Prabowo Subianto merahasiakan materi pertemuannya dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor, Minggu (18/6/2023). Namun, ada tiga hal yang ia ungkapkan. Apa itu?
Oleh
SUTTA DHARMASAPUTRA, KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo kembali bertemu dengan Menteri Pertahanan yang juga bakal calon presiden dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Pertemuan itu berselang beberapa hari setelah pertemuan Jokowi dengan bakal capres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ganjar Pranowo. Intensnya pertemuan dengan Prabowo dan Ganjar menguatkan sinyalemen dukungan Presiden Jokowi kepada kedua figur itu dalam Pemilu Presiden 2024.
Prabowo bertemu empat mata dengan Presiden Jokowi, di Istana Bogor, sambil makan siang bersama, Minggu (18/6/2023). Pertemuan itu terungkap saat Prabowo bertemu sekitar 30 pemimpin redaksi (pemred) yang diundang diskusi ke kediaman Prabowo di Padepokan Garudayaksa, Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Saat asyik bercerita tentang berbagai kondisi aktual negara terkini dan membahas buku "Why Nations Fail" karya Darron AC Moglu, ajudan Prabowo, Mayor Teddy Indra Wijaya menyampaikan selembar kertas memo ke Prabowo.
"Saya diundang Presiden ke Istana," kata Prabowo.
Setelah melanjutkan diskusi beberapa saat dan menyapa kadernya melalui telekonferensi, Prabowo pun pamit untuk ke Istana. Setelah 2,5 jam menunggu, Prabowo kembali dan para pemred langsung menanyakan materi yang dibicarakan dengan Presiden. "Yang dikatakan presiden begini… begitu…," kata Prabowo spontan.
Para pemred yang menunggu serius jawaban itu langsung tertawa. "Semua confidential tentu yang dibicarakan dengan Presiden," ujar Prabowo.
Namun, Prabowo menegaskan bahwa dalam pertemuan itu dirinya juga menyampaikan ke presiden bahwa dia sedang menerima banyak pemred di Hambalang. Presiden pun mendorong dirinya menceritakan semua hal penting ke para pemred.
"Makanannya enak. Makanan Jawa," tambah Prabowo.
Setelah berdiskusi sekitar lima jam dengan para pemred tentang situasi politik dan persiapan dirinya menghadapi pemilu, Prabowo sempat ditanya kembali soal isi pertemuan dengan Jokowi, utamanya yang tidak bersifat rahasia. Ia pun menyampaikan tiga hal.
Pertama, dirinya berterima kasih kepada Presiden karena membela usulan proposal perdamaian Ukraina yang disampaikannya pada Dialog Shangri-La International Institute for Strategic Studies (IISS) ke-20, forum pertahanan dan keamanan tahunan Asia di Singapura, Sabtu (3/6).
Kedua, dirinya berterima kasih karena diundang ke peresmian RS Cinta Kasih Tzi Chi, Rabu (14/6). Ketiga, dirinya lapor akan tugas ke luar negeri. Di luar itu, Prabowo menyimpan rapat-rapat isi pembicaraan dengan Presiden.
Selain itu, Prabowo sempat menyampaikan rencananya nonton pertandingan timnas Indonesia melawan Argentina dengan Jokowi, Senin (19/6).
Sebelumnya, Jumat (9/6), Presiden juga bertemu dengan Prabowo di Istana Merdeka, Jakarta. Setelah itu, pada Selasa (13/6), Presiden bertemu dengan Ganjar Pranowo. Informasi yang diterima Kompas, sebelum pertemuan pada Selasa, Presiden Jokowi dan Ganjar bertemu empat mata dan makan bersama, Jumat (9/6), di Istana Merdeka (Kompas, 14/6).
Peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional, Firman Noor, melihat, intensnya pertemuan Presiden dengan Prabowo dan Ganjar menunjukkan bahwa kedua tokoh itu merupakan bakal capres yang dipercaya Jokowi untuk melanjutkan kebijakan pembangunannya. Ada sejenis kesepakatan tidak tertulis di antara ketiga tokoh tersebut bahwa Indonesia saat ini sudah berada pada situasi terbaik sehingga harus dilanjutkan.
“Mengenai siapa yang terpilih, kita lihat hasil pertarungan saat pilpres nanti. Tetapi setidaknya, dua orang ini adalah pilihan yang memungkinkan untuk melanjutkan apa yang terjadi saat ini,” kata dia.
Jokowi pun dilihatnya berupaya menjaga keseimbangan ritme dukungan kepada Ganjar dan Prabowo. Hal itu untuk mengantisipasi keterbelahan pada kedua pihak yang mendukungnya. Sebab, jika terjadi keterbelahan, akan mengancam kemenangan salah satu di antaranya jika pilpres berlangsung dua putaran.
”Jika ada gap di antara Ganjar dan Prabowo sejak jauh-jauh hari, risikonya akan limbung di putaran kedua. Padahal, pertarungan di putaran kedua adalah final yang menentukan,” ujar Firman.
Sebelum pertemuan Presiden dan Prabowo, Ketua DPP PDI-P Puan Maharani bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY di kawasan Hutan Kota Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Minggu pagi. Keduanya berbincang sambil menyantap bubur selama sekitar satu jam.
Dalam jumpa pers seusai pertemuan, Puan dan Agus saling memuji. ”Kalau enggak ingat waktu, saya tadinya mau terus ngobrol, ternyata banyak sekali yang bisa diomongin, seperti kakak-adik. Tadi Mas AHY bilang, ’Mbak, boleh, ya, saya menganggap Mbak seperti kakak.’ Ya boleh, dong,” kata Puan.
Menurut Puan, ini merupakan pertemuan yang sudah dinantikan, bukan hanya oleh publik, melainkan juga oleh dirinya dan Agus. Sebab, melalui pertemuan ini, keduanya dapat berdiskusi tentang pembangunan bangsa yang tidak hanya perlu dilakukan melalui politik praktis, yakni penyelenggaraan pemilu.
Untuk mencapai kesamaan pandang secara komprehensif, dibutuhkan komunikasi terus-menerus. ”Jadi, ini memang pertemuan pertama, tetapi insya Allah bukan yang terakhir,” kata Puan.
Meski mengakui adanya friksi antara PDI-P dan Demokrat sejak 2004, Agus tidak ingin membahas masa lalu. Ia berharap pertemuan ini bisa menjadi oase bagi perpolitikan nasional. Politik praktis memang kerap menempatkan seseorang atau parpol di posisi berbeda. Namun, persahabatan dan hubungan baik bisa membawa pada pencarian solusi atas semua masalah yang dihadapi.
Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan, pertemuan antara Agus dan Puan terjadi dalam semangat rekonsiliasi. Peluang kerja sama dengan PDI-P juga tidak tertutup karena pertemuan demi pertemuan antar-elite kedua parpol tersebut menunjukkan hubungan yang selama ini dipersepsikan beku perlahan mulai mencair.