Solidaritas Aktivis 1998 Desak DPR Segera Bahas RUU Perampasan Aset
Solidaritas Aktivis 1998 menyerukan agar semua kekuatan reformasi dapat mengawal dan memantau dengan ketat proses pembahasan RUU Perampasan Aset di DPR. Regulasi ini dinilai amat dibutuhkan untuk memberantas korupsi.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·4 menit baca
MIS FRANSISKA DEWI
Pernyataan sikap bersama Solidaritas Aktivis 1998 lintas kota, yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang, dalam kegiatan mengenang dan memperingati reformasi 25 tahun di Kedai Tempo, Matraman, Jakarta Timur, Sabtu (20/5/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Kasus dugaan korupsi pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G yang diduga melibatkan Menteri Komunikasi dan Informatika nonaktif Johnny G Plate dinilai menjadi kado pahit peringatan 25 tahun reformasi. Untuk itu, Solidaritas Aktivis 1998 mendesak pemerintah dan DPR untuk segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.
Dalam pernyataan sikap mengenang 25 tahun reformasi, solidaritas aktivis 1998 yang dibacakan Danang Ardianta, Sabtu (20/5/2023), menyatakan, Undang-Undang Perampasan Aset akan menjadi alat penumpas praktik korupsi yang masih terus berlangsung. Terkait pembahasan RUU Perampasan Aset, Presiden juga telah mengirimkan surat kepada DPR, Kamis (4/5/2023). Mereka menyerukan agar semua kekuatan reformasi dapat mengawal dan memantau dengan ketat proses legislasi yang sudah mulai bergulir di DPR.
”Pengesahan RUU Perampasan Aset ini akan mencegah terjadinya banyak kasus pejabat negara yang memiliki gaya hidup dan kekayaan yang tidak sesuai profil pendapatannya,” ujar Danang saat membacakan pernyataan sikap di Kedai Tempo, Jakarta Timur.
Selain itu, mereka juga menyerukan agar penyitaan aset-aset koruptor dilakukan untuk pembiayaan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur sudah mulai merata di seluruh Indonesia, tetapi belum cukup memenuhi semua kebutuhan hingga ke daerah tertinggal, terluar, dan terjauh.
Indonesia butuh percepatan pembangunan infrastruktur agar segera keluar dari negara berkembang menjadi negara maju. Maka, pengesahan RUU Perampasan Aset dapat menjadi solusi memperoleh dana pembangunan infrastruktur, seperti tol, pelabuhan, dan pembangunan ibu kota baru.
Sejumlah perwakilan Solidaritas Aktivis 1998 saat menyanyikan lagu perjuangan dalam kegiatan mengenang dan memperingati reformasi 25 tahun di Kedai Tempo, Matraman, Jakarta Timur, Sabtu (20/5/2023).
Solidaritas tersebut juga menyoroti sejumlah kasus pelanggaran HAM berat yang belum tuntas. ”Adili dalangnya dan segera lakukan rekonsiliasi nasional. Negara harus meminta maaf terhadap pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi,” ucapnya.
Memasuki tahun politik dan Pemilu 2024, Solidaritas Aktivis 1998 menyerukan agar kontestasi politik berlangsung lebih berkualitas dengan tawaran program dan gagasan yang lebih pro pemberantasan korupsi. Saatnya rakyat menilai dan memutuskan mana partai dan pemimpin yang benar-benar serius berpihak pemberantasan korupsi dan mana yang tidak.
Danang menyebutkan, dalam kurun waktu 25 tahun reformasi ada banyak perubahan dan banyak capaian. Yang paling terasa adalah hadirnya kebebasan dan demokrasi setelah 32 tahun berada dalam kekuasaan tirani Soeharto. Partai-partai politik lahir dan tumbuh, lima kali pemilu demokratik terselenggara, dan pemimpin-pemimpin baru bermunculan. Inilah buah manis perjuangan yang dirintis lama oleh gerakan mahasiswa sejak awal 1980-an dan puncaknya pada 1998.
