Pertemuan Presiden Jokowi dengan enam petinggi parpol pendukung pemerintah menimbulkan spekulasi orang nomor satu di Indonesia itu tengah mengintervensi kontestasi politik.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
TANGKAPAN LAYAR
Program Satu Meja The forum episode “Jokowi Intervensi Pesta Demokrasi?” pada Rabu (10/5/2023) dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo dengan narasumber Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla yang hadir melalui panggilan video.
Dinamika politik jelang Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024 kian panas. Pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan enam ketua umum partai politik koalisi pendukung pemerintah dalam rangka silaturahmi Lebaran, di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (2/5/ 2023) malam, pun menuai kontroversi. Presiden Jokowi dituding cawe-cawe atau mencampuri urusan kontestasi politik.
Di Istana Merdeka, Presiden berdiskusi dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, dan Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Mardiono. Hanya Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh yang tidak ada dalam pertemuan itu.
Presiden menegaskan, dirinya memang tak mengundang Ketua Umum Partai Nasdem itu. Tak hanya itu, ia juga menampik tudingan ikut campur urusan kontestasi. ”Bukan cawe-cawe. Wong itu diskusi saja, kok, (disebut) cawe-cawe. Diskusi. Saya tadi sampaikan, saya ini juga pejabat politik. Saya bukan cawe-cawe. Urusan capres-cawapres itu urusannya partai atau gabungan partai,” ujar Presiden dalam rekaman video yang ditayangkan di acara bincang-bincang Satu Meja The Forum di Kompas TV yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo, Rabu (10/5/2023) malam.
Ketua umum partai politik yang tergabung dalam koalisi partai pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, yaitu Zulkifli Hasan (PAN), Muhaimin Iskandar (PKB), Prabowo Subianto (Gerindra), Airlangga Hartarto (Golkar), dan Mardiono (PPP), seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (2/5/2023) malam.
Bincang-bincang bertajuk ”Jokowi Intervensi Pesta Demokrasi?” itu dihadiri Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla secara daring. Selain itu, narasumber lainnya yang juga hadir secara luring adalah Deputi V KSP (Kantor Staf Presiden) Jaleswari Pramodhawardani, Ketua DPP PDI-P Djarot Syaiful Hidayat, Wasekjen DPP Partai Nasdem Hermawi Taslim, dan pengamat politik Ahmad Khoirul Umam.
Tak lama setelah Presiden Jokowi mengumpulkan semua ketua umum partai koalisi pendukung pemerintah di Istana, bakal calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan, menyerukan agar negara netral. Pernyataan ini dikeluarkan dalam pidato politik di depan relawannya. ”Biarkan rakyat tanpa dipengaruhi, tanpa ada tangan negara yang terlibat. Kalau negara sampai intervensi, namanya negara sedang melecehkan rakyat Indonesia,” ucap Anies.
Keberlanjutan program
Jusuf Kalla juga melontarkan pernyataan yang intinya mengingatkan Presiden Jokowi untuk tidak campur tangan dalam kontestasi politik. ”Menurut saya, Presiden itu seharusnya seperti Bu Mega dulu, SBY begitu akan berakhir maka tidak terlalu jauh melibatkan diri dalam suka atau tidak suka dalam perpolitikan itu,” kata Kalla.
TANGKAPAN LAYAR
Program Satu Meja The forum episode “Jokowi Intervensi Pesta Demokrasi?” pada Rabu (10/5/2023) dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo dengan narasumber Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla yang hadir melalui panggilan video.
Menurut Kalla, baik Presiden ke-5 RI Megawati maupun Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono tidak mencampuri urusan politik menjelang pergantian pemerintahan. Keduanya bahkan menjamin pemilu berjalan secara adil dan terbuka. ”Saya paham, Presiden juga politisi, tapi jangan terlalu jauh mengatur ini jangan, karena itu bisa berakibat. Begini, sebagai pengalaman kalau pemimpin begitu kadang-kadang aparat di bawah ikut campur ikut memengaruhi pemilu yang menjadi tidak adil dan tidak jujur,” tuturnya.
