KPK Usut Kasus Suap Miliaran Rupiah yang Libatkan Anggota Polri
Komisi Pemberantasan Korupsi tengah mengusut kasus suap yang melibatkan seorang anggota polri. Pihak Polri pun membenarkan, ada anggotanya berpangkat AKBP yang kasusnya akan dilimpahkan ke KPK.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan satu orang dari pihak swasta sebagai tersangka penerimaan suap dan gratifikasi untuk pemalsuan surat perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia. Anggota polisi itu diduga menerima uang miliaran rupiah dan kendaraan mewah.
Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menerangkan, pihaknya memang sedang mengusut kasus pemalsuan surat ahli waris PT Aria Citra Mulia. Ali membenarkan informasi yang menyebut bahwa salah satu tersangka yang dijerat dalam kasus ini adalah seorang polisi dari Divisi Hukum Polri.
”Benar, KPK sedang menyidik kasus baru mengenai pemalsuan surat ahli waris PT ACM. Identitas tersangka adalah anggota Divisi Hukum Polri, satunya lagi swasta,” ujar Fikri dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan pada Rabu (23/11/2022).
Diduga anggota Polri yang terlibat dalam kasus penerimaan suap itu adalah Ajun Komisaris Besar (AKBP) Bambang Kayun. Ia diduga menerima uang miliaran dan kendaraan mewah. Informasi dugaan keterlibatan Bambang Kayun itu pun telah tersebar luas. Meski demikian, KPK masih belum mengumumkan identitas asli dari tersangka tersebut. Ali menyebut, KPK akan secara resmi menyampaikan identitas tersangka, kronologi, dugaan perbuatan pidana, serta pasal yang disangkakan apabila penyidikan dirasa cukup.
”KPK akan terbuka untuk menyampaikan setiap perkembangan perkara ini kepada publik dan berharap adanya dukungan dari semua pihak untuk membawa perkara ini sampai ke tahap persidangan,” ucapnya.
Mengingat salah satu tersangka adalah anggota Polri, Ali percaya bahwa kepolisian akan mendukung penuh langkah KPK ini. Ia menyebut, dukungan tersebut merupakan upaya Polri menjaga marwah lembaga atas tindakan anggotanya yang melakukan korupsi.
Dugaan nama Bambang Kayun sebagai tersangka muncul setelah ia mengajukan gugatan praperadilan pada Senin (21/11/2022) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dari laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Bambang mendaftarkan permohonanya dengan nomor perkara 108/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL dengan pihak pemohon adalah Bambang Kayun Bagus PS, sementara termohon adalah Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam gugatannya, Bambang menjelaskan, penetapan dirinya sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprint.Dik/115/DIK.00/01/ 11/2022 tanggal 2 November 2022 oleh KPK adalah tidak sah. Berkaca pada gugatan tersebut, Bambang ditetapkan sebagai tersangka karena menerima suap dari Emilya Said dan Hermansyah saat menjabat sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum Biro Bankum Divisi Hukum Polri periode 2013-2019.
Kasus Bambang sedang diusut oleh kepolisian dan rencananya akan dilimpahkan ke KPK.
Selain dari informasi gugatan praperadilan, nama Bambang Kayun sebagai tersangka kasus suap terkonfirmasi dari pernyataan Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jendral Dedi Prasetyo, Rabu (23/11). Ia menyebutkan, kasus Bambang sedang diusut oleh kepolisian dan, menurut rencana, akan dilimpahkan ke KPK.
Pelimpahan kasus dari Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim ke KPK ini dilakukan atas dasar transparansi dan obyek perkara yang diusut sama. Saat ditanya apakah Bambang sudah diproses di Divisi Propam Polri, Dedi menyebut, yang bersangkutan sudah menjalani sidang kode etik, tetapi hasilnya masih belum diketahui.
”Untuk perkara Bambang Kayun, perkembangan terakhir sedang koordinasi Dittipidkor dengan KPK dalam rangka pelimpahan penanganannya. Pertimbangannya adalah transparansi karena penyidikan perkara dengan obyek yang sama,” ujar Dedi.
KPK juga sudah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan pencekalan kepada Bambang Kayun. Kepala Subbagian Humas Dirjen Imigrasi Kemenkumham Ahmad Nur Saleh menyebut, pihaknya sudah menerima permintaan pencekalan tersebut. ”Ya benar ada permintaan pencekalan mulai dari 4 November 2022-4 Mei 2023,” ujar Ahmad lewat pesan singkat, Rabu (23/11).