Survei Indikator: Elektabilitas Erick Thohir Tinggalkan Kamil dan Sandiaga
Pada survei periode 30 April-5 Mei, Erick Thohir masih berada di peringkat ketiga cawapres pilihan publik dengan elektabilitas 15,3 persen, di bawah Sandiaga Uno dan Ridwan Kamil.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peta elektabilitas figur potensial calon wakil presiden pilihan publik mulai berubah. Tingkat elektabilitas Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir merangkak naik, dan meninggalkan tokoh potensial lain yang selama ini unggul, yakni Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Perubahan ini tidak terlepas dari kuatnya dukungan milenial dan generasi Z.
Perubahan peta elektoral calon wakil presiden (cawapres) pilihan publik salah satunya terekam dalam survei Indikator Politik Indonesia periode 20-24 Juni 2023. Dalam survei yang dilakukan terhadap 1.220 responden yang diwawancarai secara tatap muka ini, tingkat elektabilitas Erick Thohir dalam simulasi semiterbuka terhadap 22 tokoh mencapai 18,5 persen.
Raihan itu menempatkannya pada posisi teratas yang disusul oleh Gubernur Jawa Barat yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ridwan Kamil (16,9 persen); Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sekaligus Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Sandiaga Salahuddin Uno (11,8 persen); serta Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (11,4 persen).
Padahal, dalam survei periode 26-30 Mei lalu, Erick memiliki elektabilitas yang sama dengan Kamil, yakni 14,8 persen. Lalu ada Sandiaga (12 persen) dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD (11,8 persen). Kemudian pada survei sebelumnya, persisnya survei periode 30 April-5 Mei, Erick masih berada di peringkat ketiga dengan elektabilitas 15,3 persen, di bawah Sandiaga (24,5 persen) dan Kamil (18,3 persen). Sementara itu, berdasarkan hasil survei 24 Februari-3 Maret, Erick yang elektabilitasnya sebesar 11,4 persen juga tertinggal dari Ridwan Kamil (21,5 persen), Sandiaga (15,4 persen), dan Agus (12,7 persen).
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, dalam jumpa pers daring, Minggu (23/7/2023), membenarkan adanya tren peningkatan elektabilitas Erick sebagai cawapres pilihan publik. Jika dilihat dari analisis korelasi antarvariabel, diketahui bahwa peningkatan tersebut sejalan dengan kinerja Erick sebagai Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Erick yang saat ini menjadi bakal cawapres yang diusulkan oleh Partai Amanat Nasional (PAN) terpilih sebagai Ketua Umum PSSI sejak Februari lalu.
Merujuk survei yang sama, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Erick sebagai Ketua Umum PSSI mencapai 92,7 persen, naik dari kepuasan pada April lalu yang sebesar 73,6 persen. Di antara kedua survei itu, tim nasional sepak bola Indonesia meraih medali emas dalam ajang SEA Games Kamboja, Mei 2023. Perolehan emas itu pertama kalinya setelah terakhir tim nasional sepak bola mendapatkan emas pada SEA Games 1991 di Filipina.
”Data memperlihatkan jelas, sebelum menjadi ketua umum PSSI dan tim nasional meraih atau emas di Kamboja, elektabilitas Erick ada di peringkat kelima. Tapi, setelah ia jadi Ketua Umum PSSI dan meraih emas, elektabilitasnya meningkat tajam,” kata Burhanuddin.
Pilihan anak muda
Burhanuddin melanjutkan, mayoritas pemilih Erick adalah anak muda, yakni kelompok milenial dan generasi Z. Survei merekam, dukungan terhadap Erick dari generasi Z, yakni kelompok pemilih berusia kurang dari 26 tahun, mencapai 26,5 persen. Adapun dari milenial, generasi yang berusia 27-42 tahun, porsinya mencapai 20,7 persen. Persentase itu sekaligus menempatkan Erick sebagai sosok cawapres yang paling banyak dipilih oleh milenial dan generasi Z.
