Haris Azhar dan Fatia Bawa Kasus Pencemaran Nama Baik Luhut ke MK
Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, terdakwa pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, berharap Mahkamah Konstitusi menjatuhkan putusan provisi berupa penundaan pemeriksaan perkara pidana mereka.
Haris dan Fatia menguji ketentuan mengenai penyiaran berita bohong di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk Pasal 14 dan 15 serta Pasal 310 Ayat (1). Mereka juga menguji ketentuan pencemaran nama baik di dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diatur dalam Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 45 Ayat (3). Pasal-pasal tersebut dinilai bertentangan dengan konstitusi, khususnya berkaitan dengan jaminan perlindungan atas kesamaan di depan hukum dan pemerintahan, jaminan kemerdekaan mengeluarkan pikiran secara lisan dan tulisan, serta jaminan akan keikutsertaan membela negara dan pasal-pasal lain.
Selain Haris Azhar dan Fatia, turut menjadi pemohon dalam perkara tersebut, antara lain, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Aliansi Jurnalis Independen. Mereka didampingi oleh sejumlah kuasa hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Demokrasi yang beranggotakan, antara lain, Feri Amsari dan Fadli Ramadhanil. Permohonan tersebut didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (21/7/2023) sore.
Salah satu kuasa hukum pemohon, Feri Amsari, Senin (24/7/2023), mengungkapkan, hak konstitusional Haris dan Fatia untuk turut serta memajukan hak asasi manusia dan pemberantasan KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) telah dirugikan secara konkret. Pasal-pasal yang diuji ke MK saat ini telah digunakan untuk melaporkan atau mengkriminalisasi pihak-pihak yang kritis terhadap pejabat negara atau terhadap kebijakan pemerintah, termasuk Haris dan Fatia.
Dalam kasus Haris dan Fatia, ungkap Feri, penegak hukum telah mengutamakan proses pidana terhadap pihak yang didampinginya dibandingkan dengan memproses perkara yang menjadi pokok substansi masalah, yakni dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) ataupun praktik KKN.
Haris dan Fatia didakwa pada 3 April 2023 atas dugaan pencemaran nama baik dalam unggahan video di kanal Youtube Haris Azhar berjudul ”Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga ada”. Dalam video tersebut, Haris dan Fatia membahas riset sejumlah organisasi tentang bisnis para pejabat ataupun purnawirawan TNI AD di Intan Jaya Papua. Atas konten tersebut, Luhut pun melaporkan keduanya ke Polda Metro Jaya.
Kini, Haris dan Fatia berstatus sebagai terdakwa dan tengah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam perkara yang diregister dengan nomor 202/Pid.Sus/2023 PN. Jkt Tim dan 203/Pid.Sus/2023/PN Jkt.Tim. Sidang masih dalam tahap pembuktian dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.
MK diharapkan mengeluarkan putusan provisi berupa penundaan pemeriksaan perkara pidana.
Diharapkan putusan provisi
Melihat urgensi atas perkara yang saat ini sedang berjalan di PN Jakarta Timur, MK diharapkan mengeluarkan putusan provisi berupa penundaan pemeriksaan perkara pidana. Sebab, pasal-pasal yang didakwakan kepada Haris dan Fatia sedang diuji konstitusionalitasnya.
Menurut Feri, putusan provisi dapat menjadi manifestasi MK dalam memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum dalam upaya menyeimbangkan kekuasaan antara negara dan masyarakat. MK sebagai the protector atau pelindung demokrasi, hak asasi manusia, serta hak warga negara memiliki tugas untuk memastikan bahwa lembaga eksekutif, legislatif, hingga yudikatif dalam menjalankan tugasnya dengan senantiasa berpedoman pada nilai-nilai tersebut.
”Sudah sepatutnya MK menjalankan tugasnya sebagai pelindung (the protector) dengan menghentikan dalam artian menunda perkara pemeriksaan di PN Jakarta Timur. Tujuannya untuk memberikan kepastian hukum serta memulihkan hak-hak pemohon yang telah terlanggar,” kata Feri.
Menurut Feri, tugas sebagai pelindung tersebut menjadi sia-sia manakala perkara yang tengah dihadapi Haris dan Fatia terus berlanjut sebelum MK membuat keputusan terhadap pengujian pasal-pasal tersebut. Lagi pula, penghentian pemeriksaan untuk menunda perkara yang tengah diperiksa juga pernah diamini MK sebagai bentuk kepastian hukum terhadap kewenangan MK dalam pengujian undang-undang. Ini sesuai dengan putusan MK sebelumnya, yaitu putusan 93/PUU-XV/2017.
Hingga Senin malam, perkara Haris dan Fatia belum diregister oleh Kepaniteraan MK di dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.