Perbedaan dalam pemilu tidak akan terhindarkan. Namun, perbedaan itu harus dijadikan bagian dari keberagaman sehingga terhindar dari konflik perpecahan.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
Keamanan Pemilihan Umum 2024 tidak hanya menjadi tanggung jawab penyelenggara ataupun peserta pemilu, tetapi dibutuhkan peran aktif seluruh lapisan masyarakat. Sikap dan perilaku netralitas aparat penegak hukum turut dibutuhkan untuk menciptakan pemilu damai.
”Harapan kita dengan semangat kebersamaan dan semangat persatuan yang ada, kita bisa menjaga Pemilu 2024 yang akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Apalagi, perbedaan dalam pemilu tentu tidak akan terelakan,” tutur Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo saat membuka peringatan Hari Bhayangkara ke-77 Fun Walk, di Lapangan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Minggu (25/6/2023).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kegiatan tersebut turut diikuti oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asyari, dan Ketua Badan Pengawas Pemilu Rahmat Bagja. Sekitar 10.000 peserta yang berasal dari berbagai kalangan, mulai dari personel TNI, Polri, kementerian/lembaga, penyelenggara pemilu, hingga lapisan masyarakat mengikuti Bhayangkara Fun Walk dengan rute yang dilalui mulai dari Monas, menuju Bundaran HI, dan kembali lagi ke Monas.
Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Hari Ulang Tahun Ke-77 Bhayangkara. Selain itu, sebagai upaya untuk meningkatkan sinergitas dan mempererat hubungan baik internal dan eksternal serta semangat bersama untuk menyiapkan Pemilu 2024 yang damai dan baik.
Menurut Listyo, Pemilu 2024 merupakan pertaruhan penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan. Hal utama yang menjadi perhatian Polri adalah menjaga pemilu bebas dari konflik. Perbedaan dalam pemilu tentu tidak akan terhindarkan, tetapi perbedaan harus dijadikan keberagaman dan terhindar dari konflik perpecahan.
Dengan adanya sinergitas baik institusi pemerintahan, penyelenggara pemilu, maupun masyarakat, maka dapat menjadi kunci utama untuk merawat dan mempertahankan nilai persatuan-kesatuan. Jika pemilu melahirkan perpecahan, lanjut Listyo, akan berdampak pada kemunduran dan dapat mengancam kemajuan demokrasi yang telah dirasakan selama ini.
Ia mengajak masyarakat dan seluruh elemen untuk menjaga kesatuan dan persatuan. Perbedaan pilihan politik boleh ada namun persatuan dan kesatuan tetap harus diutamakan. ”Mari kita kawal, kita jaga pemilu yang ada, kita tunjukkan kepada dunia bahwa demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang mapan, modern, aman. Pemilu jadi ajang untuk mendapatkan dan memilih pemimpin nasional yang siap untuk menjadi presiden berikutnya, menjadi Indonesia Maju,” ujarnya.
Mahfud MD menambahkan, Polri tidak bisa sendiri dalam menjaga pemilu karena itu perlu bersinergi dengan berbagai pihak. ”Saya mengajak kita semua untuk bersama-sama menyukseskan pemilu yang jujur, aman, dan damai. Kita harus menjaga kerukunan dan keutuhan bangsa untuk menciptakan suasana yang kondusif di tahun pemilu,” kata Mahfud.
Kekhawatiran masyarakat
Dalam beberapa kesempatan yang lain, Mahfud juga meminta pendidikan politik, literasi, dan partisipasi masyarakat semakin digencarkan sehingga dapat menjaga pemilu yang berintegritas dan berkualitas. Pencegahan sebagai upaya meminimalkan tindak pidana pemilu juga harus dikedepankan layaknya semangat kepolisian dalam melakukan penegakan hukum tindak pidana pemilu.
Misalnya, mengimbau masyarakat untuk tidak memilih lantaran imbalan tertentu, karena itu termasuk dalam politik uang dengan ancaman pidana. Dengan demikian, mencegah menjadi lebih baik daripada harus menunggu tindak pidana pemilu terjadi.
”Menjelang Pemilu 2024, penegakan hukum yang akan dilakukan kepolisian tidak akan lepas dari tarikan politik. Kekhawatiran masyarakat akan adanya campur tangan politik dalam penegakan hukum saat pemilu harus dijadikan alarm institusi Polri untuk bekerja secara profesional berdasarkan bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan," kata Mahfud dalam forum Koordinasi Sentra Penegakan Hukum Terpadu di Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (20/6/2023).
Secara terpisah, menurut pengajar pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, seluruh pimpinan dan elite kepolisian harus menunjukkan komitmen dan teladan yang kuat untuk menekankan kepada personel perihal ketidakberpihakan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Dalam Pasal 200 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan anggota Polri tidak dapat menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Hal ini dilatarbelakangi untuk menjaga netralitas dan profesionalitas institusi sehingga kepercayaan publik tetap terjaga dan tidak tergerus.
”Polri harus memiliki skema pengawasan dan penegakan hukum yang efektif dan akuntabel untuk menindak personel yang terbukti tidak netral. Masyarakat juga bisa ikut mengontrol dan mengawal netralitas dan profesionalitas Polri dalam proses Pemilu 2024,” katanya.
Titi mencontohkan, ketidaknetralan kepolisian bisa berupa dengan mendukung salah satu kontestan dan mengerahkan keluarga jajaran polisi untuk ikut mendukung calon tertentu.
”Pada Pemilihan Presiden 2004 ada kasus yang berujung dicopotnya Kepala Kepolisian Wilayah Banyumas saat itu, yakni Komisaris Besar Polisi AA Mapparessa karena bersikap tidak netral dalam Pemilihan Umum Presiden. Bahkan, Pemilu 2019 ada polemik di Polisi Sektor Pasirwangi, Garut, Jawa Barat, soal netralitas polisi karena dianggap memenangkan paslon tertentu. Hal-hal seperti itu tidak boleh terulang,” ujarnya.
Ketidaknetralan ini, lanjut Titi, bisa memicu konflik antarpendukung sehingga bisa dibawa sebagai materi perselisihan hasil di Mahkamah Konstitusi untuk mempersoalkan hasil pemilu. Akibatnya, kredibilitas dan legitimasi pemilu jadi taruhannya.