Panglima TNI Meminta Masyarakat Percaya pada Peradilan Militer
Panglima TNI meminta masyarakat untuk percaya pada proses peradilan militer terhadap prajurit TNI yang jadi tersangka penerimaan suap di Basarnas. Prajurit bermasalah tidak akan mendapat impunitas.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — TNI tetap bersikukuh untuk menempuh peradilan militer meski desakan agar lewat peradilan umum terus mencuat. Penyidikan dugaan suap hingga Rp 88,3 miliar di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau Basarnas yang melibatkan dua perwira TNI masih berlanjut. Masyarakat diminta percaya terhadap proses yang tengah dilakukan oleh TNI.
Kedua perwira TNI aktif itu telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI, yakni Kepala Basarnas 2021-2023 Marsekal Madya Hendri Alfiandi dan Koordinator Administrasi Kepala Basarnas Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto. Mereka kini ditahan di Instalasi Tahanan Militer atau Staltahmil milik Puspom TNI Angkatan Udara.
”Saya minta masyarakat tidak perlu khawatir dengan peradilan militer. Prajurit TNI yang bermasalah tidak akan mendapat impunitas. Pasti dilaksanakan penyidikan dan dihukum sesuai aturan,” ujar Panglima TNI Laksamana Yudo Margono seusai membuka Panglima Cup di Stadion Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta, Jumat (4/8/2023).
Sebelum ada revisi, TNI tetap memegang teguh Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang masih berlaku. Aturan itu menyatakan, penanganan segala jenis perkara pidana yang melibatkan prajurit TNI dilakukan oleh peradilan militer.
Saya minta masyarakat tidak perlu khawatir dengan peradilan militer. Prajurit TNI yang bermasalah tidak akan mendapat impunitas.
Yudo menegaskan, kedua perwira TNI ditetapkan sebagai tersangka melalui persetujuannya. Status penyelidikan juga telah ditingkatkan menjadi penyidikan dan masih berlanjut hingga saat ini.
”Kami (TNI) sudah berubah sesuai keputusan politik pemerintah. Berubah, berubah, dan berubah. Kalau tidak percaya, datang ke TNI untuk berdiskusi, bersilaturahmi, dan berkoordinasi. Kami sudah lebih terbuka, jauh ketimbang zaman dulu,” ucapnya.
Presiden Joko Widodo, kata Yudo, juga telah menekankan pentingnya koordinasi. Karena itu, penyidik Puspom TNI terus berkoordinasi dengan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, Yudo telah bertemu dengan Ketua KPK Firli Bahuri beberapa waktu lalu untuk berkoordinasi dan bersilaturahmi.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Julius Widjojono menuturkan, dua perwira sudah dinyatakan tersangka dan telah ditahan. Untuk Hendri Alfiandi telah menerima surat keterangan pensiun, sedangkan Afri Budi Cahyanto tidak lagi bekerja.
Seluruh rangkaian penyelesaian perkara suap di Basarnas akan ditempuh melalui peradilan militer. ”(Jalur yang ditempuh) adalah peradilan militer, yang pernah memberikan hukuman maksimal seumur hidup untuk koruptor,” ucapnya.
Julius mencontohkan kasus korupsi pengadaan alutsista di Kementerian Pertahanan yang ditangani oleh peradilan militer pada 2016. Dalam kasus tersebut, Brigadir Jenderal Teddy Hernayadi dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup.
Menurut dia, hanya ada dua koruptor yang dihukum penjara seumur hidup, salah satunya vonis dari peradilan militer. Meski tak disebutkan, hal itu menunjukkan keseriusan dan ketegasan TNI menindak kasus korupsi di internalnya.
Menurut Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Totok Dwi Diantoro, tindak pidana yang dilakukan prajurit TNI aktif bisa diperiksa serta diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Hal itu sesuai dengan Ketetapan MPR Nomor VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Polri.
Implementasi TAP MPR No VII/2000 diwujudkan melalui Pasal 65 Ayat (2) dan (3) UU No 34/2004 tentang TNI. Rumusan norma dalam UU tersebut memuat prinsip perlakuan yang sama di depan hukum atau equality before the law. Sebab, prajurit TNI tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran pidana militer. Pada saat bersamaan, prajurit TNI juga tunduk pada kekuasaan peradilan umum saat melanggar hukum pidana umum yang diatur dengan UU.
Prajurit TNI tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran pidana militer. Pada saat bersamaan, prajurit TNI juga tunduk pada kekuasaan peradilan umum.
Selain itu, UU No 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur tata cara penyidikan perkara pidana yang melibatkan warga sipil dan militer. Sejak awal penyidikan, seharusnya sudah terbentuk tim koneksitas antara pihak KPK dan oditur militer. Walakin, tim koneksitas juga bisa terbentuk ketika perkara masuk ke tahap penuntutan.
Tim koneksitas, lanjut Totok, berperan dalam penentuan kewenangan pengadilan dan kompetensinya–apakah masuk ke pengadilan sipil atau pengadilan militer. Dasar pertimbangannya berdasarkan proporsi irisan kepentingan umum yang dirugikan. ”Dalam perkara dugaan korupsi Basarnas ini, porsi kepentingan umum yang dirugikan jauh lebih besar,” ucap Totok.