Gagasan Keberlanjutan Menuju Negara Maju
Erick Thohir mengungkapkan, jika ia harus ada di pemerintahan, harus ada targetnya. Kekuasaan harus memberikan kontribusi bagi rakyat mengingat waktu yang tersisa tinggal 13 tahun bagi Indonesia menjadi negara maju.
- Erick mengungkapkan strateginya menjalankan tugasnya sebagai Menteri BUMN dan Ketua Umum PSSI.
- Upaya bersih-bersih di sepak bola saat ini telah, diakui Erick, lebih dahulu diimplementasikan di BUMN.
- Erick juga menguraikan berbagai strategi yang bisa ditempuh untuk memenuhi kebutuhan lapangan kerja bagi masyarakat dan mengatasi masalah korupsi.
Pintu mobil Alphard hitam terbuka setibanya mobil itu di depan Lobi Menara Kompas, Jakarta, awal Juli 2023. Di dalamnya, Erick tengah duduk dan masih sibuk berbicara dengan seseorang lewat telepon genggamnya. Beberapa saat kemudian, ia menutup teleponnya dan menyapa kami yang sudah siap menyambut.
Selama hampir satu jam, Erick kemudian bercerita di balik kesibukannya akhir-akhir ini kepada Kompas. Ia mengaku, setelah resmi menjabat sebagai Ketua Umum PSSI, kini waktunya banyak tersita untuk pekerjaan. Bahkan, untuk sekadar mencari waktu refreshing bersama keluarga saja sulitnya bukan main.
Indonesia harus segera memperbaiki sepak bola nasional secara menyeluruh. Dari sini muncul gagasan untuk membuat peta jalan (roadmap) sepak bola Indonesia sampai 2045. (Erick Thohir)
”Jadi, kalau dulu Sabtu dan Minggu, (agenda) itu kinclong untuk keluarga, tetapi beda dengan hari ini. Ya contoh saja, saya baru lihat jadwal minggu ini. Saya sudah menawari istri dan anak saya, mau enggak nonton (film di bioskop), tetapi nontonnya pukul 21.00? Karena Sabtu dan Minggu, kayaknya (agenda) penuh banget. Jadi harus cari waktu,” ujar Erick, awal Juli 2023, di Menara Kompas, Jakarta.
Bagi Erick, penting untuk bisa membagi waktu antara kepentingan pribadi, pekerjaan, terlebih keluarga. Sebab, bagaimanapun, keluarga menjadi energi yang tak tergantikan. Selain itu, bekerjalah dengan hati. Jika tidak, semua beban tanggung jawab akan terasa berat. ”Walaupun (pekerjaannya) tidak mudah, he-he-he,” kelakarnya.
Jika melihat tugas Erick belakangan, baik sebagai Ketua Umum PSSI maupun Menteri BUMN, rasa-rasanya tidak semudah itu untuk menunaikannya. Dalam urusan persepakbolaan nasional, misalnya, ia harus berjuang keras agar Indonesia bisa lolos dari jerat sanksi Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA) pasca-Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan suporter Arema.
Beruntung, Erick mempunyai hubungan dekat dengan Presiden FIFA Gianni Infantino sehingga Indonesia bisa bebas dari sanksi. Namun, syaratnya, Indonesia harus segera memperbaiki sepak bola nasional secara menyeluruh. Dari sini, menurut Erick, muncul gagasan untuk membuat peta jalan (roadmap) sepak bola Indonesia sampai 2045. Tak puas dengan itu, Erick menggandeng kepolisian untuk juga membongkar mafia pengaturan skor.
Lihat juga: Masuk Bursa Cawapres, Erick Thohir Butuh Kesepakatan Politik
Upaya bersih-bersih di sepak bola ini telah lebih dulu diimplementasikan Erick di BUMN. Dalam upaya mentransformasi BUMN, Erick bekerja sama dengan Kejaksaan Agung untuk menangani kasus-kasus keuangan yang menyangkut BUMN. Bahkan, ia juga meminta pendampingan dan pengawasan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawal program-program di BUMN.
Erick mengakui, setiap langkahnya tersebut selalu memicu resistensi. Sebab, bagi mereka yang tidak ingin segerbong, perubahan itu sangat menakutkan. Padahal, perubahan itu justru akan membawa kemajuan. ”Tentu terlepas dari teori leadership, sistem yang baik, akhlak atau nyali, tetapi kalau tidak dipantau, ya manusia itu kadang-kadang, ya, banyak kekurangannya. Jadi harus ada check and balances,” ujarnya.
