuai dengan kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka IW (Ivo), RR (Roni), dan RC (Richard) untuk masing-masing selama 20 hari pertama, terhitung 23 Agustus 2023 sampai dengan 11 September 2023, di rumah tahanan KPK.
Ia menjelaskan, sekitar Agustus 2020, Kementerian Sosial (Kemensos) mengirimkan surat kepada PT Bhanda Ghara Reksa untuk audiensi penyusunan rencana anggaran kegiatan penyaluran bantuan sosial (bansos) beras di Kemensos. Dalam audiensi itu, PT Bhanda Ghara Reksa diwakili Budi Susanto. Budi pun mempresentasikan kesiapan perusahaannya mendistribusikan bansos beras ke 19 provinsi di Indonesia.
Budi memerintahkan April Churniawan mencari rekanan yang akan dijadikan konsultan pendamping. Mendengar informasi kebutuhan rekanan tersebut, Ivo dan Roni memasukkan penawaran harga menggunakan PT Damon Indonesia Berkah (Persero).
Sebagai persiapan, Budi memerintahkan April Churniawan mencari rekanan yang akan dijadikan konsultan pendamping. Mendengar informasi kebutuhan rekanan tersebut, Ivo dan Roni memasukkan penawaran harga menggunakan PT Damon Indonesia Berkah (Persero). Penawaran itu disetujui Budi, yang berlanjut pada kesepakatan harga dan pekerjaan untuk pendampingan distribusi bansos beras.
Dampak Covid-19
Kemensos memilih PT Bhanda Ghara Reksa sebagai distributor bansos beras dan berlanjut dengan penandatanganan surat perjanjian pelaksanaan pekerjaan penyaluran bansos beras untuk keluarga penerima manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH). Program ini ditujukan untuk penanganan dampak Covid-19. Nilai kontrak dari program ini Rp 326 miliar.
Agar realisasi distribusi bansos beras dapat segera dilakukan, atas sepengetahuan Kuncoro dan Budi, April secara sepihak menunjuk PT Primalayan Teknologi Persada milik Richard, yang belum memiliki dokumen legalitas pendirian perusahaan, tanpa didahului proses seleksi untuk menggantikan PT Damon Indonesia Berkah. Pengaturan itu diketahui oleh keenam tersangka.
”Dalam penyusunan kontrak konsultan pendamping antara PT BGR (Bhanda Ghara Reksa) dan PT PTP (Primalayan Teknologi Persada) tidak dilakukan kajian dan perhitungan yang jelas dan sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh MKW (Muhammad Kuncoro Wibowo), ditambah dengan tanggal kontrak juga disepakati untuk dibuat mundur (backdate),” kata Alexander.
Atas ide Ivo, Roni, dan Richard, PT Primalayan Teknologi Persada membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah mendistribusikan bansos beras.
Pada periode September-Desember 2020, Roni menagih pembayaran uang muka dan uang termin jasa pekerjaan konsultan ke PT Bhanda Ghara Reksa dan telah dibayarkan sejumlah Rp 151 miliar yang dikirimkan ke rekening bank atas nama PT Primalayan Teknologi Persada.
Alexander menyebutkan, terdapat rekayasa beberapa dokumen lelang dari PT Primalayan Teknologi Persada dengan kembali mencantumkan backdate. Pada periode Oktober 2020-Januari 2021 terdapat penarikan uang Rp 125 miliar dari rekening PT Primalayan Teknologi Persada yang penggunaannya tidak terkait dengan distribusi bansos beras.
Setelah konferensi pers, ketiga tersangka enggan memberikan pernyataan kepada wartawan.