Pembahasan RUU Informasi dan Transaksi Elektronik belum sampai pada substansi pasal per pasal. Rapat Panitia Kerja RUU ITE dari pemerintah dan Komisi I DPR masih sinkronkan materi RUU ITE dengan KUHP yang baru.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik belum sampai pada substansi pasal per pasal. Panitia KerjaRUU ITE dari pemerintah dan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat masih akan menyinkronkan antara materi RUU ITE dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang baru disahkan pada akhir Desember 2022 sehingga tak bermasalah di kemudian hari.
Rapat Panja RUU tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE antara pemerintah dan Komisi I DPR digelar secara tertutup di Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (24/5/2023). Dari pihak pemerintah, rapat dihadiri oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Kementerian Komunikasi dan Informatika. Rapat berlangsung sekitar tiga jam.
Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Abdul Kharis Almasyhari saat ditemui usai rapat enggan berkomentar mengenai hasil dari rapat tertutup tersebut. Menurut dia, rapat masih digelar tertutup karena pembahasan masih secara umum saja mengenai revisi UU ITE. ”Akan dilanjut Senin (29/5/2023) depan,” ujarnya.
Untuk diketahui, dalam rapat Panja RUU ITE pada 10 April 2023, semua fraksi dan perwakilan pemerintah sepakat untuk memulai pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU ITE pada Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 yang dimulai 16 Mei 2023. Namun, rapat tersebut baru bisa digelar sepekan kemudian atau Rabu ini. Berkaitan dengan RUU ITE ini, setidaknya terdapat 38 DIM yang diajukan pemerintah, serta 16 DIM usulan DPR yang akan dibahas bersama.
Akan dilanjut Senin (29/5/2023) depan.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Nasdem, Muhammad Farhan, mengungkapkan, rapat ditunda sampai Senin depan karena Komisi I DPR dan Panja RUU ITE dari pemerintah ingin melakukan harmonisasi antara RUU ITE dan KUHP. Sinkronisasi penting dilakukan agar tidak ada pertentangan substansi kedua legislasi tersebut ketika mulai diterapkan.
”Yang terpenting pula adalah untuk menjaga kesamaan pandangan, persepsi di antara para penegak hukum. Untuk itu, sinkronisasi RUU ITE dan KUHP sangat krusial,” ujar Farhan.
Siapkan bahan persandingan
Dihubungi secara terpisah, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi, mengungkapkan, rapat tertutup pada Rabu belum sampai pembahasan pasal per pasal dalam RUU ITE. Proses sinkronisasi antara RUU ITE dan KUHP juga belum dimulai.
Ia menyebutkan, dalam rapat Rabu baru dibahas mengenai teknis legal drafting agar selama pasal KUHP belum berlaku tidak ada beda interpretasi. Oleh karena itu, sambil menunggu pemberlakuan KUHP pada 2026, perlu disinkronkan terlebih dahulu antara RUU ITE dan KUHP.
”Tim panja pemerintah dan tim ahli Komisi I DPR sedang siapkan bahan persandingan dan referensi sinkronisasi KUHP agar ada kesamaan persepsi soal waktu efektif itu,” tutur Bobby.
Jika mengacu usulan pemerintah, setidaknya terdapat tujuh poin revisi dalam RUU ITE. Tujuh poin revisi tersebut meliputi, pertama, perubahan terhadap ketentuan Ayat 1, 3, dan 4 Pasal 27 mengenai kesusilaan, penghinaan, dan/atau pencemaran nama baik, dan pemerasan, dan/atau pengancaman dengan merujuk ketentuan KUHP.
Jika mengacu usulan pemerintah, setidaknya terdapat tujuh poin revisi dalam RUU ITE. Tujuh poin revisi tersebut meliputi, pertama, perubahan terhadap ketentuan Ayat 1, 3, dan 4 Pasal 27 mengenai kesusilaan, penghinaan, dan/atau pencemaran nama baik, dan pemerasan, dan/atau pengancaman dengan merujuk ketentuan KUHP.
Kedua, perubahan ketentuan Pasal 28 sehingga hanya mengatur ketentuan mengenai berita bohong atau informasi menyesatkan yang menyebabkan kerugian materiil konsumen. Ketiga, penambahan ketentuan Pasal 28a di antara Pasal 28 dan Pasal 29 mengenai ketentuan SARA dan pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat. Keempat, perubahan ketentuan penjelasan Pasal 29 mengenai perundungan atau cyber bullying.
Kelima, perubahan ketentuan Pasal 36 mengenai pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain. Keenam, perubahan ketentuan Pasal 45 terkait ancaman pidana penjara dan denda, serta menambah pengaturan mengenai pengecualian pengenaan ketentuan pidana atas pelanggaran kesusilaan dalam Pasal 27 Ayat 1. Ketujuh, perubahan ketentuan Pasal 45a terkait pidana atas pemberitahuan bohong dan informasi menyesatkan yang menimbulkan keonaran di masyarakat.
Selain tujuh usulan perubahan tersebut, pemerintah juga mengusulkan untuk menghapus 10 Pasal dalam UU ITE menyusul pengesahan KUHP pada 6 Desember 2022.
Bobby mengatakan, pihaknya menargetkan RUU ITE ini bisa diselesaikan pada masa sidang pembahasan pasal-pasal dalam revisi UU ITE dapat tuntas pada Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 atau hingga pertengahan Juli mendatang. Ia optimistis target tersebut dapat tercapai karena hampir keseluruhan substansi RUU ITE telah dipahami bersama antara Komisi I dan pemerintah.