Masa depan Indonesia yang lebih baik menjadi visi misi para bakal calon presiden. Korupsi, ketimpangan, dan hilirisasi adalah sedikit dari banyak problem yang dianggap serius bagi ketiga bakal capres.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·4 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Tiga bakal calon presiden tampil beradu gagasan di hadapan para wali kota se-Indonesia dalam perhelatan Rapat Kerja Nasional XVI Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (13/7/2023). Pemerintahan bersih, memenuhi janji politik, kesetaraan dan kolaborasi antarkota dan desa, hingga pengelolaan sumber daya alam menjadi poin-poin yang ditawarkan ketiga bakal calon.
Ketiga bakal capres tersebut adalah Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto. Ketiganya tampil terpisah secara bergantian sejak pagi hingga sore. Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya Sugiarto dan Wali Kota Makassar M Ramdhan Pomanto memandu ketiga sesi diskusi. Semua calon juga diberikan rekomendasi rakernas.
Sebelum memaparkan pemikiran, setiap bakal capres terlebih dahulu diminta menyebut arti calon lain bagi mereka dalam satu kata. Ganjar menyebut Prabowo sebagai senior dan Anies teman. Saat Anies ditanya, dia menyebut Prabowo sebagai patriot dan Ganjar adalah teman lama. Adapun Prabowo menjawab bahwa Ganjar adalah gubernur dan Anies profesor.
Ganjar Pranowo, yang tampil pertama, banyak berbicara tentang pemerintahan bersih dan pemenuhan janji politik. Selain itu, dia membahas tentang demokrasi, transformasi digital, energi hijau, dan ekonomi biru.
Ganjar mengatakan, walaupun pengalamannya adalah mengelola pemerintahan di tingkat provinsi, dia menyebut ada problem yang menjadi persoalan bersama dan keinginan seluruh rakyat Indonesia, yakni pemerintahan yang bersih. Selain itu, janji-janji politik yang dipenuhi.
”Kalau tidak mencapai target, itu bukan tidak ditepati. Namun, kalau sudah dijanji, tetapi tidak dieksekusi dan tidak dimasukkan dalam program, maka itu bohong. Kalau kita makin yakin untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan melayani, maka apa yang menjadi problem masyarakat dan terjadi di semua tempat akan menjadi prioritas pertama,” katanya.
Selain pemerintahan bersih, Ganjar juga menyebut berbagai problem ekonomi yang terjadi saat ini, termasuk disrupsi yang turut mengubah geopolitik dunia. ”PR (pekerjaan rumah) besar kita hari ini adalah problem ekonomi. Maka, kita bicara pertumbuhan, job creation, sehingga masyarakat akan bisa mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk hidup dan lebih baik,” ucapnya.
Pada sesi tanya-jawab, sejumlah pernyataan diajukan wali kota, di antaranya terkait Kalimantan dan sumber dayanya, termasuk Ibu Kota Nusantara (IKN). Dia menyebut IKN sebagai masa depan Indonesia. Menurut dia, IKN bukan sekadar pemindahan fisik, melainkan juga perubahan pola pikir.
”IKN bukan hanya membangun gedung, tetapi kita bicara energi hijau, ekonomi biru, dan kemudian semua infrastruktur disiapkan. Kita akan bicara transportasi dengan teknologi baterai, nol karbon, reduksi polusi, pengelolaan sampah yang jauh lebih baik, dan banyak hal lain. Kita juga berbicara semua energi yang tidak berbasis pada sumber daya yang mencemari dan itu adalah masa depan,” katanya.
Sementara itu, Anies yang tampil dalam sesi kedua lebih banyak berbicara soal ketimpangan antarkota di Indonesia, termasuk kota dan desa. Ketimpangan ini di antaranya pada pelayanan dasar, infrastruktur, kebijakan fiskal, dan urbanisasi. Foto satelit yang menunjukkan terang-gelap kota-kota di Indonesia pada malam hari, menurut dia, adalah gambaran jelas ketimpangan itu.
Dia menyebut visi misi pembangunan untuk berbagai problem ini harus berlandas pada gagasan, narasi, dan karya. ”Gagasan diturunkan dalam bentuk narasi supaya bisa dipahami dan dieksekusi. Lalu, setelah itu karya. Tak ada narasi tanpa gagasan dan tak ada karya tanpa narasi,” ujarnya.
Dia melanjutkan, ”Kalau soal ketimpangan, kita bisa membangun kolaborasi antardaerah. Bagaimana, misalnya, desa sebagai pemasok pangan untuk kota. Bentuknya bisa kerja sama dalam bentuk kontrak.”
Menurut Anies, hal itu akan memutus mata rantai dagang yang panjang. ”Artinya, masyarakat kota terpenuhi pangannya dengan harga lebih murah dan pada masyarakat desa ada jaminan pasar,” ujarnya.
Terkait rekomendasi Apeksi, dia mengatakan ada empat poin penting, yakni melanjutkan yang baik, mengoreksi yang salah, menghentikan yang merugikan, dan menciptakan sesuatu yang baru.
Adapun Prabowo lebih banyak berbicara tentang kekayaan alam Indonesia yang rentan membuat Indonesia menjadi incaran negara lain. ”Kita ini negara kaya, tetapi kekayaan itu selalu mengundang kekuatan bangsa lain untuk mengambil kekayaan kita. Maka, kita harus mendorong hilirisasi,” ujarnya.
Dia menyebut contoh bauksit yang menjadi bahan aluminium dan aluminium menjadi bahan pembuatan pesawat hingga alat elektronik. Begitu juga nikel, hasil pertanian, hasil laut, dan lainnya.
”Hilirisasi harus dilakukan di semua sektor. Kita bukan tak mau bekerja sama dengan negara lain, tetapi mestinya masyarakat bisa mendapat nilai tambah dari sumber dayanya,” katanya.
Hilirisasi, lanjut Prabowo, bukan sekadar meningkatkan nilai tambah, melainkan juga akan membuka peluang kerja. Hal ini termasuk peluang bagi tenaga-tenaga kerja ahli di Indonesia yang selama ini banyak berkiprah di luar negeri.
Terkait rekomendasi hasil Rakernas Apeksi, Prabowo mengatakan akan menugaskan tim ahlinya untuk mempelajari, membuat kajian, hingga nanti akan diperoleh hasil apa saja dari rekomendasi itu yang bisa dilaksanakan dan apa yang perlu diperbaiki.