Ia menekankan, pilihan anak muda di Pilpres 2024 krusial. Sebab, berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), dari total 204 juta pemilih, sebanyak 107 juta pemilih atau separuhnya berusia di bawah 40 tahun. Selain itu, selama ini isu dan aspirasi anak muda umumnya masih diabaikan oleh partai politik. Padahal, milenial dan generasi Z merupakan kelompok pemilih kritis yang jika aspirasinya terus-menerus diabaikan bakal berimbas pada rendahnya partisipasi politik mereka.
”Kalau anak muda tidak aktif secara elektoral (saat ini), itu akan berlanjut hingga saat mereka dewasa. Oleh karena itu, kita (para pemangku kepentingan) perlu mengajak anak muda untuk membicarakan politik terkait dengan nasib bangsa dan nasib mereka juga ke depan, terutama terkait dengan regenerasi kepemimpinan ke depan,” kata Burhanuddin.
Sementara Erick menjadi pilihan mayoritas anak muda untuk menjadi cawapres, sebagian besar milenial dan generasi Z memilih Menteri Pertahanan yang juga Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, sebagai calon presiden (capres). Dari total responden di setiap kelompok umum, Prabowo dipilih oleh 40,5 persen generasi Z, 37,1 persen milenial, dan 41,3 persen generasi baby boomers atau kelompok usia 59-79 tahun.
Dukungan anak muda itu berkontribusi pada tingkat elektabilitas Prabowo. Dalam simulasi terbuka 34 nama capres pilihan publik, misalnya, elektabilitasnya mencapai 31,6 persen. Tingkat keterpilihan bakal capres dari Partai Gerindra itu bersaing ketat dengan Gubernur Jawa Tengah yang juga bakal capres dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ganjar Pranowo, yakni 31,4 persen. Menyusul Prabowo dan Ganjar ada Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai bakal capres, dengan elektabilitas sebesar 17,6 persen.
Prabowo Subianto (paling kiri), Ganjar Pranowo (tengah), dan Anies Baswedan
”Pertarungan tokoh capres hanya melibatkan tiga nama teratas itu karena di luar mereka (Prabowo, Ganjar, dan Anies), tren elektabilitasnya turun,” ujar Burhanuddin.
Pertarungan gagasan
Sejumlah aktivis mahasiswa yang turut hadir dalam jumpa pers itu mengatakan, faktor gagasan dalam menghadapi berbagai masalah merupakan pertimbangan utama dalam menentukan pilihan capres dan cawapres. Tokoh yang berani mengemukakan gagasan untuk menghadapi berbagai persoalan bangsa lebih diapresiasi meskipun tidak jarang ide yang disampaikan menuai pro dan kontra di masyarakat.
”Harapan kami, Pilpres 2024 akan jadi pertarungan yang penuh gagasan, tidak hanya gimik politik. Ini penting untuk mencari solusi agar Indonesia bisa menjadi negara maju ke depannya,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Raihan Ariatama.
Direktur Lembaga Pemilu dan Demokrasi PB Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Yayan Hidayat menambahkan, pertarungan gagasan di antara para bakal capres dan cawapres semakin penting karena hingga saat ini belum terlihat perbedaan ide secara mendasar di antara mereka.
Hingga saat ini ia belum bisa mengidentifikasi tokoh mana yang benar-benar berpihak pada kemajuan anak muda. Alih-alih sekadar mengumbar jargon, diperlukan lebih banyak tindakan riil yang menunjukkan keberpihakan mereka terhadap anak muda.
Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Tri Natalia Urada mengatakan, anak muda menantikan gagasan para bakal capres dan cawapres terkait sejumlah masalah mendesak.
Sebagaimana terekam dalam survei terbaru Indikator Politik Indonesia, masalah-masalah dimaksud, antara lain, soal pengendalian harga kebutuhan pokok, penciptaan lapangan kerja, dan bagaimana mengurangi pengangguran. Gagasan itu penting untuk disampaikan secara luas di tengah rendahnya minat anak muda terhadap isu politik.