Filosofi Satu Tungku Tiga Batu Bisa Menjadi Model Kuatkan Toleransi
Wapres menyampaikan, analogi ”satu tungku tiga batu” dimaknai sebagai prinsip masyarakat Fakfak untuk menguatkan toleransi. Kemampuan menyatukan adat, agama, dan pemerintahan dalam kehidupan bermasyarakat.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
MANOKWARI, KOMPAS - Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengajak para pemimpin gereja di tanah Papua untuk terus merawat ikatan kebangsaan. Filosofi lokal ”satu tungku tiga batu” yang menguatkan toleransi di Papua juga perlu menjadi contoh.
Hal ini disampaikan Wapres saat membuka Konferensi Hari Pekabaran Injil Ke-168 yang diselenggarakan Persekutuan Gereja-gereja Papua (PGGP) Se-Tanah Papua di Manokwari, Provinsi Papua Barat, Sabtu (15/7/2023). Hadir pula dalam acara ini Penjabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw serta 250 pendeta dan pengurus PGGP.
Perbedaan yang ada di Indonesia adalah modal sosial untuk memperkuat pembangunan nasional dan daerah.
Perbedaan yang ada di Indonesia adalah modal sosial untuk memperkuat pembangunan nasional dan daerah. Karena itu, filosofi ”satu tungku tiga batu” bisa menjadi model harmoni kebangsaan Indonesia.
”Praktik dan nilai lokalitas seperti ’satu tungku tiga batu’ mampu menyatukan hati dan langkah dari agama, adat, dan pemerintah,” ucap Wapres Amin.
Filosofi ini juga diapresiasi Wapres saat bertemu dengan para tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat di Kabupaten Fakfak, Papua Barat, sehari sebelumnya. Fakfak menunjukkan kerukunan umat beragama yang sangat baik.
Salah seorang tokoh agama Kristen Katolik Fakfak, Jumat (14/7/2023), Diakon Didimus Temongmere, menyampaikan, umat Katolik saat baru ada di tanah Papua mulai dari tanah Baham di Fakfak dan diterima baik oleh saudara-saudara Muslim. Mereka pun memperkenalkan para pendeta ini kepada masyarakat yang belum beragama.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Ali Hindom dalam acara di Fakfak juga menjelaskan, kerukunan umat beragama di Fakfak terjalin sangat baik sejak nenek moyang. Semua umat beragama, baik Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, maupun Khonghucu, hidup bersama di Fakfak.
Menurut Wapres Amin, saat bertemu para tokoh di Fakfak, ketiga batu yang memiliki ukuran sama sebagai penyokong tungku sangat kokoh, kuat, dan tahan panas. Tiga batu yang disusun membentuk lingkaran mampu menopang kuali atau belanga yang akan digunakan untuk memasak. Analogi ini dimaknai sebagai prinsip masyarakat Fakfak yang mampu menyatukan adat, agama, dan pemerintah dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam pidato di acara Konferensi Hari Pekabaran Injil, Wapres juga menjelaskan, tanah Papua berada dalam suasana perubahan, di bawah payung otonomi khusus. ”Kehadiran empat provinsi baru (di tanah Papua) sejatinya menjadi penegas komitmen negara untuk membangun Rumah Besar Tanah Papua yang lebih sejahtera, adil, dan maju,” ujarnya.
Oleh karena itu, Wapres menekankan kembali pentingnya keserasian antara sayap pendekatan birokrasi pemerintah dan sayap pendekatan kultural serta keagamaan. Kolaborasi dan kemitraan dengan gereja dinilai penting untuk keberhasilan pembangunan.
Kolaborasi dan kemitraan dengan gereja dinilai penting untuk keberhasilan pembangunan.
PGGP dan pimpinan Sinode juga diharap mendorong percepatan pembangunan dalam semangat Rumah Besar Tanah Papua. ”Walaupun kini telah ada enam provinsi, saya yakin, prinsip ’Kitorang Papua sebagai satu kesatuan kultural di atas tanah Papua’ mampu menjadi fondasi yang solid dalam satu kesatuan langkah demi meraih kesejahteraan bersama,” ucap Wapres.
Pimpinan Sinode, PGGP, dan tokoh-tokoh agama juga diharap merumuskan strategi besar dan rancangan kerja sesuai konteks Papua untuk 20 tahun ke depan. Namun, pemikiran gereja dibatasi supaya sejalan dengan desain besar pemerintah, yang disebut Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua Tahun 2022–2041.
Kemajuan dan kesejahteraan
Sementara itu, dalam laporannya, Ketua Umum PGGP Papua Barat Pendeta Serly Parinusa mengakui bahwa berbagai persoalan pelik yang mewarnai kehidupan di tanah Papua harus disikapi dengan serius dan penuh ketulusan. Karena itu, sumber daya alam Papua harus dikelola dengan benar bagi kemajuan dan kesejahteraan orang asli Papua di tanahnya sendiri.
Oleh karena itu, lanjut Pdt Serly, Hari Pekabaran Injil digelar untuk menjadi wadah para pemimpin gereja bermusyawarah dan menemukan solusi-solusi strategis. Rumusan realistis akan disampaikan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Dalam sambutannya, Penjabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw mengatakan, banyak orang masih hidup dalam ketakutan, curiga, dan balas dendam tak berkesudahan. ”Tapi kita tidak akan bisa maju kalau pikiran masih terbelenggu dalam persoalan adat budaya yang tidak membangun,” ujarnya.
Dengan demikian, semangat api injil diharap mendorong gereja ikut membangun kesatuan gereja dan bangsa serta bersinergi dengan semua pihak untuk membangun Papua.