Kerja tim
Erick meyakini, segala yang dikerjakannya itu akan membentuk sebuah sistem yang baik. Namun, transformasi sistem saja tidak cukup. Dibutuhkan juga transformasi manusianya. Di BUMN, para pegawainya dituntut untuk memiliki nilai-nilai, seperti amanah, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif. Erick menyingkatnya menjadi AKHLAK. Kemudian, di PSSI, ia lebih memilih bicara soal nyali.
Di sini, tentu dibutuhkan pula kepemimpinan yang tegas, profesional, dan mengedepankan transparansi. ”Yang namanya kepemimpinan harus ada. Kepemimpinan juga harus mempunyai sistem. Kalau enggak, dia absolute power, corrupt absolutely. Ini yang harus diseimbangkan,” tuturnya.
Untuk melengkapi semua ini, menurut Erick, kerja tim merupakan hal yang tak kalah penting. Ia meyakini, kesuksesannya selama ini bisa tercapai karena didampingi tim yang kuat. Misalnya di BUMN, ia didampingi oleh dua wakil menteri yang memiliki latar belakang bankir. “Saya ini, kan, entrepreneur. Jadi, ketika saya punya dua bankir, pasti mereka profesional dan risiko bisnisnya lebih tinggi daripada saya. Mereka lebih prudent,” katanya.
Baca juga: Erick Thohir Fokus Benahi Tiga Persoalan Mendasar
Begitu pula di PSSI, ia dibantu oleh dua wakil ketua umum yang berkompeten di bidangnya masing-masing. Misalnya, Zainudin Amali. Zainudin tak hanya politisi senior, tetapi juga bekas Menteri Pemuda dan Olahraga yang memiliki latar belakang akuntansi. Dengan pengalaman yang lengkap itu, kehadiran Zainudin sangat membantu untuk mengawal jalannya organisasi, menjalin hubungan dengan pemerintah, dan mengatur keuangan. Berbeda dengan Ratu Tisha yang sangat paham persoalan teknis.
”Jadi, saya percaya, success story saya karena saya punya tim yang baik. Saya juga punya leadership yang terus memantau dan transparan. Saya juga memberikan target-target yang jelas. Jadi, ada komplemen,” ujar Erick.
Baca juga: Persempit Ruang Gerak Mafia Pengaturan Skor
Gagasan melanjutkan
Di luar pembicaraan mengenai BUMN dan PSSI, dalam bincang-bincang Strategi Pemilu 2024 dengan Kompas ini, disinggung pula mengenai nama Erick yang masuk dalam radar bakal calon wakil presiden berdasarkan survei opini publik yang dilakukan Litbang Kompas. Survei Kompas periode Mei 2023, Erick tercatat memiliki elektabilitas mencapai 4,5 persen. Padahal, dalam survei periode sebelumnya, elektabilitas Erick masih berkisar 2,5-3 persen.
Erick agak kurang sreg ketika ditanyai seputar visi apa yang akan dibawa jika masuk kontestasi Pemilihan Presiden 2024. Sebab, dengan statusnya saat ini sebagai menteri, menurut dia, yang ada adalah visi Presiden Joko Widodo, bukan visi menteri. Erick menyadari bahwa dirinya adalah pembantu Presiden.
Namun, jika pertanyaannya dibalik, rakyat membutuhkan apa? Erick bisa menjawabnya dengan panjang lebar. Misalnya, ia melihat, saat ini rakyat masih membutuhkan lapangan pekerjaan, sekolah, kesehatan, dan biaya hidup yang cukup. Calon pemimpin harus mempunyai solusi atas berbagai persoalan itu. Mereka tak bisa hanya melihat dari menara gading dan memutuskan visinya sendiri, tetapi harus berdasarkan kebutuhan rakyat.
”Jadi, jangan kita bicara, ’karena saya menteri, saya kebetulan dilahirkan dari keluarga mampu, ini visi saya’. Tidak bisa. Saya selalu bilang, visi itu terjadi ketika kita mendengar. Nah, itu yang harus bisa menyelesaikan,” tutur Erick.
Dalam bincang-bincang Strategi Pemilu 2024 denganKompasini,disinggung pula mengenai nama Erick yang masuk dalam radar bakal calon wakil presiden berdasarkan survei opini publik yang dilakukan LitbangKompas.
Untuk menjawab berbagai tantangan itu pun tidaklah mudah. Di era digitalisasi seperti sekarang ini, mengutip data The World Economic Forum, akan terdapat 83,5 juta pekerjaan yang hilang. Persoalan ini tentu harus dijawab secara konkret, misalnya, mesti ada link and match antara dunia pendidikan dan industri.
