Sebanyak 33 pemerintah daerah, mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota, memperoleh insentif fiskal. Dana itu diharapkan dapat digunakan untuk mengendalikan harga pangan di daerah.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 33 pemerintah daerah yang dinilai mampu mengendalikan inflasi pada Semester I-2023 ini diberi insentif fiskal oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Insentif yang rata-rata bernilai miliaran rupiah itu diharapkan digunakan untuk mengatasi kemiskinan ekstrem serta pengendalian terhadap harga pangan mengingat ada El Nino yang bisa berdampak pada hasil panen dan juga perang Ukraina yang bisa memengaruhi harga pangan.
Pemberian simbolis insentif fiskal kepada 33 pemda itu dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Senin (31/7/2023). Ini merupakan bentuk apresiasi yang diberikan kepada pemda yang dinilai berhasil mengatasi inflasi nasional yang semula 5,9 persen pada Desember 2022. Kini, angka inflasi bisa ditekan menjadi 3,52 persen.
Menurut Tito, keberhasilan itu merupakan bentuk kerja sama yang baik antar-pemda di bawah koordinasinya sebagai Mendagri. Setiap pekan, dirinya memimpin rapat koordinasi tim pengendalian inflasi, baik di tingkat pusat maupun daerah. Untuk itu, dia berharap agar dana insentif itu dapat digunakan untuk penanganan kemiskinan ekstrem, bantuan sosial tunai dan nontunai, subsidi transportasi daerah terpencil, dan pengendalian harga pangan. ”Mudah-mudahan, (inflasi) ini bisa terus kita kendalikan,” kata Tito.
Dari 33 pemerintah daerah yang menerima insentif fiskal itu, tiga di antaranya adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemprov Kalimantan Tengah, dan Pemprov Gorontalo. Untuk pemerintah tingkat kabupaten ada 24 yang menerima insentif, yaitu Kabupaten Aceh Barat, Aceh Besar, Aceh Selatan, Gayo Lues, Indragiri Hilir, Bungo, Merangin, Banyuasin, Ogan Ilir, Bengkulu Utara, Bekasi, Garut, Pangandaran, Jepara, Sleman, Banyuwangi, Sintang, Kayong Utara, Sukamara, Minahasa Selatan, Halmahera Timur, Halmahera Selatan, Bangka Tengah, dan Pohuwanto. Insentif juga diberikan kepada pemerintah kota, yaitu Kota Langsa, Gunungsitoli, Payakumbuh, Dumai, Bitung, dan Serang.
Tito menambahkan, dahulu insentif fiskal itu disebut dana insentif daerah (DID). Kini, namanya diubah menjadi insentif fiskal kinerja dari Kemenkeu. Dia berharap insentif itu bisa memberikan semangat bagi pemda untuk terus mengendalikan inflasi. Sebab, tantangan ke depan yang dihadapi Indonesia tidaklah mudah. Stok bahan pangan bisa terganggu karena panen komoditas terdampak cuaca El Nino. Di Papua, ia menyebutkan, dilaporkan sudah ada enam warga yang meninggal dunia akibat bencana kekeringan dan kelaparan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan, secara makro situasi dunia saat ini memang tidak sedang baik-baik saja. Harga minyak goreng bisa meningkat lagi jika perang di Ukraina tidak segera selesai. Sebab, Ukraina adalah negara penghasil biji bunga matahari yang menjadi bahan baku minyak goreng. Jika perang tidak segera selesai, fenomena global itu akan berpengaruh dan merembes pula ke Indonesia.
”Namun, secara umum pertumbuhan ekonomi di Indonesia bagus karena masih mampu bertahan dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen. Pertumbuhan ekonomi ini didukung dari sisi demand and supply, pertumbuhan industri manufaktur yang cukup positif, dan sektor lain yang mulai pulih,” jelasnya.
Sri Mulyani juga memberikan perhatian khusus pada komoditas yang bisa memicu inflasi, baik nasional maupun daerah. Komoditas itu adalah bahan pangan dan energi.
Menurut dia, secara umum pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah pulih dari efek pukulan yang sangat dalam. Padahal, banyak negara lain belum pulih dari situasi tekanan dan krisis ekonomi yang mendera pasca pandemi Covid-19. Indonesia beruntung karena masih memiliki kinerja ekonomi yang relatif baik. Pada saat dunia mengalami guncangan yang luar biasa, Indonesia masih bisa menjaga stabilitas ekonominya.
Sri Mulyani juga memberikan perhatian khusus pada komoditas yang bisa memicu inflasi, baik nasional maupun daerah. Komoditas itu adalah bahan pangan dan energi. Kedua komoditas ini terbukti menjadi penyumbang inflasi jika sampai permintaan dan harganya melonjak tinggi.
”Inflasi di Indonesia bukan hanya masalah demand (permintaan), atau uang yang beredar berlebihan. Oleh karena itu, mengatasi inflasi tidak hanya tergantung Bank Indonesia, tetapi juga kerja-kerja pemerintah. Kepemimpinan Pak Tito Karnavian ini sudah bagus,” pujinya.
Pelaksana Tugas (Plt) Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, akses pangan menjadi perhatian bersama dalam upaya mengendalikan inflasi di daerah. Kondisi geografis Indonesia yang beragam membuat akses pangan di setiap pulau tidak sama. Wilayah di Indonesia timur mengalami kenaikan harga tertinggi karena mahalnya biaya distribusi pangan.
Dia juga meminta pemerintah daerah untuk memperhatikan produk pangan yang paling banyak memicu inflasi di antaranya adalah cabai merah, daging ayam ras, dan beras.
Tito juga mengingatkan masyarakat untuk lebih bijak dalam konsumsi makanan. Data yang diperoleh, angka pembuangan makanan (food waste) masih besar karena mencapai 31 persen. Pendekatan kultural seperti menyosialisasikan belanja secukupnya dan tidak terlalu banyak menyetok makanan perlu dilakukan oleh pemerintah daerah.
Adapun, di daerah dengan wilayah geografis yang sulit dan menantang, Kemendagri sudah meminta pemda untuk lebih mengefektifkan penggunaan anggaran. Kemendagri juga akan memperkuat lagi pembinaan dan pengawasan dengan cara pengawasan pasar. Wilayah yang saat ini dipimpin oleh penjabat kepala daerah (PJ) juga akan ditegur apabila mereka belum bekerja secara maksimal dalam mengatasi inflasi.
”Mudah-mudahan para PJ dan kepala daerah semakin termotivasi dan tidak kendor. Ini bisa menjadi pembanding, apalagi sudah mau pilkada (pemilihan kepala daerah pada 2024), prestasi ini bisa menaikkan elektabilitas. Sesuai arahan Presiden, Mendagri diminta meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap kinerja pemda,” ucapnya.