Bawaslu Laporkan KPU ke DKPP karena Batasi Akses Pengawasan ke Silon
Ketua Badan Pengawas Pemilu Rahmat Bagja membenarkan Bawaslu sudah melaporkan KPU RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Apa pangkal persoalannya?
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu melaporkan Komisi Pemilihan Umum atau KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu karena membatasi akses pada informasi seputar bakal calon anggota legislatif Pemilu 2024 di Sistem Informasi Pencalonan KPU. Terhadap pelaporan ini, KPU siap menghadapinya.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja saat dihubungi di Jakarta, Selasa (8/8/2023), mengatakan, pihaknya telah melaporkan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Senin (7/8/2023) sore. Pelaporan ini berkaitan dengan keterbatasan akses Bawaslu pada Sistem Informasi Pencalonan (Silon) KPU.
”Iya, (kami) mengajukan (laporan) ke DKPP karena keterbasan akses. Sudah begitu saja,” ujar Bagja.
Bagja enggan mengungkapkan sejauh mana keterbatasan akses tersebut. Ia juga tidak mau menyampaikan apa yang menjadi dasar pelaporan tersebut serta bukti-bukti apa yang telah disampaikan ke DKPP. Ia meminta hal tersebut ditanyakan lebih lanjut kepada DKPP.
Yang jelas, lanjut Bagja, Bawaslu sebelumnya sudah pernah sampai tiga kali bersurat ke KPU agar diberikan akses untuk mengoptimalkan pengawasan. Namun, akses tersebut juga tak kunjung diberikan. ”KPU sudah membalas surat. Kami juga sudah melakukan pendekatan dengan teman-teman KPU. Tetapi, akses kami tetap terbatas. Fungsi pengawasan juga menjadi terbatas,” ucapnya.
Baca juga: Hubungan KPU dan Bawaslu ”Menghangat” karena Silon
Bagja menegaskan bahwa pihaknya hanya ingin menegakkan aturan perundang-undangan dalam proses pengawasan tahap pencalonan anggota legislatif ini. Ia memahami, KPU juga sedang melaksanakan undang-undang. ”Jadi, tidak ada kemudian karena kebencian kepada KPU, enggak. Ini semata-mata karena tugas kami agak terhalangi,” ujarnya.
Anggota DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengungkapkan, semua anggota KPU diadukan oleh Bawaslu terkait dugaan pembatasan akses Silon. Laporan tersebut kini masih diproses. Dalam proses tersebut, laporan masih akan melalui tahap verifikasi administrasi dan verifikasi materiil.
”Sebagaimana aduan lainnya, DKPP akan menindaklanjuti setiap aduan yang diterima sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Acuannya adalah peraturan DKPP tentang pedoman beracara kode etik penyelenggara pemilu,” kata Raka.
Raka juga enggan mengungkapkan dasar apa dan bukti-bukti apa saja yang telah disampaikan Bawaslu ke DKPP untuk memperkuat laporannya. ”Mengenai substansi aduan, kiranya lebih baik dikonfirmasi ke Bawaslu,” ujarnya.
Kepentingan pengawasan
Anggota KPU RI, Idham Holik, mengaku belum mengetahui pelaporan dari Bawaslu tersebut. Ia hanya mengetahui substansi pelaporan dari kalangan wartawan. ”Kami menghormati lembaga DKPP jika memang nanti pengaduan tersebut memenuhi syarat dan disidangkan, ya kami akan hadir dan menjelaskan terkait apa yang dimaksud oleh Bawaslu tersebut. Kami akan sampaikan semua aturan mengenai pencalonan, termasuk surat kami kepada Bawaslu tertanggal 18 Juli 2023,” ujar Idham.
KPU pernah menyampaikan surat resmi kepada Ketua Bawaslu tertanggal 18 Juli 2023 perihal akses pengawasan pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Dalam surat tersebut ditegaskan, KPU sangat menghormati kewenangan atributif yang dimiliki oleh Bawaslu menurut peraturan perundang-undangan mengenai pengawasan pencalonan.
Tak hanya itu, dalam surat tersebut juga ditegaskan dukungan KPU kepada Bawaslu dengan memberikan akses terhadap data pencalonan anggota legislatif dalam konteks terjadi dugaan pelanggaran pemilu.
”Mengapa demikian? Sebab, dokumen-dokumen pencalonan yang disampaikan bakal calon anggota legislatif kepada KPU melalui partai politik itu pada umumnya adalah dokumen yang terkategori sebagai informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur di dalam Pasal 17 huruf h UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” kata Idham.
Namun, untuk kepentingan pengawasan, KPU dapat membuka data tersebut atas permohonan jika didapati dugaan pelanggaran pemilu. KPU dalam surat yang ditujukan kepada Bawaslu juga menegaskan bahwa KPU akan melayani kegiatan pengawasan oleh Bawaslu selama 24 jam apabila Bawaslu memiliki informasi awal dugaan pelanggaran terhadap dokumen persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
”KPU akan melayani dan memberikan pembukaan data dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penegakan hukum pemilu,” kata Idham.
Membuka kotak pandora
Mantan anggota Bawaslu RI, Wahidah Suaib, berpandangan, dengan terbatasnya akses yang dimiliki Bawaslu, artinya KPU telah menghambat kerja Bawaslu dalam optimalisasi pengawasan. Salah satu prinsip pemilu yang berintegritas dan transparan pun semakin jauh dari harapan. ”Lagi pula, bagaimana bisa Bawaslu menemukan pelanggaran lebih dulu jika aksesnya saja tidak dibuka,” ujar Wahidah.
Menurut dia, tindakan KPU sudah tergolong pelanggaran yang sangat prinsipil. Ciri dari negara demokrasi ialah kontrol publik. Pengawasan itu bisa dilakukan oleh Bawaslu sebagai institusi yang dimandatkan konstitusi dan UU untuk mengawasi tahap pemilu, tetapi bisa juga dilakukan oleh publik sebagai ciri negara yang demokratis.
”Lha ini, jangankan publik, pengawas pemilu yang dimandatkan konstitusi dan UU saja dibatasi aksesnya. Jadi sangat tepat kalau hal itu dilaporkan ke DKPP,” kata Wahidah.
Pemberian akses kepada Bawaslu sebenarnya akan membantu KPU juga untuk meningkatkan kualitas tahapan itu. Jika akses terlambat dibuka, sangat berisiko bagi partai-partai untuk memenuhi persyaratan bagi para bakal calegnya. ”Jadi sangat berisiko jika kemudian detik-detik penetapan daftar calon tetap baru kebongkar semua, seperti kotak pandora,” ujarnya.
Ia khawatir, pemberian akses Silon yang terbatas ini justru memicu spekulasi di publik. ”Khawatirnya, ini memunculkan spekulasi. Khawatirnya, ini bagian dari politik akomodasi KPU untuk membentengi ketidaksiapan partai dengan cara menutup akses. Itu yang kami khawatirkan. Ini akan menjadi bom waktu. Kalau terlalu berlama-lama ditutup, akan terbukalah kotak pandora, ternyata banyak bakal caleg yang memang tidak sesuai aturan atau tidak lengkap persyaratan. Jadi, khawatirnya malah tidak terkejar waktu bagi mereka untuk melengkapi. Jadi ini menyimpan bom waktu,” tutur Wahidah.