Selain itu, perlu diprediksi pula sepuluh tahun yang akan datang, mana pekerjaan yang akan hilang. Dengan begitu, sejak saat ini, pendidikan di Indonesia juga harus mulai mengurangi jumlah mahasiswa yang pekerjaannya akan hilang tersebut. Kemudian, bagi tenaga kerja yang berada di luar negeri, juga harus dicarikan solusinya. Tidak boleh ada pekerja luar negeri yang ilegal dan justru menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Baca juga: Belajar Sukses dari Perjalanan Erick Thohir
Berbicara mengenai kesehatan, persoalan selama ini adalah banyak keluhan mengenai 2 juta masyarakat Indonesia yang justru berobat ke luar negeri. Solusinya, menurut Erick, sudah benar dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada 11 Juli 2023. RUU ini akan memicu pembukaan lapangan kerja yang besar dan dokter-dokter di Indonesia kini bisa bekerja dengan standar rumah sakit berskala internasional. Indonesia juga mulai terbuka dengan dokter pendidik dari luar negeri.
Kemudian, soal ongkos kehidupan, perlu dicari solusi agar harga pangan tidak terus naik. Ia juga menegaskan pentingnya menyetop impor pangan. Hal lain yang tak kalah penting, kata Erick, mengenai pemberantasan korupsi. Menurut dia, korupsi di Indonesia tidak mungkin bisa hilang begitu saja karena korupsi sudah ada sejak zaman dahulu. Karena itu, yang mesti dipikirkan adalah bagaimana mengurangi korupsi secara drastis.
Untuk menekan perilaku korupsi ini, kata Erick, setidaknya diperlukan tiga hal. Pertama, perubahan kultur dari manusianya. Kedua, memperkuat sistem dengan mengedepankan transparansi. Ketiga, penegakan hukum. ”Jangan sampai yang (korupsi) kecil hukumannya berat. Lalu (korupsi) yang besar malah mendapat diskon hukuman. Nah, reformasi di dunia penegakan hukum ini harus terus berlanjut,” katanya.
Erick menegaskan, kepemimpinan Jokowi telah membuktikan berbagai hal di atas dengan baik. Untuk itu, penting untuk memikirkan agar semua itu berlanjut, bukan justru berubah arah atau malah mandek. ”Tidak ada pemimpin yang sempurna, pasti pemimpin punya kekurangan. Namun, kalau punya kemauan yang sama, saya rasa keberlanjutan dari sebuah program itu yang bisa berjalan 10-30 tahun, itu akan mengubah kultur kita. Cuma kalau lima tahun, stop. Lima tahun stop. Enggak akan terjadilah. Ini yang menurut saya, harus diteruskan,” ujarnya.
Apalagi, tantangan ke depan tidak mudah. Sebab, pada tahun 2038, piramida demografi akan terbalik. Artinya, penduduk Indonesia yang saat ini masih muda akan memasuki usia tua. Jika sudah tua, kontribusi terhadap ekonomi akan melambat. Padahal, untuk menjadi negara maju, waktunya tidak panjang. Hanya 13 tahun lagi.
”Jadi, menurut saya, ini momentum. Jadi, kalau sampai garis tangan saya ada di situ (wakil presiden), waktunya sedikit sekali. Terus, kalau di situ hanya main-main saja, ya enggaklah,” ujar Erick.
Baca juga: Erick Thohir Laporkan Kasus Dugaan Korupsi di BUMN kepada Jaksa Agung
Erick tidak ingin berandai-andai lebih jauh. Terlalu larut dengan hasil survei pun, menurut dia, bisa menjadi racun. Pada prinsipnya, di sisa pemerintahan Jokowi ini, ia akan tetap bekerja profesional dan tegak lurus pada arahan Presiden. Ia pun menegaskan bahwa sampai sejauh ini belum ada ”lampu hijau” bahkan ”lampu kuning” dari Presiden mengenai pencalonan dirinya sebagai bakal cawapres di Pilpres 2024.
”Saya kerjakan yang saya bisa kerjakan, mumpung waktunya masih ada. Dan tentu kalau nantinya terjadi kesepakatan pun, saya sudah bilang, ya kesepakatan apa? Kalau sekadar kekuasaan dan uang, tidak ada tolok ukurnya, tidak ada targetnya untuk Indonesia dan rakyat Indonesia, mendingan di luar aja deh,” tuturnya.
Erick mengungkapkan, ia selalu membuka opsi di dalam dan di luar pemerintahan. ”Namun, kalau saya harus di situ (pemerintahan), ya saya perlu kesepakatan, platformnya apa? Harus ada targetnya. Kalau tidak, ya buat apa sih punya kekuasaan, punya uang, tetapi dalam posisi itu kontribusinya untuk masyarakat tidak ada?” katanya.