Bekas Pejabat Polri Bambang Kayun Didakwa Terima Suap Rp 57,1 Miliar
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, jaksa mendakwa bekas pejabat Polri Bambang Kayun telah menerima uang Rp 57,1 miliar selama 2016-2021.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Polri Ajun Komisaris Besar Bambang Kayun didakwa telah menerima suap Rp 57,1 miliar. Uang yang diterimanya berkali-kali sejak 2016-2021 tersebut terkait mengondisikan proses penyidikan dan pengurusan surat perlindungan hukum tersangka dari perkara pemalsuan surat ahli waris PT Aria Citra Mulia. Bambang juga disebut membagikan uang suap ke beberapa penyidik di Bareskrim Polri.
Dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan terhadap Bambang Kayun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (25/5/2023), penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hendra Eka Saputra, Januar Dwi Nugroho, dan Oktafianta Ariwibowo, membacakan dakwaan bergantian. Adapun sidang dipimpin hakim ketua Sri Hartati dengan didampingi Asmudi dan Sigit Herman Binaji sebagai hakim anggota.
Saat membacakan dakwaan, Jaksa KPK, Hendra Eka Saputra, mengatakan, terdakwa Bambang Kayun saat itu menggunakan jabatannya untuk membantu Emylia Said dan Herwansyah untuk proses penyidikan dari perkara pemalsuan surat ahli waris PT Aria Citra Mulia. Bambang juga membantu pengurusan surat perlindungan hukum terhadap Emylia Said dan Herwansyah. Dalam proses tersebut, ditemukan adanya kesepakatan pemberian uang dan barang kepada Bambang Kayun.
”Padahal, diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu agar terdakwa membantu Emylia Said dan Herwansyah terkait perkara pidana umum di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri yang, antara lain, untuk mengondisikan proses penyidikan dan pengurusan surat perlindungan hukum, yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku penyelenggara negara,” ujar Hendra.
Dalam dakwaan disebutkan, kasus yang diduga melibatkan Bambang bermula saat Emilya dan Herwansyah menceritakan kasus pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia kepada Bambang Kayun. Bambang ketika itu menjabat sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Polri.
Pada Oktober 2016, Emilya dan Herwansyah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri dalam kasus pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia. Bambang menyarankan keduanya mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Bambang turut membantu keduanya mengajukan surat perlindungan hukum kepada Divisi Hukum Mabes Polri dengan menyiapkan sejumlah uang untuk pengurusan surat perlindungan tersebut.
Lalu, Bambang menyatakan meminta disiapkan uang sebesar Rp 700 juta untuk diberikan kepada penyidik yang menangani perkara di Bareskrim Polri. Uang tersebut disetujui oleh Emylia dan Herwansyah.
”Farhan (kakak dari Emylia dan Herwansyah) lalu menemui Bambang Kayun di ruangannya di Divisi Hukum Mabes Polri dan menyerahkan uang sebesar Rp 700 juta. Terdakwa menyampaikan kalau uang tersebut akan dibagikan kepada semua penyidik yang menangani kasus Emylia Said dan Herwansyah. Kemudian terdakwa memanggil beberapa orang penyidik dan membagikan uang dalam kantong plastik tersebut,” kata Hendra.
Dengan saran yang diberikan Bambang kepada Emylia dan Herwansyah, Bambang telah menerima imbalan dalam bentuk uang tunai secara dicicil sebanyak Rp 1,6 miliar hingga Desember 2016. Ia turut meminta satu unit Mobil Toyota Fortuner.
Kemudian pada April 2021, Emilya dan Herwansyah kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri untuk kasus serupa. Bambang kembali menyarankan keduanya untuk mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta, tetapi ditolak karena tidak memenuhi syarat formil. Hingga kini, Emylia Said dan Herwansyah merupakan DPO Bareskrim Mabes Polri.
”Terdakwa juga menerima pemberian uang dari PT Aria Citra Mulia, PT Eminence Maritime Indonesia, dan PT Maju Maritim Indonesia yang merupakan perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Emylia Said dan Herwansyah melalui rekening Bank Mandiri Cabang Pontianak dengan Nomor Rekening 1460004537564 atas nama YAYANTI yang merupakan teman dekat terdakwa yang ditransfer sebanyak 28 kali dalam rentang waktu dari 2016-2021 dengan total Rp 55,1 miliar,” ujar Januar.
Jaksa Oktafianta menuturkan, perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 12 Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
”Perbuatan terdakwa juga merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP,” katanya.
Terhadap dakwaan yang dibacakan penuntut umum tersebut, Bambang Kayun melalui penasihat hukumnya, M Syarifuddin Abdillah, mengatakan, pihaknya tidak mengajukan eksepsi. Pihaknya ingin agar jaksa segera membuktikan materi dakwaannya pada persidangan sehingga kliennya segera mendapat keadilan.
”Kami tidak menggunakan hak eksepsi dan bisa dilanjutkan dengan pemeriksaan,” katanya.
Sidang selanjutnya akan diadakan pada 8 Juni 2023 dengan agenda pemeriksaan saksi atau pembuktian. Jaksa KPK akan menyediakan sebanyak lima saksi pada sidang selanjutnya tersebut.