Boleh Saja Kampanye di Lembaga Pendidikan, asalkan...
KPU dalam merevisi peraturan kampanye diminta untuk mendetailkan aturan kampanye di lembaga pendidikan, yaitu asalkan ada syarat. Selain tidak boleh pakai atribut partai, juga ada izin dari penanggung jawab institusi.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum atau KPU akan merevisi aturan kampanye pemilu yang memperbolehkan lembaga pendidikan sebagai tempat kampanye selama tidak menggunakan atribut dan mendapat izin dari penanggung jawab institusi. Revisi ini menyesuaikan amar putusan Mahkamah Konstitusi yang sudah mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan dengan sejumlah syarat.
Anggota KPU, Idham Holik, saat dihubungi Selasa (22/8/2023), mengatakan, Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu masih memuat ketentuan kampanye Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang melarang kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan tanpa syarat. Dalam Pasal 72 PKPU No 15/2023 disebutkan melarang penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan sebagai tempat kampanye.
Adapun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 mengubah norma Pasal 280 Ayat (1) huruf h UU Nomor 7 Tahun 2017, yakni pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.
Artinya, lanjut Idham, peserta pemilu tidak sembarangan dalam kampanye di lembaga pendidikan karena ada syarat, yakni tanpa atribut dan ada izin dari penanggung jawab. ”KPU akan menyesuaikan peraturan teknis KPU. Putusan MK itu bersifat final dan mengikat. Jadi nanti KPU akan melakukan perbaikan peraturan,” katanya.
Setelah draf revisi selesai, KPU akan berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah sebelum mengundangkan revisinya. Meski demikian, Idham belum bisa memberi kepastian kapan revisi itu akan dilakukan.
”Revisi ini tentu akan melibatkan stakeholder terkait, termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, untuk mengatur petunjuk teknis kampanye ketika di lembaga pendidikan,” kata Idham.
Aturan ketat
Secara terpisah, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Fadli Ramadhani, mengatakan, diperbolehkannya tempat pendidikan sebagai tempat kampanye politik perlu aturan ketat dengan merevisi PKPU tentang Kampanye Pemilu dan petunjuk teknis yang memuat panduan utuh dan menyeluruh. Dalam konteks lembaga pendidikan, kampanye politik harus dibatasi pada kategori institusi seperti perguruan tinggi dan SMA/SMK. Keduanya adalah kelompok yang memiliki hak untuk memilih.
”Putusan MK ini untuk menempatkan ide atau gagasan peserta pemilu bisa didiskusikan di berbagai tempat, misalnya di kampus. Walau demikian, MK sudah membuat batasan, yakni harus ada izin pengelola institusi pendidikan dan tanpa atribut. Ini harus dipatuhi agar tidak ada potensi masalah di kemudian hari,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menyayangkan keputusan MK memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye. Sebab, tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah menjadi ruang netral untuk kepentingan publik sehingga dilarang dijadikan tempat kampanye saat pemilu.
Secara teknis nantinya juga akan sulit bagi sekolah saat lembaganya digunakan untuk tempat kampanye di saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini juga berpotensi membahayakan keselamatan peserta didik.
”Secara teknis nantinya juga akan sulit bagi sekolah saat lembaganya digunakan untuk tempat kampanye di saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini juga berpotensi membahayakan keselamatan peserta didik,” ujar Heru.
Oleh karena itu, FSGI mendorong KPU yang akan merevisi peraturan kampanye agar mendetailkan aturan kampanye di lembaga pendidikan, seperti hanya diperbolehkan di jenjang pendidikan tertentu yang peserta didiknya sudah memiliki hak pilih dan waktu pelaksanaan kampanye hanya pada hari Sabtu/Minggu di saat aktivitas pembelajaran sedang tidak ada sehingga tidak mengganggu aktivitas belajar-mengajar.
FSGI juga mendorong pemerintah menjamin keamanan warga sekolah oleh penegak hukum saat kampanye di lembaga pendidikan dengan batasan persyaratan jaminan yang ketat oleh pihak berwenang.
”Apabila pemerintah dapat menjamin ada manfaat pendidikan politik yang lebih besar kepada pemilih pemula dan risiko kerugian dapat diperkecil dengan adanya jaminan keamanan oleh penegak hukum, silakan adakan kampanye di sekolah dengan batasan persyaratan jaminan yang ketat oleh pihak berwenang,” kata Heru.