Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Masih Lemah
Dugaan korupsi di Basarnas bisa terjadi karena kelemahan sistem elektronik dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Saat ini belum ada kejelasan lembaga dan teknis dalam proses pengawasan sistem yang digunakan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO, HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil (kiri) dan Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya (kanan) diangkut mobil tahanan di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (26/7/2023). Dua tersangka ini ditahan KPK setelah melakukan operasi tangkap tangan terkait kasus suap pemenangan tenderpengadaan barang dan jasa proyek Badan SAR Nasional (Basarnas). Dalam operasi tangkap tangan ini KPK pada awalnya menangkap 11 orang, termasuk Koordinator Administrasi Kepala Basarnas Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto. Dari pemeriksaan dan pengembangan kasus ini, KPK menahan dua tersangka, yaitu Roni Aidil dan Marilya. Adapun Letkol Afri Budi Cahyanto diserahkan kepada Puspom Mabes TNI untuk diproses secara hukum militer. KPK juga menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka atas kasus tersebut. Total nilai suap dari proyek di Basarnas selama tahun 2021-2023 sekitar Rp 88,3 miliar.
JAKARTA, KOMPAS — Sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah yang ada saat ini masih memiliki kelemahan sehingga terjadi dugaan korupsi. Hal itu terjadi pada kasus dugaan suap proyek pengadaan barang/jasa di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau Basarnas tahun 2021-2023. Salah satu penyebab utamanya karena audit elektronik sebagai fungsi pengawasan masih belum berjalan secara efektif.
Kasus dugaan korupsi di Basarnas yang diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini sebelumnya mendapatkan atensi dari Presiden Joko Widodo. Presiden menekankan pemerintah terus memperbaiki sistem pengadaan barang dan jasa dengan memasukkan semua jenis barang/jasa yang diperlukan pemerintah di e-katalog supaya lebih transparan dan adil (Kompas,28/7/2023).
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK sekaligus Koordinator Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Pahala Nainggolan menegaskan, persoalan dugaan korupsi di Basarnas bisa terjadi karena kelemahan sistem elektronik yang cukup memprihatinkan.
Bahkan, belum ada lembaga yang mengaudit dan kejelasan teknis dalam proses pengawasan pengadaan barang pemerintah. Ia berharap Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) segera memperbaiki fitur e-audit dan memberikan akses ke aparat pengawas intern pemerintah (APIP).
Belum ada lembaga yang mengaudit dan kejelasan teknis dalam proses pengawasan pengadaan barang pemerintah.
Pahala menjelaskan, saat ini sudah ada sistem e-purchasing dan e-procurement yang dikelola oleh LKPP untuk belanja pemerintah. Di dalam e-purchasing sudah ada e-katalog. ”Yang e-procurement itu ada fitur e-audit, tetapi tidak pernah digunakan. Tidak jelas siapa yang menggunakan, siapa yang menganalisis,” kata Pahala saat dihubungi di Jakarta, Jumat (28/7/2023).
Pahala menegaskan, fitur e-audit harus segera dibuka supaya belanja pemerintah bisa dikontrol. Sebab, fitur ini bisa digunakan untuk mengecek pemilik manfaat (beneficial ownership). Menurut Pahala, jika fitur ini sudah dibuka, maka kasus di Basarnas bisa terdeteksi sejak awal.
Ia berharap agar LKPP segera mengaktifkan e-audit di sistem e-purchasing dan e-procurement agar segera terkoneksi dengan pemilik manfaat dan menganalisis dengan cepat. Dalam kasus di Basarnas, tender dari tahun 2021 sampai 2023 dimenangkan oleh tiga perusahaan yang dimiliki oleh satu pemilik manfaat. Itu seharusnya langsung diberi peringatan.
Selain itu, 46 perusahaan yang ikut tender tidak pernah menang selama lima tahun, tetapi masih terus hidup. Menurut Pahala, seharusnya perusahaan itu sudah mati. Ironisnya, pemenang tender justru oleh perusahaan yang baru berdiri.
Ia menegaskan, ada pengondisian dalam kasus ini karena sudah ada pengaturan. Ada banyak perusahaan yang ikut tender, tetapi hanya sedikit perusahaan yang ikut menawar dan itu dimiliki oleh satu pemilik manfaat.
Menurut Pahala, audit terhadap pengadaan barang pemerintah tidak mungkin dilakukan secara manual karena jumlah tender ada ribuan. Melalui sistem elektronik, seluruh barang yang bisa distandarkan bisa menggunakan sistem e-purchasing melalui e-katalog. Barang-barang seperti laptop yang memiliki spesifikasi atau aspal jalan yang bisa diukur ketebalannya bisa dimasukkan dalam e-katalog.
Sudah diberi akses
Dihubungi secara terpisah, Kepala Biro Humas, Sistem Informasi, dan Umum LKPP Shahandra Hanitiyo mengatakan, LKPP sudah berkoordinasi dengan Stranas PK, inspektorat kementerian/lembaga/pemerintah daerah, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan aparat penegak hukum. Mereka sudah diberikan akses untuk memeriksa dan audit katalog elektronik.
LKPP sudah berkoordinasi dengan Stranas PK, inspektorat kementerian/lembaga/pemerintah daerah, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan aparat penegak hukum. Mereka sudah diberikan akses untuk memeriksa dan audit katalog elektronik.
Pada katalog elektronik sudah tersedia fitur laporkan. Selain itu, informasi komunikasi antara pembeli dan penjual (chatting) dapat dimanfaatkan oleh auditor sebagai referensi pengawasan. Dengan adanya audit elektronik, apabila ada anomali angka pada pembelanjaan dalam katalog elektronik, dapat cepat diketahui. Shahandra menegaskan, akses untuk pemeriksaan dan audit juga sudah diberikan kepada APIP.
Manajer Riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi mengungkapkan, mekanisme tender selama ini menjadi celah terjadinya tindak pidana korupsi. Sebab, tidak semua melalui mekanisme terbuka yang dikenal Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) seperti masih ada mekanisme penunjukan langsung.
Padahal, sudah ada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah diatur sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) SIRUP oleh LKPP. Tender atau metode pemilihan itu meliputi e-purchasing, pengadaan langsung, penunjukan langsung, tender cepat, dan tender.
Meskipun sistem LPSE-SIRUP dibentuk LKPP supaya berfokus pada pengadaan, jika integeritas penyelenggaranya tidak baik, juga menghadirkan persoalan tersendiri. Perlu dilakukan seleksi yang baik di unit kerja pengadaan barang/jasa (UKPBJ) agar kasus seperti di Basarnas tidak terulang.
”Proses pengadaan perlu dilakukan perbaikan dari sisi sistem pengadaan publik yang melibatkan partisipasi atau kemitraan pemerintah, sektor bisnis, organisasi anti-korupsi dan masyarakat. Keterlibatan masyarakat ini penting untuk melakukan pengawasan yang selama ini tidak bisa sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah,” kata Badiul.