Kalla mengingatkan, jangan sampai Indonesia kembali ke masa gelap demokrasi. Indikasi cawe-cawe tersebut dinilai muncul dari upaya Presiden mengatur koalisi hingga memberikan sinyal terhadap calon tertentu. ”Yang paling utama, Presiden punya tugas sebagai wasit dan sebagai pendukung pemilu bukan pendukung koalisi. Pendukung pemilu secara keseluruhan sehingga terjalin negara yang demokratis yang menyebabkan partisipasi masyarakat nanti dalam pemerintahan menjadi positif,” katanya.
Jaleswari menegaskan, pertemuan Presiden Jokowi dengan ketua umum parpol di Istana Merdeka adalah hal yang wajar. ”Dalam konteks politik hari ini, sangat wajar Jokowi yang nanti 20 Oktober 2024 selesai masa pemerintahannya itu kemudian menginginkan bagaimana kebijakan program yang selama itu, ada yang melanjutkan, sedangkan koalisi yang diundang kemarin itu itu memang sepakat ini akan melanjutkan visinya, sedangkan Surya Paloh itu mengusung visi yang mungkin berbeda adalah perubahan,” ucapnya.
TANGKAPAN LAYAR
Program Satu Meja The forum episode “Jokowi Intervensi Pesta Demokrasi?” pada Rabu (10/5/2023) dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo dengan narasumber Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla yang hadir melalui panggilan video.
Meskipun Nasdem telah membentuk koalisi baru, Hermawi Taslim menegaskan, Nasdem telah menjadi bagian dari 10 tahun pemerintahan Presiden Jokowi dan akan ikut mengawal pemerintahan hingga 20 Oktober 2024 mendatang. ”Itu janji yang suci yang tidak akan mungkin kami ingkari. Kecuali, kita tidak diinginkan lagi, ya. Kita akan tetap bersama-sama Pak Jokowi, kecuali kita dipersilakan. Oke dipersilakan untuk pergi, kita akan pergi,” ujarnya.
Djarot Syaiful Hidayat menegaskan, Presiden berhak mengundang ketua umum parpol. Perbincangan juga meliputi persoalan tantangan negara ke depan. Karena itu, pertemuan Presiden dengan para petinggi parpol tidak bisa disebut sebagai bentuk intervensi.
”Beliau tidak pernah mengintervensi, kalaupun seumpama beliau mempunyai preferensi apakah tidak boleh untuk menjamin bahwa apa yang kita letakkan sekarang ini akan bisa berjalan, berjalan ke depan supaya bangsa kita itu on the track terus-menerus tidak seperti undur-undur gitu,” tambahnya.
Kehidupan demokrasi yang adil harus dilandaskan pada konteks kekuasaan negara yang netral.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menegaskan bahwa Nasdem tidak diundang karena dianggap sudah tidak sejalan dengan parpol lain di koalisi pendukung pemerintah. Nasdem semestinya dapat memahami posisinya, termasuk keberadaan menterinya di Kabinet Indonesia Maju.
”Yo rumongso, pahamlah, kan, gitu, ya. Kalau menteri itu adalah juga pejabat politik, jabatan politik dari partai politik tentunya sebaiknya mundur saja, ditarik saja supaya betul bentuk pemerintahannya fokus,” kata Djarot.
Pengamat politik Ahmad Khoirul Umam menegaskan, kehidupan demokrasi yang adil harus dilandaskan pada konteks kekuasaan negara yang netral. Dalam Pasal 299 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memang ditegaskan presiden dan wakil presiden memiliki hak politik untuk berkampanye. Tetapi, di saat yang sama, Pasal 304 memberikan batasan, presiden dan wapres tidak boleh menggunakan fasilitas negara, termasuk dalam konteks gedung dan fasilitas dengan biaya APBN.
Mural bertema pemilihan presiden di salah satu tembok di Ciputat, Tangerang Selatan, Selasa (15/4/2014). Pasca-pemilihahan umum legislatif, partai politik mulai disibukkan rencana koalisi untuk bisa mengajukan calon presiden pada pemilihan presiden-wakil presiden 9 Juli mendatang.
Esensi pembatasan tersebut memberikan pesan kepada presiden untuk bisa memisahkan antara domain domain privat dan publik. ”Bagaimanapun, ketika negara tidak netral, ada keberpihakan yang itu bisa memolitisasi instrumen negara menciptakan kemudian keberpihakan dalam konteks logisik kemudian pengaruh itu menjadi sangat luar biasa,” kata Ahmad.