Namun, kata dia, hal ini bukan berarti reformasi berjalan mulus. Aktivis dari Universitas Gadjah Mada itu mengatakan, dalam perjalanannya, sering terjadi pembajakan yang terus berupaya membelokkan arah reformasi. Para pembajak ini adalah anasir-anasir kekuatan lama yang mencoba berkuasa kembali dengan jaringan ekonomi dan politik yang mereka miliki. Akibatnya, beberapa agenda reformasi berjalan terseok-seok.
Hingga saat ini, kata Danang, reformasi belum mampu menuntaskan pelanggaran HAM berat. Para pelaku memiliki impunitas sehingga sangat sulit diseret ke meja hijau. Akibatnya, darah mahasiswa yang menjadi korban 1998 belum bisa dibayar lunas. Ibu-ibu yang ditinggal pergi anaknya setiap Kamis masih menunggu dewi keadilan menghampiri mereka.
”Reformasi ibarat sapu yang membersihkan kotoran. Namun, upaya pembersihan itu belum tuntas. Reformasi belum selesai. Masih banyak tugas yang harus dipanggul angkatan muda untuk menuntaskannya. Kita tak bisa berpangku tangan pada angkatan tua yang telah lapuk. Tugas dari angkatan muda untuk mengambil peranan,” imbuhnya.
Solidaritas aktivis 1998 menilai, banyak perubahan baik yang dialami bangsa Indonesia terutama dalam 10 tahun terakhir. Misalnya, seperti pembangunan infrastruktur yang masif.
”Kita sepakat bahwa tidak ada negara besar dan maju tanpa infrastruktur yang baik dan memadai. Akan tetapi, ada satu persoalan yang masih menjadi pekerjaan rumah bersama. PR besar itu adalah pemberantasan korupsi,” ucapnya.
Sejumlah perwakilan Solidaritas Aktivis 1998 saat menyanyikan lagu perjuangan dalam kegiatan mengenang dan memperingati reformasi 25 tahun di Kedai Tempo, Matraman, Jakarta Timur, Sabtu (20/5/2023).
Perkumpulan sejumlah aktivis tersebut dipenuhi dengan canda tawa. Mereka saling mengenang peristiwa seperempat abad lalu itu. Ada yang masih sering berjumpa satu dengan lain hingga 25 tahun baru bertemu kembali pada momen tersebut. Kegiatan itu diawali dengan pembacaan puisi oleh Suraso (aktivis eks tahanan politik Orde Baru), pembacaan puisi oleh Afnan Malay (pencipta naskah Sumpah Mahasiswa Indonesia) dan menyanyikan lagu perjuangan oleh John Tobing (pencipta lagu ”Darah Juang”).
Dalam pernyataan tertulisnya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebutkan, peringatan 25 tahun reformasi tahun ini diwarnai oleh maraknya represi negara terhadap kebebasan berekspresi. Hal ini berakibat lebih jauh pada kemunduran kebebasan sipil di Indonesia.
Data pemantauan Amnesty International Indonesia menunjukkan setidaknya 127 pembela HAM mengalami serangan sepanjang Januari-Mei 2023. Serangan ini termasuk kriminalisasi oleh polisi, penangkapan hingga percobaan pembunuhan, intimidasi dan serangan fisik yang menimpa jurnalis, mahasiswa, pegiat hak masyarakat adat, dan aktivis yang kritis.
Usman, yang mengutip laporan Amnesty yang berjudul ”Meredam Suara, Membungkam Kritik: Tergerusnya Kebebasan Sipil di Indonesia”, menyebut Amnesty mencatat sedikitnya 328 kasus dugaan serangan fisik dan digital dengan setidaknya 834 korban dalam periode Januari 2019 hingga Mei 2022. Serangan itu disebut mayoritas dilakukan aktor negara yang didominasi oleh aparat kepolisian, penegak hukum.
”Seharusnya 25 tahun reformasi menjadi pengingat bagi negara untuk segera meninggalkan pola kebijakan yang represif terhadap kebebasan berekspresi sekaligus menjamin kebebasan sipil, yang merupakan cita-cita reformasi. Bila hal itu masih diabaikan, kami sangat khawatir Indonesia akan mundur ke era otoriter,” ujar Usman.