Serangkaian acara seremonial pembangunan mendominasi kegiatan Wapres Amin di Papua. Suara dari rakyat Papua semestinya juga memperoleh perhatian lebih.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
Sepekan menjalani kunjungan kerja di tanah Papua, Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengunjungi enam kabupaten yang tersebar di Provinsi Papua Tengah dan Papua Barat Daya yang baru terbentuk pada 2022, dan Papua Barat. Selama itu kegiatan Wapres didominasi kegiatan peletakan batu pertama pembangunan kantor pemerintahan di provinsi yang baru dibentuk, mengunjungi pelatihan wirausaha untuk masyarakat, hingga mengunjungi petani sawit.
Dari serangkaian kegiatan itu, hampir sebagian besar adalah seremonial yang telah disiapkan oleh pemerintah atau warga setempat. Hal ini mengingat kehadiran Wapres di sana memang sebagai Ketua Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP).
Sementara kegiatan mendengarkan aspirasi orang Papua terbatas ditemukan di dua pertemuan yang berlangsung di Fakfak dan Sorong. Kegiatan yang sejatinya memperoleh porsi yang sama besarnya, agar keterlibatan masyarakat setempat dalam pembangunan bisa diperhitungkan.
Tiba di Tanah Papua pada 12 Juli 2023 itu, Wapres memulai kunjungan kerjanya memantau pelatihan untuk masyarakat yang diberikan oleh PT Freeport Indonesia melalui Institut Pertambangan Nemangkawi, di Timika. Keesokan harinya, Wapres melaksanakan peletakan batu pertama sekaligus penanaman pohon sebagai penanda dimulainya pembangunan kantor Pemerintah Provinsi Papua Tengah, di Nabire. Seremonial peletakan batu pertama juga kembali dilakukan untuk pembangunan Taman Ruang Terbuka Hijau di kawasan Pantai Reklamasi, Kabupaten Fakfak, Jumat (14/7/2023).
Di Kota Sorong, Wapres juga kembali menghadiri kegiatan seremonial peletakan batu pertama untuk pembangunan sarana dan prasarana kantor pemerintahan Provinsi Papua Barat Daya, Senin (17/7/2023). Provinsi ini baru terbentuk Desember lalu.
Selama 2022, selain Papua Barat Daya, pemerintah membentuk tiga provinsi baru, yakni Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan. Jika sebelumnya di sana hanya ada Provinsi Papua dan Papua Barat, terbatas dua provinsi, maka sejak dilakukan pemekaran berdiri enam provinsi.
Wapres juga mendengarkan paparan kemajuan pembangunan Bandara Udara Nabire baru, Kamis (13/7/2023). Di Teluk Bintuni, Jumat (14/7/2023), Wapres mendengarkan penjelasan mengenai proyek-proyek strategis, program pelatihan yang sudah ada untuk warga. Wapres kembali mendengarkan penjelasan berbagai proyek strategis di Manokwari yang digelar di hotel, Sabtu (15/7/2023).
Orang Papua perlu dikedepankan dan dilibatkan dalam seluruh pembangunan.
Saat di Nabire, Wapres diagendakan berjumpa kalangan petani yang tergabung dalam Hidup Petani Nyata (Hipeta) di Pantai Wisata Menase. Sayangnya, karena harus melanjutkan perjalanan sesegera mungkin, tak ada dialog sama sekali. Wapres hanya menyapa petani.
Hanya saat mengunjungi petani sawit di Kampung Wasegi Indah, Distrik Prafi, Manokwari, Wapres sempat berdialog dengan petani. Namun itu pun berlangsung singkat.
Keinginan dilibatkan
Padahal di salah satu pertemuan di Sorong, sejumlah perwakilan masyarakat menyampaikan keinginan mereka kepada Wapres, agar mereka dilibatkan dalam pembangunan di tanah Papua. Salah satunya diungkapkan oleh Wakil Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong Pastor Lewi Ibori. ”Orang Papua perlu dikedepankan dan dilibatkan dalam seluruh pembangunan, pemerintahan, infrastruktur, ekonomi, agar masyarakat sibuk mengelola masa depan lewat ekonomi kerakyatan,” kata Lewi.
Di Fakfak, Wapres memperoleh usulan dari masyarakat setempat agar pemerintah mengakomodasi wilayah adat Bomberai sebagai provinsi baru. Menanggapi usulan itu, Wapres menyampaikan, Papua dicukupkan dulu dengan enam provinsi yang ada.
Saat mengumumkan agenda Wapres ke Papua, 26 April 2023 lalu, Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi menjelaskan perencanaan adalah langkah awal untuk mengeksekusi rencana. “Otomatis harus ada seremonial, tak terhindarkan,” tuturnya.
Ketika kunjungan hanya elitis, kata Adriana, akar masalah pun akan sulit diidentifikasi, apalagi diurai.
Sulit urai masalah
Peneliti dari Jaringan Damai Papua Adriana Elisabeth, Kamis (20/7/2023), memandang kunjungan singkat, apalagi sudah dirancang sebelumnya, dipastikan sulit untuk memahami masalah di Papua yang sesungguhnya. Semestinya dilakukan pertemuan-pertemuan dengan masyarakat lokal, seperti kelompok perempuan di daerah pedalaman yang bertugas membantu ekonomi keluarga.
Ketika kunjungan hanya elitis, kata Adriana, akar masalah pun akan sulit diidentifikasi, apalagi diurai. Saat Wapres ke perkebunan sawit, ia meyakini, tidak bertemu orang asli Papua karena sawit bukan budaya Papua. Pembukaan lahan untuk sawit jelas menghilangkan hutan tropis warga Papua, berikut tanaman-tanaman tradisionalnya.
“Akibatnya, orang Papua merasa identitasnya tidak diakui, tidak dihargai, dan didiskriminasi,” ucapnya.
Adriana menjelaskan, orang Papua sama sekali tak anti-investasi. Namun, pendekatan yang tidak menghargai identitas masyarakat Papua tentu akan menimbulkan perasaan tidak senang.
Pengajar kebijakan publik Universitas Airlangga Gitadi Tegas Supramudyo menilai untuk memecahkan masalah di Papua, semestinya ada pemetaan ulang oleh institusi yang terpercaya. Dengan demikian, pemerintah pusat tak hanya memberikan gula-gula berupa dana otonomi khusus demi menekan keinginan memisahkan diri.
Dihubungi terpisah, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintah dan Wawasan Kebangsaan Sekretariat Wapres Velix Wanggai mengatakan, hasil kunjungan Wapres di Papua akan segera dieavaluasi.